Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Christian Adinata Diberi "Pelajaran" oleh Veteran Vietnam, Begini Skenario Menggapai Target 3 Emas

20 Mei 2022   04:23 Diperbarui: 20 Mei 2022   09:18 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Christian Adinata mengalami nasib berbeda dibanding wakil Indonesia lainnya di babak 16 besar nomor perorangan SEA Games Vietnam 2021, Kamis (19/5/2022). Tampil di Bac Giang Gymnasium, ia harus menelan pil pahit.

Christian yang berusia 20 tahun tak berkutik saat meladeni pemain tuan rumah Tin Minh Nguyn. Alih-alih memetik kemenangan atau setidaknya merepotkan lawan yang usianya nyaris kepala empat itu, Christian justru takluk dua gim langsung, 21-12, 21-19.

Secara peringkat, Christian sedikit berada di belakang pemain yang sudah berusia 39 tahun itu. Apalagi dari sisi pengalaman. Nguyen merupakan salah satu, atau bisa disebut satu-satunya, tunggal putra paling berumur yang masih aktif bertanding.

Ketika rekan-rekan seangkatannya sudah gantung raket dan mengambil jalur berbeda, Nguyen justru masih berjibaku mewakil negaranya.  Ia masih menjadi pemain tunggal putra Vietnam dengan ranking BWF tertinggi.

Hal ini jelas menunjukkan regenerasi badminton Vietnam yang lambat, untuk tidak mengatakan mandek.

Sebagai tuan rumah pesta olahraga tingkat Asia Tenggara, Vietnam tentu tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengutus sebanyak mungkin wakil. Termasuk menurunkan pemain paling senior seperti Nguyen.

Jam terbang Nguyen yang sudah sangat tinggi diharapkan bisa memberikan pengaruh positif, baik bagi para pemain Vietnam lainnya dan menjaga wajah tuan rumah di sektor tunggal putra, maupun memberikan ancaman bagi negara lain yang lebih banyak mengutus para pemain muda.

Nguyen pernah menduduki jajaran elite dunia saat periode emasnya di era 2010-an. Saat itu ia mampu menempati peringkat 5 BWF, sekaligus menjadi ranking dunia tertinggi yang pernah ia gapai.

Masa keemasan itu juga ditandai dengan sejumlah prestasi. Pencapaian terbaiknya adalah medali perunggu, bersama Du Pengyu, di Kejuaraan Dunia 2013 di Guangzhou, China.

Tunggal putra senior Vietnam, Nguyen Tien Minh: vietnambreakingnews.com via Kompas.com
Tunggal putra senior Vietnam, Nguyen Tien Minh: vietnambreakingnews.com via Kompas.com

Ia lolos ke semifinal usai menyingkirkan pebulutangkis Denmark, Jan O Jorgensen, 21-8, 17-21, dan 22-20. Langkahnya ke partai pamungkas dihentikan Lin Dan, 21-17 dan 21-15 yang kemudian menjadi juara dengan mengalahkan musuh bebuyutannya Lee Chong Wei, 16-21, 21-13, dan 21-17.

Sejumlah pencapaian itu adalah masa lalu. Grafik penampilan Nguyen pun menurun seiring bertambahnya usia. Posisinya mulai digusur generasi yang lebih muda hingga ke urutan 69 BWF saat ini.

Christian Adinata sebenarnya berpeluang untuk memanfaatkan keunggulan stamina. Walau usianya terpaut jauh dan peringkat dunia pun setali tiga uang, pemain yang kini berada di posisi 156 BWF itu diharapkan bisa memberikan perlawanan berarti.

Namun, harapan tersebut tinggal harapan. Nguyen justru menjadi bintang lapangan. Ketenangan dan kematangannya tidak sanggup ditandingi Christian. Sebaliknya, Christian justru memperlihatkan gelora jiwa mudanya yang tak terkendali.

Christian banyak melakukan kesalahan sendiri. Eror yang mewujud dalam berbagai rupa mulai dari smes yang kerap menyangkut di net dan keluar dari bidang permainan, pengembalian kok yang tak sempurna, hingga kegagalannya beradu permainan cepat.

Akhirnya, sebagian besar poin lawan justru didapat dari pemberian cuma-cuma pemain kelahiran Pati, Jawa Tengah itu.

Christian sesungguhnya memiliki potensi. Ia disebut-sebut bakal menjadi penerus Anthony Sinisuka Ginting.  Sang ayah menaruh harapan agar ia bisa mengikuti jejak idolanya yang darinya ia mengambil inspirasi nama sang anak, Christian Hadinata, legenda badminton Indonesia yang berjaya sebagai pemain spesialis ganda di era 1970-an.

Tak heran bila namanya terbilang dalam skuad Indonesia di ajang multievent tingkat ASEAN ini. Itu adalah bukti kepercayaan sekaligus keputusan berdasar dari PBSI.

Namun, bakat besar Christian yang sudah terlihat di level junior belum bisa ditunjukkan secara baik dan konsisten di kelas senior. Variasi pukulan masih minim. Bahkan langkah kakinya masih terlalu lambat untuk menjangkau kiriman kok dari pemain lawan dengan usia jauh lebih tua.

Belum lagi soal mental dan kepercayaan diri. Christian menjadi salah satu pemain tunggal putra yang paling disorot menyusul kegagalan tim beregu putra Indonesia mempertahankan medali emas SEA Games.

Kegagalan Christian di partai ketiga menghadapi wakil Thailand, Sitthikom Thammasin, di babak semifinal beregu putra, Selasa (17/5/2022) lalu, tidak lepas dari ketidaksanggupannya mengatasi tekanan, baik yang datang dari dalam diri maupun dari lawan.

Christian belum sanggup melepaskan ketegangan untuk bermain bebas dan mengeluarkan segenap kemampuannya, seperti saat membantu tim muda Indonesia meraih perak di Badminton Asia Team Championship (BATC) 2022 di Malaysia, akhir Februari lalu. Ia masih  kerap dihinggapi ragu-ragu.

Christian jelas masih perlu banyak belajar. Dan hari ini, Ia pun mendapat pelajaran berarti dari veteran Vietnam itu.

Skenario 3 emas

Christian Adinata menjadi satu-satunya wakil Merah Putih yang tumbang dalam perebutan tiket perempat final. Selebihnya, para pemain Indonesia sukses melewati hadangan lawan-lawannya.

Dengan sembilan wakil dari lima nomor yang masih bertahan, harapan untuk menebus kegagalan di nomor beregu masih terbuka lebar. Tidak hanya "pecah telur" medali emas, tetapi juga mewujudkan target minimal tiga medali emas.

Apakah kita masih memiliki alasan untuk berharap? Tentu saja. Berikut beberapa skenario yang bisa berakhir bahagia.

Pertama, sektor ganda putra berpeluang besar meraih medali emas. Indonesia memiliki dua pasangan ganda putra yang diunggulkan di tempat pertama dan kedua.

Mereka adalah Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin.

Di babak 16 besar Pram/Yere menumbangkan wakil Malaysia, Junaidi Arif/Muhammad Haikal, 21-13, 17-21, 21-14. Sementara, The Babies, julukan Leo/Daniel menekuk Vixunnalath Phichith/Bounpaseuth Vanthanouvong dari Laos, 21-9, 21-13.

Daftar unggulan ini tentu bukan tanpa dasar. Kedua wakil Indonesia itu memiliki ranking dunia tertinggi dibanding pasangan dari negara lain.

Selain itu, Pram/Yere (ranking 16 BWF)  dan The Babies (ranking 23 BWF) sudah mulai teruji di level senior. Mereka sudah mendapat cukup pengalaman, bahkan bisa bersaing di kompetisi level atas. Gelar juara Asia 2022 yang baru saja disandang Pram/Yere adalah bukti mutakhir.

Tren kemenangan yang sukses mereka jaga di turnamen beregu sekiranya membuat mereka lebih percaya diri saat bertarung di nomor perorangan.

Ini modal penting bagi keduanya untuk mewujudkan akhir dari skenario indah yang kita dambakan yakni "all Indonesian final" di sektor ganda putra pada Minggu, (22/5/2022) nanti.

Kedua, tidak hanya di ganda putra, wakil Indonesia juga memuncaki daftar unggulan ganda campuran.

Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari yang sukses menyingkirkan wakil Filipina, Alvin Morada/Thea Marie Pomar,  21-15, 19-21, 21-15 di babak 16 besar adalah lawan terberat bagi wakil dari negara lain.

Selain pasangan ranking 19 BWF di atas, di sektor ini, Indonesia bisa berharap pada unggulan tiga, Adnan Maulana/Mychelle Crhystine Bandaso yang sukses melewati ujian pertama dari wakil Kamboja, Heng Mengleap/Phon Chenda 21-4, 21-6.

Hanya saja, kedua harapan Indonesia itu harus terutama mewaspadai pasangan-pasangan Thailand yang sudah sangat berkembang di sektor tersebut.

Ketiga,  selain keempat wakil di atas, Indonesia juga bisa berharap pada sektor tunggal, baik putra maupun putri, serta ganda putri.

Persaingan di ketiga sektor ini sangat ketat. Chicho Aura Dwi Wardoyo, wakil semata wayang tunggal putra yang menempati unggulan ketiga, akan bersaing dengan para pemain top dari Thailand dan Singapura.

Setelah melewati Sok Rikreay dar Kamboja, 21-10, 21-12, hanya dalam 25 menit, pemain kelahiran Jayapura itu akan menghadapi Jia Heng Jason The dari Singapura. Bila melaju, Chico berpeluang menghadapi unggulan kedua dari Thailand, Kunlavut Vitidsarn.

Selain pemain Thailand yang karib disapa View itu, langkah Chicho menuju podium juara bakal dihadang unggulan teratas sekaligus juara dunia 2021 dari Singapura, Loh Kean Yew.

Begitu juga di tunggal putri. Dua srikandi muda, Gregoria Mariska Tunjung dan Putri Kusuma Wardan yang hari ini kompak melewati wakil tuan rumah, akan diuji oleh Yeo Jia Min (unggulan dua dari Singapura) yang berada satu pool dengan Gregoria, dan unggulan teratas sekaligus pemain ranking 10 BWF, Pornpawee Chochuwong asal Thailand yang siap menghadang laju Putri KW ke partai final.

Bagaimana di ganda putri? Dua pasangan baru, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti dan Febby Valencia Dwijayanti Gani/Ribka Sugiarto akan kembali diuji para pemain Thailand.

Setelah gagal di final nomor beregu, keduanya bakal kembali bertemu pasangan reguler Gajah Putih dengan ranking dunia dan jam terbang lebih unggul.

Di babak delapan besar, Jumat (20/5/2022), Apri/Siti akan menantang unggulan teratas, Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai. Sementara, Febby/Ribka yang berada di pool bawah juga dipertemukan dengan lawan berat, unggulan kedua, Benyapa Aimsaard/Nuntakarn Aimsaard.

Pertemuan dini kedua pasangan Indonesia yang belum memiliki ranking dunia menghadapi lawannya yang sudah berada di posisi delapan dan 28 BWF itu adalah kunci menuju podium medali emas.

Bila Apri/Situ dan Febby/Ribka bisa memperbaiki kesalahan di nomor beregu dan bermain lebih kompak dengan semangat juang berkobar-kobar, maka salah satu dari antaranya bisa menandai debut mereka sebagai pasangan dengan manis. Bukan tidak mungkin, mereka akan memberi kado medali emas.

Akhirnya, target tiga medali emas bukan sesuatu yang mustahil. Demikian juga, tidak serta-merta tercapai. Kenyataan bisa saja tak seindah harapan.

Bila ranking dunia jadi patokan maka dua medali emas dari ganda putra dan ganda campuran seharusnya akan menjadi milik Indonesia. Dengan catatan, jaga konsistensi dan jangan jemawa.

Selebihnya, para pemain tunggal dan ganda putri bisa mencuri sedikitnya satu emas dari Singapura dan Thailand.

Bila demikian, siapa dari ketiga nomor terakhir itu yang bakal melengkapi atau bahkan melampaui target PBSI?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun