Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Nasionalisme Lee Zii Jia Dipertanyakan, Menanti Revans Ginting pada Axelsen, dan Uji Konsistensi Para Raksasa di Malaysia Open 2022

27 Juni 2022   22:08 Diperbarui: 27 Juni 2022   22:28 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anthony Sinisuka Ginting dan Viktor Axelsen sudah 12 kali bertemu. Keduanya berpeluang jumpa lagi di Malaysia Open 2022: PBSI via tribunnews.com

Tur Asia Tenggara masih berlanjut. Dua seri turnamen yang baru saja usai di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, tempat Indonesia Masters dan Indonesia Open 2022 sedikit-banyak menjadi tolak ukur bagi tiga turnamen beruntun yang dimulai pekan ini. Mulai dari Malaysia Open, Malaysia Masters, hingga Singapore Open.

Betapa tidak. Penampilan para pemain di turnamen Super 500 dan Super 1000 di Tanah Air akan menunjukkan seperti apa peta persaingan di turnamen-turnamen berikutnya.

Ketiga turnamen yang mulai digelar Selasa, 28 Juni adalah juga turnamen level atas yang akan diikuti oleh para pemain top dunia.

Mereka yang tampil di Istora berpeluang besar kembali unjuk gigi di  turnamen Super 750 dan Super 500 di Negeri Jiran dan Super 500 sepekan kemudian di Negeri Singa.

Selain level turnamen yang semakin bergengsi, perhelatan di Malaysia akan mengobati kerinduan publik tuan rumah dan para pebulutangkis dunia setelah dua tahun absen tersebab pandemi Covid-19.

Tak heran antusiasme sudah terlihat sejak tiket pertandingan di Arena Axiata, Kuala Lumpur, mulai dijual. Menurut media setempat, tak butuh waktu lama memunculkan status  "sold out".

Soal Nasionalisme Lee Zii Jia

Para pebulutangkis tuan rumah akan memanfaatkan laga kandang sebagai kesempatan untuk meraih prestasi. Nasib para pemain Malaysia di tur Indonesia sedikit lebih mengenaskan dibanding Indonesia.

Para pemain yang diharapkan bisa berbicara banyak seperti Lee Zii Jia dan Aaron Chia/Soh Wooi Yik tak bisa bersaing setidaknya hingga babak final. Jepang, China, Korea Selatan, dan Denmark begitu dominan.

Lee Zii Jia menunjukkan keseriusannya untuk fokus menghadapi agenda BWF, mulai dari Malaysia Open hingga Kejuaraan Dunia pada Agustus nanti di Tokyo, Jepang.

Untuk itu, pebulutangkis 24 tahun itu mengambil keputusan berani untuk menarik diri dari pesta olahraga persemakmuran yakni Commonweath Games XXII atau Birmingham 2022 yang akan digelar di Birmingham, Inggris, sejak akhir Juli hingga awal Agustus nanti.

Keputusan itu sontak memantik reaksi luas. Tidak sedikit yang mempertanyakan nasionalisme dan patriotismenya untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.

Di sisi berbeda, ada yang tetap mendukung pemain ranking 5 BWF itu untuk bebas memutuskan agenda pertandingan. Itulah sebabnya ia lebih memilih menyandang status sebagai pemain independen ketimbang terikat di tim nasional.

Berbicara kepada media Malaysia, Lee dengan tegas menyatakan dirinya sama sekali tidak terpengaruh dengan berbagai suara miring.

"Saya ingin fokus pada badminton, hanya badminton. Saya tidak mau terlibat dalam semua pemberitaan ini," tegasnya melansir badmintonplanet.com.

Pemain kelahiran Alor Setar itu lebih memilih fokus mempersiapkan diri sebelum tampil di kandang sendiri setelah dua tahun tak menggelar turnamen resmi.

"Saya akan bekerja keras dan berharap bisa meraih hasil yang bagus. Pada titik ini, saya tidak mau terlalu memikirkan tentang lawan-lawan saya. Sebab, saya percaya, lawan terbesar adalah diri sendiri."

Balas dendam Ginting

Lee Zii Jia dan Anthony Sinisuka Ginting diharapkan mempersiapkan diri lebih serius untuk menghadapi persaingan di sektor tunggal putra, terutama untuk menghentikan konsistensi Viktor Axelsen.

Seperti kita tahu, pemuncak ranking BWF itu begitu perkasa di Istora. Ia konsisten menjaga nama Denmark dengan sapu bersih gelar di Jakarta.

Jelas, para pemain muda di atas dianggap memiliki modal untuk meruntuhkan dominasi pemain 28 tahun.

Lee sebenarnya memiliki peluang di Istora. Saat itu, ia mampu menyelematkan empat match poin. Namun, tidak mudah bagi Lee untuk benar-benar merebut kemenangan dari Axelsen dan menghentikannya merebut gelar keempatnya tahun ini.

Sekadar menggarisbawahi kedigdayaan Axelsen. Sejak Februari 2020, Axelsen hanya kalah lima kali dalam 23 pertandingan, tidak terhitung saat ia menarik diri. Di Indonesia Open, ia meraih gelar Super 1000 ketujuh dari delalapan final Super 1000 secara beruntun.

Sejak kalah dari pemain muda India, Lakshya Sen di semifinal German Open, Maret lalu, ayah satu anak ini hanya kalah empat game dari 27 pertandingan. Luar biasa, bukan?

Performa Axelsen yang fenomenal itu seharusnya memacu para pemain seperti Ginting dan Lee Zii Jia untuk mempersiapkan diri lebih keras, mendapatkan kebugaran maksimal, menyiapkan strategi, mempertebal mental, dan mengeksekusinya secara tepat di lapangan pertandingan.

Ginting paling berpeluang untuk lebih dahulu meladeni Axelsen ketimbang Zii Jia. Keduanya berada di "pool" atas dan berpeluang kembali bertemu di perempat final, mengulangi cerita di Indonesia Open 2022.

Kekalahan beruntun di hadapan publik sendiri dan skor "head to head" yang kian tertinggal, Ginting semestinya kian bersemangat untuk menghentikan Axelsen yang kini memimpin 8-4 dalam rekor pertemuan mereka.

"Pool" atas juga ditempati para unggulan lain seperti Jonatan Christie dan Chou Tien Chen dari Taiwan.

Untuk menjalankan misi balas dendam, Ginting yang dijagokan di tempat keenam harus melewati dua rintangan berat. Mulai dari Sai Praneeth B dari India di babak pertama, lantas berpeluang menghadapi juara dunia 2021 dari Singapura, Loh Kean Yew yang di atas kertas bisa mengatasi Lee Cheuk Yiu asal Hong Kong.

Sementara Lee berada di "pool" bawah bersama Kento Momota (Jepang/unggulan 2) dan para pemain muda seperti Lu Guang Zhu dan Zhao Jun Pen (China)  dan Kunlavut Vitidsarn dari Thailand.

Nhat Nguyen dari Vietnam akan menjadi lawan pertama Lee Zii Jia. Selanjutnya, menghadapi pemenang antara Rasmus Gemke versus Shesar Hiren Rhustavito. Pertemuan dengan Momota berpeluang tercipta di babak delapan besar.

Bila Ginting dan para pemain lain tak sanggup menghentikan langkah Axelsen, begitu juga terhadap Lee Zii Jia, maka kedua pemain berbeda generasi ini bakal bertarung di laga pamungkas.

Menguji Para Raksasa

Selain Axelsen, ada sejumlah pemain atau pasangan unggulan yang mulai kembali ke jalur positif.

Dari sektor tunggal putri, Tai Tzu Ying menandai "comeback" dengan kemenangan beruntun atas Chen Yu Fei, jagoan China yang mengalahkannya di final Olimpiade Tokyo 2020. Setelah kemenangan di Thailand Open, Tai mengulanginya di semifinal Indonesia Open.

Tai tentu belajar banyak dari Indonesia Open. Pertandingan final menghadapi Wang Zhi Yi yang hampir berakhir antiklimaks itu mengajarkannya untuk mengurangi kesalahan sendiri dan tidak sampai mengawali pertandingan dengan kurang meyakinkan.

Kembali menempati unggulan kedua, atlet asal Taiwan itu berada di jalur yang akan menghadapkannya kembali dengan Chen Yu Fei. Bila tidak dihadang oleh Pusarla V.Sindhu, Pornpawee Chochuwong, Nozomi Okuhara, atau Busanan Ongbamrungphan , keduanya bakal saling revans di babak semifinal.

Begitu juga dengan para pemain ganda Jepang. Sayaka Hirota yang bertandem dengan Yuki Fukushima adalah pasangan ganda papan atas sebelum mengalami cedera lutut di Olimpiade Tokyo yang membuat prestasi mereka menurun.

Setelah kembali ke arena di All England dengan hasil tak memuaskan yakni tersisih di babak pertama, penampilan mereka kian membaik. Semifinal Kejuaraan Asia, perempat final Thailand Open, hingga hampir menjuarai Indonesia Open bila tak dijegal rekan senegara, Nami Matsuyama/Chiharu Shida dalam tiga game.

Persoalan yang menimpa Sayaka justru membuka kesempatan bagi Matsuyama/Shida untuk melejit. Performa mereka terus meningkat. Mencapai tiga final beruntun tahun lalu di Bali, menjuarai All England dan Thailand Open hingga berjaya di Indonesia Open untuk menjadi ganda putri pertama yang mengukir "hat-trick" Super 1000 secara beruntun.

Penampilan apik pasangan-pasangan Jepang, juga Korea Selatan, tentu menantang para pemain Indonesia terutama Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti.

Pasangan muda yang tengah naik daun ini tengah menjadi sorotan. Sejak merebut emas SEA Games Vietnam 2021 dan finalis Indonesia Masters, pasangan yang mulai merangsek ke lingkaran 100 besar BWF itu sudah menarik perhatian pasangan-pasangan top dunia.

Sepak terjang mereka pun dinanti, tidak hanya dari penggemar di Indonesia, tetapi juga dunia. Permainan mereka yang atraktif menjadi daya tarik tersendiri.

Apri/Fadia akan menjadi batu ujian di ganda putri, begitu juga terhadap Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong yang kembali menunjukkan tajinya setelah terdepak dari puncak ranking ganda campuran.

Apakah para raksasa itu akan tetap perkasa atau Malaysia Open 2022 akan menghadirkan cerita berbeda?

Selamat menonton!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun