Â
Tim putri Indonesia sukses melewati hadangan kedua di penyisihan Grup A Piala Uber 2020. Usai mengalahkan Jerman 4-1, para srikandi Merah-Putih menumbangkan wakil Eropa lainnya, Prancis, dengan skor serupa.
Menariknya, kemenangan ini diraih dengan melakukan sejumlah perubahan. Dalam formasi yang diturunkan tim Indonesia, setidaknya ada dua perubahan yang dibuat.
Pertama, memasukan nama Nandini Putri Arumni sebagai pemain tunggal. Pemain 20 tahun itu diturunkan sebagai tunggal ketiga setelah Gregoria Mariska Tunjung dan Putri Kusuma Wardani.
Di pertandingan pertama kontra Jerman, posisi tersebut diberikan kepada pemain muda yang berusia jauh lebih muda, Ester Nurumi Tri Wardoyo. Percobaan menurunkan pemain 16 tahun saat itu belum berhasil. Pemain kelahiran Jaya Pura itu belum bisa menyumbang poin, kalah dalam pertarungan tiga gim dari Thuc Phuong Nguyen .
Kedua, sepenuhnya mengandalkan para pemain muda setelah Greysia Polii diistirahatkan. Sebagai gantinya, Putri Syaikah ditandemkan dengan Apriyani Rahayu. Menepikan pemain paling senior itu dengan sendirinya memberikan panggung bagi para penerus untuk merasakan pengalaman internasional.
Selain itu, ini menjadi sebuah langkah berani namun prospektif untuk menyiapkan penerus Greysia Polii yang berada di ambang pensiun. Sementara itu, Siti Fadia Silva Ramadhanti/Ribka Sugianto sebagai ganda pelapis sekaligus harapan masa depan terus diberi kepercayaan.
Jorji Makin Tenang
Begitu kesan umum yang ditangkap dari penampilan Jorji, begitu sapaan manis Gregoria Mariska. Menghadapi Marie Batomene, tunggal putri nomor satu Indonesia itu mampu bermain lebih baik ketimbang pertandingan sebelumnya.
Atlet kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, 22 tahun silam sempat mengalami kesulitan di awal gim pertama. Jorji kehilangan dua poin pertama. Namun, ia bisa menguasaan keadaan dan berbalik memimpin dua angka, 4-2.
Hingga interval pertama masih menjadi milik Jorji, 11-9. Situasi sempat berbalik ke pemain Prancis berperingkat 60 BWF saat memimpin 15-17.
Namun, Jorji kembali membuktikan ketenangannya. Ia lebih bisa menguasaan keadaan. Poin demi poin pun ia raih untuk menyamakan kedudukan, hingga mengunci set pertama, 21-18.
Permainan tunggal putri ranking 21 dunia itu semakin nyaman di set kedua. Langsung memimpin sejak awal, 5-1, berlanjut 11-6 di interval pertama, dan tidak memberikan kesempatan kepada lawan untuk mengembangkan permainan. Jorji pun menutup pertandingan straight set, 21-18 dan 21-13.
Usai laga, kepada badmintonindonesia.org, Jorji mengatakan dirinya merasa lebih nyaman setelah melewati tantangan di set pertama.
"Gim kedua saya sudah nyaman dan bisa menguasai keadaan. Permainan saya bisa lebih keluar semua."
Bagi Jorji ini kemenangan pertamanya atas pemain Prancis itu. Namun, di pentas Piala Uber, ini adalah kemenangan kesekian sejak ambil bagian di turnamen beregu putri itu. Jorji sanggup menjaga rekor sempurna alias tak pernah kalah.
Putri KW Makin Pede
Seperti Jorji, Putri Kusuma Wardani pun terus menjaga tren positif. Di pertandingan sebelumnya, Putri KW berhasil menyumbang poin bagi Indonesia dengan mengalahkan Ann Kathrin Spori, 21-11 dan 21-17.
Lawan yang dikalahkan dua hari lalu berperingkat lebih rendah darinya. Namun, hari ini, Putri KW menghadapi pemain Prancis dengan peringkat lebih tinggi. Dia adalah Leonice Huet.
Putri yang berada di ranking 126 bermain tenang dan semakin percaya diri. Ia tahu peringkat dunia lawan lebih tinggi. Namun, sejak awal pertandingan, Putri tak memberi kesempatan kepada pemain berperingkat 75 dunia.
Setelah mengambil enam poin pertama, Putri terus melaju hingga menutup interval pertama, 11-6. Wanita kelahiran Tangerang, Banten itu semakin tak terbendung. Memimpin, 13-7, 17-9, hingga tak memberi lawannya satu poin pun untuk menutup set pertama.
Putri, berusia 19 tahun, mampu menjaga konsistensi. Ini menjadi salah satu rahasianya sehingga bisa membuat pertandingan berakhir lebih cepat. Putri hanya butuh 29 menit untuk mengalahkan Leonice dengan skor mencolok, 21-9 dan 21-8.
Putri dan Leonice sebenarnya pernah bertemu sebelumnya. Pertemuan itu belum lama terjadi di turnamen Spain Masters 2021, Mei lalu. Saat itu, Putri menang dua gim, 21-8, 21-14.
Turnamen yang mengambil tempat di Huelva, markas pemain yang dikaguminya, Carolina Marin, berbuah gelar juara bagi Putri KW. Putri mengalahkan pemain muda Denmark, Line Christophersen, 21-15 dan 21-10.
"Saya bisa bermain lebih bervariasi. Ternyata menyulitkan lawan," ungkap putri usai pertandingan.
Debut manis Apri/Chika
Bagaimana cerita pertandingan pertama Apriyani Rahayu dan Putri Syaikah? Demikian pertanyaan yang bergelayut di benak para fan badminton Tanah Air. Tak sabar ingin melihat debut kedua pasangan muda itu.
Apri dan Chika, begitu tandem baru Apri disapa, sepertinya tidak kesulitan menghadapi Margot Lambert/Anne Tran. Pasangan baru Garuda itu belum berperingkat. Walau demikian, lawan yang dihadapi bukan pasangan berperingkat atas. Margot/Anne masih bertarung dari urutan 357 dunia.
Sempat alot di awal pertandingan, 2-1, 4-3, dan 7-4, Apri dan Chika bisa menjaga keunggulan hingga 11-9. Perjalanan keduanya pun seperti tanpa hambatan untuk memetik kemenangan di set pertama.
Usai menang 21-13, Apri dan Chika mampu menjaga pola permainan di set kedua. Memimpin 5-2, 8-5, hingga 11-7. Selanjutnya, langkah Apri dan Putri kian tak terbendung.
Mereka seperti bisa dengan mudah memetik poin demi poin untuk menyudahi pertandingan berdurasi 40 menit itu dengan skor akhir 21-13 dan 21-10. Debut manis bagi pasangan muda Indonesia!
Bagi Chika ini pengalaman berharga. Kelahiran Padang, 20 tahun lalu, mengakui itu. "Apalagi pertama kali main langsung berpartner dengan kak Apri. Ini pengalaman berharga banget buat saya."
Apri pun menempatkan dirinya sebagai  partner yang lebih memahami.  Apri memiliki kesan tersendiri tentang Chika. "Dari awal Chika sudah sangat siap saat masuk lapangan. Kami terus berkomunikasi di lapangan. Saling mendukung dan berpikir positif untuk membangun kekompakan."
Semoga awal baik ini terus berlanjut.
Dini cedera
Bagi Nandini Putri Arumni Piala Uber ini adalah kesempatan pertama baginya terlibat di turnamen beregu di level utama. Jelas, ini pengalaman berharga bagi pemain 20 tahun itu.
Sebagai tunggal ketiga, Dini berhadapan dengan Yaelle Hoyaux. Secara peringkat, Dini kurang diunggulkan. Dini masih merangkak dari luar lingkaran 500 dunia. Sementara lawannya sudah menjauh dari 100 besar, tepatnya di urutan ke-75.
Seperti tercermin dari ranking dunia, begitulah yang terjadi di lapangan pertandingan. Dini harus berjuang keras untuk menghadapi Yaelle.
Gim pertama, Dini terlihat belum nyaman. Ia masih kerap melakukan kesalahan sendiri. Sementara itu, lawannya mampu memanfaatkannya untuk mengambil poin. Sempat ketat, 4-3, lalu 6-6, setelah unggul di interval pertama, 6-11, Yaelle terus meninggalkan Dini.
Setelah tertinggal 7-15, jarak poin semakin melebar. Dini tak bisa berbuat banyak. Wakil Prancis itu bisa merebut set pertama, 12-21.
Dini, kelahiran Blora, Jawa Tengah, langsung tancap gas di set kedua. Ia tak ingin kembali menjadi bulan-bulanan Yaelle. Memimpin 3-0, berlanjut 7-1, dan 8-4. Perolehan poin Dini sempat terhambat saat lawannya memperkecil ketertinggalan 13-11. Namun, Dini kembali mendapat momentum untuk merebut set kedua.
Pertandingan berlanjut ke gim penentuan. Atlet jebolan PB Djarum Kudus benar-benar diuji. Keduanya terlibat persaingan ketat, 6-6, kemudian 9-9.
Dini sempat tertinggal 11-13, 13-15, dan 16-18. Namun, belum juga pertandingan rubber game usai, Dini mengalami cedera. Terjatuh dalam posisi tak siap membuatnya harus menghentikan pertandingan. Dini mundur dalam kedudukan 17-20.
Dini bukan pemain pertama yang mengalami cedera di panggung tersebut. Sebelumnya, beberapa pemain kawakan seperti Michelle Li, Saina Nehwal, Lea Palermo, dan Jenica Lesourd harus naik ke meja perawatan.
Dari informasi yang beredar, usai melakukan pemeriksaan, Dini didiagnosa menderita cedera lutut, tepatnya AC (anterior cruciate ligament).
Fadia/Ribka Kerja Keras
Siti Fadia Silva Ramadhanti/Ribka Sugianto harus bekerja keras saat menghadapi Marie Batomene/Delphine Delrue. Fadia/Ribka yang berperingkat 34 dunia tak bisa dengan mudah menegaskan status mereka sebagai unggulan di hadapan pemain belum memiliki ranking dunia itu.
Sejak awal pertandingan, kedua pasangan terlibat persaingan ketat. Sempat memimpin, 3-2, 7-2, 8-5, hingga 11-8, pasangan masa depan Indonesia itu mendapat kesempatan untuk meninggalkan lawannya dalam kedudukan 16-12.
Namun, konsistensi Fadia/Ribka mulai goyah di hadapan serangan demi serangan yang dilancarkan Marie/Delphine. Alhasil, lawannya itu mampu mendekatkan ketertinggalan hingga membuat skor identik, 20-20.
Fadia/Ribka mendapat ujian di momen-momen krusial. Sempat ketat, wakil Merah-Putih itu akhirnya bisa merebut dua poin terakhir.
Kemenangan 23-23 di set pertama justru membuat persaingan semakin ketat di set berikutnya. Seperti sebelumnya, Fadia/Ribka mampu memimpin 11-9 setelah sempat tertinggal 5-6.
Setelah interval itu persaingan di lapangan pertandingan membuat para penonton yang menyaksikan tayangan melalui layanan yang terbatas ikut terbawa. Adrenalin para penggemar dan pendukung wakil Indonesia tertantang. Apalagi saat posisi sama kuat, 20-20.
Beruntung, Fadia/Ribka bisa menjaga fokus. Konsentrasi mereka terjaga seperti saat mengalahkan pemain Jerman di laga pertama. Dua poin terakhir akhirnya berhasil direbut Fadia/Ribka.
Laga Berat Menanti
Kemenangan 23-21 dan 22-20 dalam tempo 52 menit itu memastikan tim Indonesia menyegel satu tempat di babak perempat final.
Pertandingan terakhir menghadapi Jepang pada Selasa (12/10/2021) akan menentukan status juara Grup A. Jepang yang baru akan bertanding beberapa jam kemudian diprediksi akan mengalahkan Jerman.
Di atas kertas, tim Matahari Terbit adalah lawan terberat. Tidak hanya di mata Indonesia tetapi seluruh kontestan.
Jepang menjadi salah satu kandidat kuat menjadi juara di turnamen ini. Tim itu memiliki sederet pemain bintang di semua lini. Di sektor ganda dan tunggal, Jepang memiliki beberapa lapis pemain dengan kualitas berimbang. Â Hanya Greysia Polii/Apriyani Rahayu yang bisa bersaing dengan mereka, baik dari sisi pengalaman, prestasi, maupun peringkat dunia.
Sementara itu, mayoritas pemain Indonesia, selain muda dari segi usia juga belum banyak jam terbang internasional.
Jelas, ini menjadi tantangan berat yang menuntut dua hal. Pertama, kerja keras untuk tidak sampai kalah mencolok. Kedua, kecermatan strategi untuk memilih formasi agar bisa mencuri poin dan tak sampai kalah telak, atau dengan sengaja menyerah sambil mempersiapkan diri untuk menghadapi pertarungan di babak delapan besar.
Mari menanti seperti apa kejutan yang akan dilakukan tim pelatih di laga berikutnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H