Relasi itu, mengikuti Abi Quraish Shihab hendaknya dibangun di atas prinsip-prinsip kemanusiaan universal, bukan kepentingan diri dan kelompok sendiri.
Profersor Quraish dari kedalaman dan keluasan ilmunya sudah mengirim pesan yang berdaya menembus batas ruang dan waktu, serta mendobrak berbagai sekat primordial. Seruan itu masih aktual dan akan terus seperti itu tidak hanya saat pandemi, yang masih berlangsung meski hari-hari keagamaan kita datang dan pergi, tetapi bernilai sepanjang hayat.
Ada petuah lain dari  Profesor Quraish yang sempat saya simak dari stasiun televisi swasta lainnya. Saat itu ia berbicara tentang persetujuan bersama. Memang tidak mudah untuk mencapai konsensus baik dalam tataran teori maupun praktik. Kita perlu berpegang pada tuntunan agama dan budaya positif masyarakat.Â
Selama kita berpegang pada prinsip tersebut, maka kita tak perlu terpenjara pada suara-suara miring yang sejatinya hanya akan menghambat kita untuk melangkah maju.
Pesan lainnya yang masih terekam dalam benak berbunyi seperti ini.
"Siapa yang mendambakan teman tanpa kekurangan, dia akan hidup sendirian...Dan bagi mereka yang menuntut kerabat yang tidak bersalah, maka sepanjang masa ia memutuskan silaturahmi."
Bulan Ramadan yang istimewa ini sekiranya menjadi momentum kita untuk mempertajak solidaritas dan kemanusian serta  mengamalkan secara konsekuen dalam hidup sehari-hari.Â
Terima kasih Prof Quraish untuk petuahmu. Semoga kami selalu mengamini dan mengamalkannya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H