Gol itu merusak awal baik Chelsea. Si Biru yang terus mendominasi pertandingan seperti kehilangan cara untuk mencetak gol.
Sepasang gol yang seharusnya bisa dihindari bila Thiago Silva dan kawan-kawan bisa mengawal barisan pertahanan dengan baik.
Silva seperti tak mampu mengantisipasi gaya bermain tim besutan Ralph Hasenhttl yang cenderung mengirim bola langsung ke pertahanan dan mengandalkan Che Adams untuk memenangi duel udara.
Ternyata strategi ini berhasil. Silva yang selalu disasar oleh Adams begitu kerepotan. Tercatat, bek senior asal Brasil itu kalah enam kali dalam duel udara.
Mantan pemain belakang Paris Saint-Germain (PSG) itu akhirnya sadar. Dirinya menjadi sasaran empuk. Ia tak bisa bersaing di udara. Pilihan yang kemudian diambil adalah membiarkan Adams mengambil bola udara dan menjaganya agar tidak bergerak lebih dalam ke area pertahanan Chelsea.
Beberapa kali tuan rumah menciptakan kekacauan di kotak penalti lawan. Umpan-umpan langsung yang terbukti efektif. Sekaligus menunjukkan menganganya celah di barisan belakang The Blues.
Kedua, kedatangan Sterling ternyata belum sepenuhnya mengatasi persoalan di lini serang tim yang bermarkas di Stamford Bridge itu.
Menghadapi Soton, penguasaan bola Chelsea lebih unggul yakni 68 persen berbanding 32 persen. Meski dalam tekanan, tuan rumah justru bermain lebih efisien.
Sebaliknya, Chelsea dari 10 percobaan ke gawang tuan rumah hanya empat yang mengenai sasaran. Jumlah "shots on target" Chelsea malah kalah banyak dari Soton yang tujuh kali dari sembilan upaya berhasil mengancam gawang Mendy.
Hal ini menunjukkan daya gedor dan penyelesaian akhir masih lemah. Mason Mount, Sterling, hingga Hakim Ziyech tak bisa memaksimalkan setiap peluang, terutama di paruh pertama.
Chelsea baru bisa mencetak gol setelah empat peluang matang. Ini menjadi isyarat yang perlu dibaca Tuchel. Bagaimana Chelsea bisa menjebol tim dengan pertahanan lebih tangguh, bila kinerja para pemain depan tak digenjot segera.