"Jalan masih panjang. Menang tidak perlu dipuji setinggi langit. Kalah tidak perlu diserang/dihantam seperti ditenggelamkan ke dalam air."
(Hendrawan)
 Ada satu momen emosional yang ditunjukkan Hendrawan saat diwawancarai Astro Nadi Arena pada Selasa, 23 Maret 2021 lalu. Wawancara itu terjadi dua hari setelah Lee Zii Jia naik podium tertinggi di All England.
Lee Zii Jia menjadi juara di turnamen tertua di dunia yang berlangsung di Utilita Arena, Birmingham, Inggris, dengan mengalahkan Viktor Axelsen. Kemenangan fenomenal pemain tunggal putra Malaysia itu terjadi melalui pertarungan epik rubber set, 30-29, 20-22, 21-9.
Rakyat Negeri Jiran larut dalam sukacita. Gelar juara itu mengakhiri penantian Malaysia sejak Lee Chong Wei mengukirnya pada 2017. Seorang pemain muda, kini berusia 23 tahun, berhasil menuntaskan puasa gelar di turnamen prestisius itu.
Di tengah euforia itu, Hendrawan justru menunjukkan sesuatu yang tampak sebaliknya. Hendrawan harus menyeka air matanya. Perasaannya seperti campur aduk, antara sedih dan bahagia.
Di satu sisi, sebagai pelatih kepala tunggal putra Malaysia, gelar juara tersebut sungguh menggembirakan. Di sisi lain, pencapaian itu sekaligus menjadi jawaban atas berbagai kritik yang menyasar dirinya.
Sejak menjadi pelatih kepala pada awal tahun sebelumnya, Hendrawan harus berjuang untuk bisa menjawab kepercayaan Asosiasi Bulutangkis Malaysia (BAM). Salah satu tantangan terberat terjadi di awal tahun ini.