Berbagi bukan sesuatu yang tabu. Malah agama menganjurkannya. Umat Islam, berkaca pada Alquran dalam surat Al-Talaq ayat 7, Allah SWT memerintah untuk bersedekah sesuai kesanggupan.
“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS. Al-Talaq: 7)
Namun demikian, bersedekah bukan perkara mudah. Tak semudah mengucapkan. Butuh pembiasaan yang lahir dari pemahaman dan bersumber dari pendidikan yang benar.
Orang tua menjadi agen penting untuk melahirkan generasi yang mudah berbagi dengan ikhlas. Melatih anak agar tak bersifat egois melainkan bersolider adalah panggilan mulia.
Lantas, bagaimana strategi orang tua untuk memupuk bibit-bibit kebaikan itu pada buah hati mereka?
Pertama, mengucapkan kata “sedekah” atau “donasi” atau bahkan “berbagi” kepada anak tidak otomatis langsung dipahami. Konsep memberi sesuatu kepada orang lain dengan tulus akan tinggal tetap sebagai konsep “mati” bila tidak dijelaskan secara sederhana.
Kata itu perlu “dihidupkan.” Mulai dengan penjelasan yang mudah ditangkap, disertai alasan yang bisa diterima akal sehat mereka. Lebih bagus lagi, kalau dengan memberi contoh atau melakukannya secara nyata. Mulailah dengan contoh terdekat seperti pakaian atau mainan.
“Adik, baju kamu kan banyak sekali. Sepertinya lemarimu sudah tidak bisa menampung lagi. Bagaimana kalau adik pilih beberapa untuk diberikan kepada teman yang lagi butuh?”
“Kakak, baju yang tidak dipakai, lama-lama bisa rusak lo. Sayang, kan?”