Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Pelajaran Berharga dari China dan Hikmah di Balik Kegagalan Indonesia ke FIBA World Cup 2023

20 Juli 2022   11:21 Diperbarui: 20 Juli 2022   16:31 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pebasket China, Rui Zhao beraksi saat menghadapi tuan rumah Indonesia pada laga playoff FIBA Asia Cup 2022 di Istora Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2022): KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Tim basket Indonesia harus menguburkan impian tampil di FIBA World Cup 2023. Perjalanan menuju ke pentas dunia sungguh berat. Indonesia pun tak sanggup melewati sang raksasa, China.

Pertemuan Indonesia kontra China di playoff perempat final FIBA Asia Cup 2022 di Istora Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2022) petang WIB menggambarkan seperti apa kualitas tim putra kita.

China sebagai pemegang 16 gelar FIBA Asia Cup masih sulit ditandingi, apalagi ditaklukkan oleh negara yang baru mulai bersaing di level Asia. Pertemuan kedua tim pun berakhir dengan skor mencolok, 58-108 untuk kemenangan tim tamu.

Patut diakui, China sungguh superior. Tidak hanya dalam rekam jejak mereka yang sudah mendunia, tetapi juga kondisi timnya saat ini.

Alhasil tiket ke babak delapan besar bisa dengan mudah mereka raih, sekaligus mendapatkan satu tiket ke Piala Dunia Bola Basket tahun depan di Indonesia, Filipina, dan Jepang.

Statistik pertandingan menempatkan China dalam posisi unggul. Negeri Matahari Terbit yang ditangani Feng Du superior sepanjang laga. Sejak kuarter pertama, Quan Gu dan kawan-kawan sungguh merepotkan tuan rumah.

Pelatih Indonesia Milos Pejic menurunkan kekuatan terbaik.  Marques Bolden, Derrick Michael Xzavierro, Brandon Jawato, Andakara Prastawa Dhyaksa, dan Abraham Damar Grahita.

Namun, China menampilkan permainan yang solid dan memiliki kualitas individual yang lebih merata. Tengok saja raihan poin para pemain mereka.

Sejumlah pemain mampu mencetak dobel digit poin, mulai dari Quan Gu (23), Mingxuan Hu (14), Rui Zhao (13), Qi Zhou (13), dan Jie Xu (11). Quan Gu yang berposisi sebagai small forward mampu memperagakan skill ciamik baik lay up maupun jump shot akurat.

Indonesia masih bergantung pada Marques Bolden yang sukses menyumbang 21 poin.  Center berusia 24 tahun ini memang menjadi harapan tuan rumah. Postur tubuh dan pengalamannya yang sudah go international sungguh diharapkan.

Ia pun sukses membuktikan diri dan menjawab kepercayaan tuan rumah. Jebolan NBA G League bersama Salt Like City Stars belum bisa ditopang secara memadai oleh rekan-rekannya. Brando Jawato hanya mampu menyumbang 10 angka.

Di posisi berikutnya, Abraham Damar Grahita, Andakara Praswtawa dan Arki Dikania Wisnu hanya bisa mencetak enam angka.

Jumlah tersebut jelas tak mampu mengimbangi laju poin China yang diperoleh karena keunggulan banyak faktor, teknik, pengalaman, hingga fisik. Akurasi umpan dan tembakan para pemain China jauh lebih tinggi dari Indonesia.

Hikmah

Kegagalan ini tentu mendatangkan kekecewaan. Namun, hasil tersebut tetap patut diapresiasi. Usai mengukir sejarah merebut medali emas SEA Games 2021 Vietnam dengan meruntuhkan dominasi Filipina kemudian tembus ke babak perempat final level Asia adalah pencapaian yang tak bisa dipandang remeh.

Hasil yang layak disyukuri. Pengalaman tampil menghadapi tim-tim kuat di tingkat Asia sungguh berharga.

Di sisi lain, penting mengendalikan ekspektasi ikut berlaga di Piala Dunia tahun depan secara realistis. Seperti diakui Milos Pejic, tim putra Indonesia baru mulai belajar bersaing di level Asia. Sebagai pendatang baru yang membutuhkan jam terbang lebih tinggi untuk bisa pentas di tingkat dunia.

Sulit membayangkan akan seperti apa nasib Indonesia bila pada akhirnya lolos ke Piala Dunia. Bukan tidak mungkin kita bakal menjadi bulan-bulanan tim-tim unggulan.

Karena itu, hasil ini menjadi tolak ukur untuk terus memperbaiki diri. Mulai dari sumber daya pemain, fasilitas, kompetisi bola basket di Tanah Air, hingga dukungan dari berbagai pihak.

Kita beruntung memiliki sejumlah pemain naturalisasi seperti Bolden yang mampu merepotkan dan mendapat pujian dari China. Begitu juga Derrick Michael.  Kehadiran mereka bisa melengkapi sejumlah talenta lokal yang digembleng dalam waktu tak lebih dari satu tahun.

Bisa dibayangkan bila lebih banyak pemain potensial yang lahir dari kompetisi domestik yang teratur dengan level yang semakin tinggi, disokong oleh pemain-pemain berdarah Indonesia yang tampil konsisten di mancanegara, maka hasilnya bakal lebih baik.

Saya setuju dengan Milos Pejic. Tak ada guna larut dalam sedih dan kecewa. Tidak tampil di Piala Dunia 2023 bukan petaka.

Sudah bisa menghadapi China di pintu terakhir menuju Piala Dunia adalah kesempatan berharga untuk melihat diri sekaligus berbenah menuju masa depan lebih baik.

Awal baik yang perlu ditindaklanjuti serius. Langkah pertama yang tak buruk untuk menata diri agar bersiap lebih baik agar bisa bertarung maksimal di pentas internasional. Setelah melewati fase awal ini, kita perlu menjemput babak berikutnya dengan tatapan optimis.

Akhirnya, mengutip pelatih berusia 53 tahun asal Serbia itu, "Kami tidak ingin berhenti sekarang. Kami baru saja membuat satu langkah. Setiap tujuan besar dimulai dengan satu langkah kecil."

Selamat datang di level berikutnya, timnas Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun