Pertandingan antara Denmark menghadapi Indonesia pada Rabu (29/9/2021) akan menentukan status juara dan runner-up Grup C Piala Sudirman 2021. Sebelumnya, kedua tim hanya mengalami sedikit hambatan kala menghadapi NBFR (National Badminton Federation of Russia) dan Kanada.
Denmark menghantam Kanada 5-0 pada Minggu (26/9/2021) dan sempat kehilangan satu partai kala menghadapi NFBR sehari berselang. Sementara Indonesia, pada waktu yang sama, mengalahkan NFBR 5-0 dan dengan tim pelapis harus berjuang keras mengatasi Kanada, 3-2.
Kemenangan Denmark dan Indonesia di dua pertandingan sebelumnya semakin menempatkan pertandingan pamungkas grup ini sebagai "big match."
Kedua tim sudah 10 kali bertemu di penyisihan grup Piala Sudirman. Frekuensi pertemuan paling tinggi dibanding dengan dan di antara tim-tim lain. Tak berlebihan bila duel Indonesia vs Denmark di laiknya " El Clasico" di panggung Piala Sudirman.
Pemenang di edisi ke-17 ini akan lolos ke babak perempat final sebagai jawara grup. Sementara NBFR dan Kanada otomatis tersisih.Tentu, selain soal menjaga gengsi, kemenangan akan membuka peluang menghindari tim-tim unggulan dalam perebutan tiket semi final.
Energia Areena, Vantaa, Finlandia, bakal menjadi palagan bagi dua tim unggulan ini. Kepercayaan diri Denmark yang bisa merasa diri sebagai tuan rumah dipertebal oleh kehadiran juara tunggal putra Olimpiade Tokyo, Viktor Axelsen.
Axelsen dalam sebuah pernyataan kepada situs resmi BWF beberapa waktu lalu mengaku mereka adalah tim yang rumit. Prestasi individu Axelsen mulai dari juara dunia, pemenang olimpiade, hingga secara tim pernah meraih gelar beregu, Piala Thomas memberi mereka motivasi tambahan. Tetapi di sisi berbeda, mereka bukanlah jagoan utama di pentas ini.
Selengkapnya Axelsen mengatakan demikian. "Tim Denmark adalah tim yang rumit, kami sulit untuk dibicarakan karena kami dapat melakukannya dengan sangat baik, saya pikir, tetapi jelas juga kami bukan favorit terbesar di sini. Para pemain kunci harus tampil, dan kami juga harus membuat beberapa kejutan di sepanjang jalan."
Medali emas yang baru diraih di Tokyo membuat Axelsen lebih percaya diri. Ia bisa tampil lebih tenang. Menjawab pertanyaan apakah ia bisa menjaga level permainan yang sama, Axelsen menjawab,"Saya akan siap untuk melakukan yang terbaik."
Axelsen mafhum medali emas yang tersimpan di rumah juga menjadi beban yang harus dipikul di berbagai turnamen. Hanya saja, ia berdalih, tekanan sudah menjadi makanan sehari-hari. Ia sudah terbiasa menghadapi tekanan selama bertahun-tahun.
"Yah, aku masih Viktor... Ada tekanan, tapi itu sudah ada selama bertahun-tahun. Jadi saya hanya mencoba untuk menavigasi dengan cara terbaik dengan kedua kaki di tanah dan itu bekerja dengan baik sejauh ini."
Apakah dengan demikian kans tim Indonesia memenangi pertandingan ini menjadi semakin kecil? Tentu tidak. Walau Denmark memiliki jawara Olimpiade, Indonesia pun tak gentar.
Justru ekspektasi pada Axelsen menjadi lebih tinggi. Ia diharapkan bisa memberikan suntikan energi bagi para pemain lain. Sementara ini bukan turnamen perorangan yang bertumpu semata-mata pada individu tertentu.
"Jelas Piala Sudirman sulit untuk dimenangkan karena kami tahu segalanya harus sesuai, semua orang harus menampilkan yang terbaik," Axelsen mengakui.
Menguntungkan
Faktor Axelsen membuat Denmark bisa lebih yakin menghadapi Indonesia. Tiket ke babak delapan besar yang sudah diraih membuat para pemain Tim Dinamit bisa lebih lepas bermain.
Walau demikian, Denmark tidak ingin membuang kesempatan untuk menjadi juara grup agar jalan mengakhiri penantian panjang merasakan manisnya gelar Piala Sudirman lebih terbuka lebar.
Indonesia pasti tidak akan tinggal diam. Target tinggi mengakhiri penantian 32 tahun menjadi juara harus dimulai secara meyakinkan sejak babak grup. Skuad Garud memiliki modal yang lebih dari cukup untuk mewujudkannya, termasuk melewati hadangan Denmark.
Pertama, bila Denmark memiliki bekal medali emas Olimpiade dari Axelsen, Indonesia pun memilikinya. Pasangan ganda putri, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.
Pasangan ranking enam BWF ini memiliki pengalaman dan prestasi yang lebih mumpuni ketimbang ganda putri terbaik Denmark yang kini berada di posisi 16 dunia, Maiken Fruergaard/Sara Thygesen.
Kedua, Indonesia memiliki tiga pasangan ganda putra, dengan dua di antaranya menguasai ranking dunia. Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan.
Minions dan Daddies yang kini berada di posisi pertama dan kedua BWF bakal menyulitkan Denmark yang akan mengandalkan Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen.
Bila bukan pasangan nomor 11 dunia itu, Denmark mungkin bisa membuat kejutan dengan mengkombinasikan Astrup atau Rasmussen dengan salah satu dari Mads Pieler Kolding, Niclas Nohr, Frederik Sogaard atau Mathias Thyrri. Atau bahkan tidak melibatkan Astrup dan Rasmussen sama sekali dengan menghadirkan kombinasi kejutan.
Namun, pilihan kedua sepertinya sulit diambil. Pasalnya, percobaan memadukan Rasmussen/Sogaard saat menghadapi Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov dari Rusia justru tak sesuai harapan. Akan lebih sulit lagi mengambil pilihan ketiga.
Menghadapi Minions atau Daddies tidak cukup dengan modal bongkar-pasang, apalagi mengharapkan campur tangan Dewi Fortuna.
Ketiga, Denmark tentu tidak ingin bermain-main dengan menurunkan ganda campuran pelapis Niclas Nohr/Amalie Magelund. Keduanya bukan tandingan bagi Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti.
Mathias Christiansen/Alexandra Boje berpotensi menjadi pilihan pertama. Meski begitu, Praveen/Melati tetap memiliki peluang menang lebih besar. Juara All England 2020 itu memiliki jam terbang lebih tinggi dari pasangan muda yang berada di ranking 16 dunia.
Bila ingin diturunkan lagi, Denmark tentu harus mempersiapkan Mathias/Alexandra lebih baik. Pasalnya, keduanya menelan pil pahit saat menghadapi pasangan Rusia berperingkat 20 BWF, Radion Alimov/Alina Davetova, 21-18, 16-21, dan 11-21.
Praveen/Melati hanya perlu mematangkan komunikasi, menjaga konsistensi, dan mengurangi kesalahan sendiri untuk menyumbang poin. Smes keras Ucok, sapaan karib Praveen, seperti ditunjukkan di pertandingan kontra Rusia, berikut penguasaan lapangan yang lebih baik dari Melati adalah senjata menumpas wakil Denmark.
Keempat, secara matematis dengan mengunci kemenangan di tiga nomor di atas, Indonesia sudah bisa mengklaim kemenangan. Apakah dengan demikian di dua nomor lainnya, yakni tunggal putra dan tunggal putri, Indonesia akan menyerahkan kemenangan begitu saja kepada Denmark? Sekali lagi, tidak.
Ginting berpeluang besar menghadapi Axelsen di panggung beregu campuran ini. Medali perunggu yang Ginting raih di Olimpiade akan melipatgandakan semangatnya untuk menumbangkan Axelsen. Axelsen boleh saja jemawa ketika bertemu para pemain lainnya. Tetapi tidak halnya dengan Ginting. Di hadapan Ginting, Axelsen bisa mendapat mimpi buruk.
Denmark bisa juga membuat kejutan. Alih-alih menurunkan Axelsen, Tim Dinamit justru memasukan nama Anders Antonsen.Â
Sektor lainnya, Denmark memiliki dua pilihan di tunggal putri. Ada Mia Blichfeldt dan Line Christophersen. Kedua pemain ini bergantian tampil di dua pertandingan sebelumnya.
Untuk menghadapi Indonesia, Denmark tentu akan menurunkan pilihan utama yakni Mia, ketimbang Line yang baru berusia 21 tahun dan masih minim pengalaman.
Mia kini berada di lingkaran 12 besar dunia. Posisinya jauh di atas tunggal putri terbaik Tanah Air, Gregoria Mariska Tunjung. Walau begitu, Jorji tetap berpeluang menang bila mampu bermain tenang dan taktis.
Apakah tim Indonesia akan menurunkan Jorji? Atau justru memberi tempat kepada Putri KW yang belum mendapat kesempatan?
Kelima, selain faktor teknis di atas, Indonesia juga bisa mengambil untung dari faktor non-teknis. Pengalaman Greysia dan Hendra/Ahsan menjadi katalis untuk mempertebal semangat dan keyakinan para pemain yang lebih muda.
Bagi ketiga pemain senior itu, edisi Piala Sudirman ini adalah yang terakhir. Mereka tentu tidak ingin gantung raket dengan melepaskan peluang melengkapi lemari prestasi mereka dengan trofi beregu campuran ini.
Faktor lainnya adalah strategi. Denmark memilih menurunkan tim lapis kedua di pertandingan pembuka menghadapi Kanada. Sementara di laga kedua versus Rusia, Denmark menurunkan hampir semua pemain terbaik, kecuali sedikit bongkar pasang di ganda putra.
Sementara itu, Indonesia, menurunkan tim terbaik, kecuali ganda putri di pertandingan pertama dan memberikan kesempatan kepada para pemain muda dan para pemain pelapis di pertandingan kedua. Greys dan Apri baru dimainkan di laga kedua.
Dengan demikian, sebagian besar jagoan Indonesia memiliki waktu istirahat lebih lama ketimbang para pemain utama Denmark. Hal ini bisa membuat Indonesia di atas angin. Para pangeran dan srikandi Merah-Putih mendapat fisik yang lebih prima di laga yang menentukan siapa yang finis sebagai juara dan runner-up grup.
Hanya saja, para pemain profesional sebenarnya sudah terbiasa menghadapi agenda pertandingan maraton dengan waktu istirahat sangat sedikit. Apalagi di tengah musim kompetisi yang tidak menentu dengan banyaknya agenda turnamen yang dibatalkan karena pandemi Covid-19 membuat para pemain butuh lebih banyak menit bermain.
Fisik yang sudah mulai diajak bekerja dan ritme bertanding yang sudah mulai didapat para pemain utama Denmark di laga kedua hanya mengalami jeda sehari ketimbang para andalan Merah-Putih dengan dua hari istirahat.
Akhirnya, susunan pemain yang diturunkan kedua tim, masih menjadi tanda tanya. Bisa saja ada kejutan yang terjadi. Biasanya, kedua tim baru akan merilis "line-up" beberapa jam sebelum pertandingan.Â
Terlepas dari formasi yang akan dipakai untuk menghadapi "line-up" lawan, semoga para pemain Indonesia bisa mengakali secara taktis jeda cukup panjang itu untuk mendapatkan kondisi terbaik saat meladeni Denmark dalam duel klasik ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI