Sebelum Manchester United menjamu Liverpool di Old Trafford, Selasa (23/8/2022) dini hari WIB, sebagai tuan rumah, Setan Merah tetap kurang diunggulkan.
Awal musim United bersama Erik ten Hag jauh lebih buruk. Digasak Brighton 1-2 dan dipermalukan Brentford empat gol tanpa balas lebih menyakitkan ketimbang Liverpool yang masih bisa mendapat dua poin, hasil dari hasil imbang kontra Fulham (2-2) dan Crystal Palace (1-1).
Namun, Setan Merah justru bisa bangkit ketika menghadapi tim yang lebih dijagokan. Kemenangan 2-1 lebih dari cukup membalikkan segala prediksi. Sekaligus menunjukkan bahwa Liverpool sesungguhnya sedang tidak lebih baik. Awal mereka juga tidak lebih panas dari United.
Gagal menang di tiga laga pertama Liga Primer Inggris mengulangi catatan Liverpool saat ditangani Brendan Rodgers di musim 2012/2013.
Tidak sampai di situ. Sudah tujuh laga beruntun The Reds selalu tertinggal. Bila di enam laga lainnya mereka berhasil "comeback"-setidaknya terhindar dari kekalahan, saat menghadapi United, perjuangan Liverpool berakhir antiklimaks.
Bila demikian, apakah tidak berlebihan bila Liverpool sedang tidak "baik-baik saja"?
Awal Liverpool yang lambat disinyalir karena terpaan badai cedera. Namun, soal cedera ini tidak bisa mereduksi apalagi sampai menyederhanakan persoalan sesungguhnya.
Kalah dengan 70 persen penguasaan bola dan 17 tembakan dengan lima di antaranya tepat sasaran. Kalah dari tim yang hanya memiliki 30 persen "ball possession" dan 4 "shots on target."
Ironi yang memang bukan hal aneh di dunia sepak bola karena perbedaan bisa saja terjadi hanya karena satu detail kecil.
Bagi Klopp ini pertama kali kehilangan tiga pertandingan pembuka sehingga harus rela timnya disalip United dengan sekali kemenangan serta tertinggal lima poin di belakang juara bertahan dan 7 angka dari Arsenal di puncak klasemen.
Manajer asal Jerman itu tak kuasa menyembunyikan kekecewaan usai laga. Statistik yang seharusnya memberi mereka poin sempurna.
"Saya prihatin dengan situasi kami, tapi begitulah adanya." Begitu pengeluhannya melansir bbc.com.
Kata-kata putus asa yang mencerminkan kondisi tim yang tidak bisa dianggap biasa. Alarm yang seharusnya membangunkan mereka.
Pertama, hampir semua sektor Liverpool bermasalah. Lini tengah Liverpool terlihat tak bisa bertumpu pada James Milner, Harvey Elliott, dan Nat Phillips. Milner dan Jordan Henderson terlihat keteteran untuk menandingi kecepatan dan kekuatan para pemain muda United.
Banyak komentar menyerang sektor ini. Bila Klopp berani untuk menurunkan lagi formasi itu sejak menit awal, maka mimpi menjuarai Liga Inggris sebaiknya dibuang jauh-jauh.
Milner tidak lagi di fase terbaik. Di penghujung masa kariernya, Ia dianggap lebih cocok menjadi pemain pengganti, bukan diberi tanggung jawab besar dari laga ke laga, apalagi sebagai starter.
Keberadaan Fabinho sungguh penting. Pemain senior Brasil itu terbukti bisa mengambil kendali permainan ke kubu Liverpool saat dimainkan, meski kondisinya belum sepenuhnya fit.
Krisis besar lini tengah ini harus segera dicarikan solusi. Badai cedera yang menerpa membuat Klopp tidak bsia tidak berpikir keras agar celah tersebut tidak dibiarkan terus menganga.
Kedua, lebih dahulu dibuat menderita dalam tujuh laga beruntun, pertama kali terjadi pada mereka di era Liga Primer Inggris, menjadi pukulan tersendiri.
Mereka, seperti diakui bek sayap Andry Robertson, "memberikan setiap tim sebuah gol awal." Hadiah yang sama sekali tak perlu.
Bila soliditas lini belakang terjaga baik, maka rekor buruk ini tak bakal diukir. Gol pertama Jadon Sancho di menit ke-16 seharusnya bisa dicegah bila Virgil van Dijk tak terlalu pasif. Pemandangan "big man" yang tak biasa, namun mulai terlihat biasa sejak awal musim ini.
Bek internasional Belanda itu hanya mematung. Ia berdiri di tempat dengan tangan di belakang punggung untuk mencegah bola mengenai lengannya. Namun, ia seperti tak sadar telah memberi Sancho ruang tembak yang cukup di area yang sangat berbahaya.
Tak heran setelah pemain sayap Inggris itu berhasil melepaskan tembakan akurat yang tak bisa dibendung Allison Becker, Van Dijk menjadi sasaran amukan Milner.
Milner sungguh terlihat kesal. Ia seperti mengumpat rekannya itu karena tak bisa mencegah Sancho.
Melansir dailymail.co.uk, pundit Sky Sports sekaligus mantan bek Liverpool, Jamie Carragher ikut mengomentari ketegangan di antara kedua pemain itu.
“Jelas ada banyak frustrasi di luar sana di lapangan itu, dan memang demikian. Milner menyerangnya setelah gol pertama dan mereka masih melakukannya sekarang.”
Buruknya kinerja Van Dijk yang terus berlanjut semakin menegaskan awal yang buruk The Reds.
Ketiga, dua poin dari tiga laga atau kehilangan tujuh poin walau mampu menguasai pertandingan membuat nama Sadio Mane pun ikut terseret. Pemain internasional Senegal yang tengah menikmati "bulan madu" bersama Bayern Muenchen.
Mane yang baru saja pergi dengan menyisahkan penyesalan besar bagi fan Liverpool. Bukan hanya karena harga jual sekitar 32 juta euro (setara Rp499 miliar) untuk pemain terbaik Afrika. Lebih dari itu, keberadannya yang masih dianggap penting.
Mane seharusnya bisa dipertahankan setidaknya setahun lagi bila Liverpool ingin untuk menggapai prestasi lebih baik dari musim sebelumnya.
Saat Darwin Nunez berulah yang membuatnya harus diskors di laga ini, Roberto Firmino dan Luis Diaz tak bisa mengambil peran secara maksimal.
Salah seorang diri tak cukup untuk memaksimalkan setiap peluang dan menembus barikade rapat pertahanan United. Perlu akselerasi dan akurasi Mane yang mematikan. Atau setidaknya pergerakannya yang memberikan suntikan energi tambahan.
Patut diakui, seperti kata mantan striker Chelsea, Chris Sutton kepada BBC Radio 5 Live, "Kehilangan Mane adalah masalah besar dan dia sulit untuk digantikan."
Ah, soal Mane memang sebaiknya tak bisa dibicarakan terlalu panjang. "Kesalahan" yang tak perlu digali lebih dalam karena hanya akan menambah luka.
Liverpool tetap bisa kembali berdiri. Start buruk akan segera berakhir. Masih ada jalan panjang untuk mengejar ketertinggalan.
Klopp sudah berjanji. Apa pun caranya, pertandingan pekan berikutnya menghadapi Bournemouth di kandang adalah titik balik. Laga di Anfield adalah momentum Liverpool kembali ke jalur positif.
Liverpool memang tengah memiliki banyak masalah. Tim tetap harus berbenah. Baik secara individu maupun kolektif. Klopp pun butuh para pendukung untuk menggoyang Anfield agar api dan ritme permainan kembali menyala.
Apakah harapan itu akan menjadi kenyataan? Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H