Â
Pandemi Covid-19 reda, satu hal yang diburu banyak orang adalah berpelesir. Setelah lebih dari dua tahun terkungkung oleh sekat pembatasan mobilitas fisik dan sosial, orang-orang pun ramai-ramai merayakan kebebasan itu dengan bepergian ke tempat-tempat impian.
Tidak terkecuali saya dan keluarga. Agenda liburan tahun ini diisi dengan anjangsana ke Yogyakarta. Saat bertepatan dengan liburan sekolah, di pertengahan bulan Juli ini.
Beberapa bulan sebelum itu kami sudah menyusun rencana. Lebih dari sekadar kota tujuan. Tempat menginap, titik-titik yang akan dikunjungi, transportasi, hingga soal makan dan minum. Â Masing-masing dengan aneka pertimbangan yang bila dibuat daftar bakal mengular panjang. Tujuannya satu, membuat liburan kali ini berakhir bahagia.
Pilihan menginap kemudian jatuh ke Omah Lumbung. Lokasinya di Jl. Onggomertan, Muron, Nayan, Maguwoharjo, Depok, Sleman.
Jaraknya tidak lebih dari 30 menit berkendaraan roda empat dari Stasiun Yogjayarta atau Stasiun Jogjakarta atau yang dikenal sebagai Stasiun Tugu, stasiun kereta api legendaris yang terletak di pusat kota Yogyakarta.
Perjalanan melelahkan selama lebih dari tujuh jam dari Stasiun Kereta Api Senen, Jakarta, kemudian terobati dengan kehangatan kota Yogyakarta.
Walau cuaca sore itu terasa membakar, tubuh yang sudah digerogoti lelah masih bisa bertahan untuk menikmati keramahan warganya dan perjalanan menyusuri jalan-jalan sempit dengan gedung-gedung rendah hingga mencapai Omah Lumbung.
Letaknya di antara hamparan persawahan yang dibelah oleh ruas jalan yang tak jauh dari jalan raya utama Yogya-Solo yang tak jauh dari Bandar Udara Adisutjipto yang berjarak tak lebih dari 2 km.
Bila Anda ingin mencari ketenangan, udara yang segar, dan alam khas pedesaan, tempat ini adalah salah satu pilihan terbaik.
Apakah hanya itu yang menjadi daya tarik Omah Lumbung? Tidak, kawan!
Sejauh pengamatan dan pengalaman saya selama tiga malam dan empat hari di tempat itu, berikut beberapa hal yang bisa saya bagikan.
Instagramable
Penginapan ini mengusung konsep unik. Berdiri di atas lahan seluas 1350 meter persegi, sebanyak 18 unit rumah, masing-masing, berukuran 4 m x 6 m dibuat dari bahan kayu glugu Sulawesi yang dibentuk seperti rumah lumbung. Seperti namanya, sekilas tampak seperti tempat penyimpanan padi.
Hanya saja, desainya jauh dari kesan tradisional. Sentuhan kayu dan bahan bangunan yang kokoh dengan warna dominan coklat dan merah marun membuat tempat ini sungguh sedap dipandang mata.
Penataannya apik dilengkapi jalan setapak kecil yang berpagar bunga-bunga. Kala malam tiba, lampu-lampu hias yang dipasang di sepanjang jalan dan di sejumlah sudut akan memberi kesan eksotik dan estetik. Bila ditangkap oleh lensa kamera, panoramanya begitu instagramable.
Daniell Alkam, staf marketing yang ikut membidani kelahiran Omah Lumbung menyebut Omah Lumbung lahir dalam situasi krisis tersebab pandemi Covid-19. Dalam kondisi tidak menentu, keyakinan bahwa badai Covid-19 akan berlalu, tetap menggema.
"Kami lihat akan ada masa baik. Nggak tahu kapan. Tetapi tetap optimis," tandas pria berkaca mata itu.
Dimulai Juli 2021, tempat itu akhirnya mulai beroperasi pada 28 Februari 2022.
Di bagian depan, tersedia tempat parkir luas. Para tamu yang bertandang akan langsung disambut petugas yang ramah di lobi yang cozzy. Â
Walau tak seluas hotel berbintang, di tempat itu lebih dari cukup untuk bersantai sambil menyeruput kopi atau teh. Kala pagi dan petang, para pengunjung bisa menapaki sejumlah anak tangga untuk menjangkau "rooftop".
Dari ketinggian itu para tamu akan disuguhi pemandangan alam yang indah. Gunung Merapi samar-samar terlihat di kejauhan. Burung-burung kuntul terbang rendah di persawahan yang hijau. Bila beruntung, akrobat pesawat latih milik TNI Angkatan Udara bisa terlihat jelas.
Selain itu, rona merah di ufuk timur yang mulai merekah dan saat sang surya perlahan pamit ke peraduan adalah kemewahan yang sulit ditemukan di tempat lain.
Beragam Fasilitas
Tersedia 10 kamar bertipe double dan 8 bertipe twin. Walau ada perbedaan ukuran tempat tidur, di setiap kamar tersedia fasilitas yang sama. Mulai dari smart tV layar datar yang bisa digunakan untuk menyaksikan tayangan TV kabel dan saluran YouTube kesukaan.
Mini bar atau kulkas kecil, safety deposit box, water kettle untuk menyeduh kopi atau teh untuk menemani saat-saat santai, kamar mandi pribadi dengan shower air panas-dingin, wastafel, perlengkapan mandi gratis, hingga pengering rambut.
Omah Lumbung juga menyediakan kolam renang yang terletak di tengah, dengan posisi melebar. Kolam renang dengan kedalaman maksimal 1,5 meter dilengkapi ruang bilas dan pelampung berukuran besar untuk bersantai.
Di kedua sisi terdapat rumah payung untuk berteduh dan sejumlah kursi panjang untuk menarik napas usai berenang atau sekadar mengamati anggota keluarga yang tengah bermain air.
Tidak hanya itu, Di saat-saat tertentu sisi kolam renang bisa menjadi alternatif untuk menikmati camilan atau tempat untuk bersenda gurau.
Kala malam tiba, kolam itu memantulkan warna biru yang berpadu dengan lampu-lampu kuning dari berbagai sisi, membentuk satu komposisi yang indah.
WFO
Bukan "Work From Office" melainkan "Work From Omah Lumbung." Itulah yang saya lakukan bersamaan dengan saat-saat liburan keluarga.
Apakah memungkinkan? Tentu. Bekerja sambil menikmati keindahan. Bekerja sambil ditemani anggota keluarga.
Saat pagi hari sebelum diajak anak berenang, saya mengalokasikan waktu beberapa jam untuk mengerjakan tugas kantor. Urusan pekerjaan bisa dilanjutkan saat sore hari sambil memantau anggota dari tepi kolam.
Bila pekerjaan menuntut waktu lebih karena satu dan lain hal yang tak bisa ditunda maka ketentraman Omah Lumbung akan sangat membantu.
Ada beragam pilihan spot untuk bekerja, entah di kamar, di tepi kolam, di ruang tamu, atau balkon. Masing-masing akan menawarkan pengalaman berbeda.
Selama bekerja dari Omah Lumbung saya sungguh sangat terbantu dengan akses Wi-Fi gratis di seluruh area. Jaringannya kencang dan stabil.
Saya bisa dengan mudah membuka dan mengirim berbagai dokumen dan jenis file. Begitu juga melakukan panggilan video menggunakan telepon genggam atau laptop.
Saya pun tidak merasa bersalah karena alpa membawa modem tersendiri atau harus menggerus kuota dari telepon genggam.
Daniell Alkam mengaku operator IndiHome yang mereka pilih terbukti mampu memuaskan para pengunjung. Â Internetnya Indonesia yang dikelola Telkom Indonesia ini memungkinkan para pengunjung bisa menikmati Omah Lumbung yang eksotik dengan tanpa mengalami kendala dalam menikmati manfaat internet sebesar-besarnya. Tidak terkecuali saya.
Lumbung padi yang merupakan simbol rejeki memang sengaja dipilih sebagai identitas Omah Lumbung. Filosofi itu kemudian diterjemahkan dalam berbagai nikmat yang bisa dirasakan para pengunjung.
"Harapannya Omah Lumbung ini bisa mendatangkan berkah dan rejeki baik bagi pemilik maupun para pengunjung," tegas Daniell.
Apakah Anda ingin merasakan pengalaman dan manfaat serupa? Dengan hanya merogoh kocek mulai dari Rp 550.000 per malam, Anda sudah bisa merasakan sesasi berlibur atau berlibur sambil bekerja dari tempat yang indah itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI