Sebagai sebuah klub yang memiliki moto "Mes Que Un Club," kiprah dan keberadaan Barcelona selalu menarik dan penting. Sekurang-kurangnya di mata para penggemarnya.
Semboyan "lebih dari sebuh klub" itu semakin terasa kuat menggema dalam sejumlah situasi. Salah satunya saat menghadapi krisis. Apakah di tengah badai seperti saat ini, Barca tetap menjadi lebih dari sekadar sebuah tim?
Bisa jadi, karena kadung tertanam semangat lebih dari sebuah klub itu maka setiap perubahan, apalagi ke arah yang tak dikehendaki, akan memantik reaksi luas.
Barca saat ini sedang diliputi banyak persoalan. Kepergian Lionel Messi yang terbungkus dalam lilitan masalah finansial yang gawat meninggalkan klub dalam situasi mengkhawatirkan. Ronald Koeman sebagai juru taktik tak bisa berbuat banyak saat menghadapi persaingan ketat dengan mengandalkan amunisi seadanya.
Situasi itu terbaca jelas sejak awal musim ini. Setelah dipermalukan Bayern Muenchen, 0-3, di pekan pertama penyisihan grup Liga Champions Eropa, Barca tampak semakin melemah.
Barcelona tersandung imbang 1-1 di kandang Granada dan harus menunggu menit ke-90 untuk menyamakan kedudukan. Selanjutnya kembali bermain imbang, kali ini tanpa gol menghadapi tim promosi Cadiz.
Sempat bangkit dengan kemenangan 3-0 atas Levante, Blaugrana kembali jatuh ke titik nadir di "matchday" kedua Liga Champions.
Alih-alih membawa pulang poin, Barca justru tersungkur di Stadion Da Luz, Kamis (30/9/2021) dini hari WIB. Kekalahan telak 0-3 dari tuan rumah Benfica, menjadi isyarat Barca masih setia dengan moto di atas, tetapi tidak dalam arti yang diharapkan.
Dibanding dua pertandingan sebelumnya, penampilan Barca kali ini lebih memilukan. Kita coba garisbawahi hasil imbang di pekan kelima sebagai gambaran bahwa performa Barca semakin mengkhawatirkan.