Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Pensiunnya Hiroyuki Endo dan Mundurnya Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, Kehilangan bagi Jepang dan Keuntungan untuk Indonesia

10 September 2021   11:38 Diperbarui: 11 September 2021   18:32 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo runner-up dari Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe di  All England Open 2020: badmintonindonesia.org

Tim bulu tangkis Jepang, khususnya sektor ganda putra, akan berkurang kekuatannya. Pasalnya, tiga pemain andalan, Hiroyuki Endo, Takeshi Kamura, dan Keigo Sonoda memutuskan mundur dari tim nasional.

Berita tersebut mulai tersiar luas usai diberitakan Jiji.com, (8/9/2021) petang WIB. Tentu, kabar tersebut menjadi pukulan bagi para penggemar bulutangkis di Negeri Sakura. Begitu juga bagi fan mereka di luar negeri.

Betapa tidak. Mereka adalah pemain ganda putra Jepang dengan rangking dunia terbaik saat ini. Tak ada pasangan Jepang lainnya yang berada di lingkaran 15 besar dunia selain mereka.

Sementara itu, bagi para rival, berita tersebut menjadi sebuah kabar gembira. Tidak terkecuali bagi para pemain ganda putra Indonesia.

Namun demikian, tanpa mereka aroma rivalitas yang sudah dibangun tiba-tiba lesap. Berakhir sudah harapan publik menyaksikan mereka saling beradu dengan lawan yang dianggap musuh bebuyutan.

Pensiunnya para pemain yang telah malang melintang bertahun-tahun di arena bulutangkis akan menjadi sebuah kehilangan. Ada rindu yang selalu tersimpan untuk mereka.

Hiroyuki Endo: Instagram @bwf.official. 
Hiroyuki Endo: Instagram @bwf.official. 

Sejumlah alasan

Kita tentu bertanya mengapa Endo memutuskan untuk mengakhiri kariernya. Usianya memang sudah lewat kepala tiga. Namun, ia masih lebih muda dibanding Ahsan yang sudah berusia 37 tahun tetapi belum menunjukkan isyarat gantung raket.

Sebagaimana diungkapkan pelatih ganda putra PBSI, Herry IP, Endo merasa berat hati melihat Yuta Watanabe bermain rangkap. Selain di ganda putra, Yuta juga berpasangan dengan Arisa Highasino di ganda campuran.

Herry sudah tahu kabar pensiunnya Endo saat Olimpiade Tokyo. Ia mendengarnya dari Rionny Mainaky yang pernah menangani bulutangkis Jepang.

"Saya lihat Endo menghampiri Rionny dan ngobrol agak lama. Pas sudah selesai, saya lalu tanya ke Rionny, 'ada apa?'. Kemudian Rionny menjawab kalau Endo mau mundur dari timnas Jepang," ungkap Herry IP sebagaimana dilansir dari BolaSport.com.

Sosok pelatih yang dijuliki Naga Api itu mengatakan Endo ingin agar partnernya itu fokus di ganda putra. Sementara itu Yuta yang masih berusia 24 tahun sepertinya bergeming.

Yuta menjadi salah satu pemain dengan kemampuan luar biasa. Ia bisa bermain di dua nomor berbeda dengan sama bagusnya. Selain berprestasi di ganda putra, ia pun mengukirnya di ganda campuran. Bersama Arisa keduanya meraih medali perunggu Olimpiade Tokyo dan kini berada di posisi lima besar dunia.

Endo saat berpasangan dengan Kenichi Hayakawa: djarumbadminton.com
Endo saat berpasangan dengan Kenichi Hayakawa: djarumbadminton.com

"Endo maunya Yuta fokus main ganda putra saja sama dia, sementara Yuta, karena kemarin dapat medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020 di ganda campuran, masih mau main rangkap. Akhirnya, Endo milih mundur."

Kita tentu bisa mempertanyakan alasan tersebut. Kalau memang benar demikian, mengapa Endo meminta Yuta untuk fokus bermain bersamanya sementara pemain muda itu sudah menunjukkan hasil maksimal di dua nomor?

Dengan kata lain, bila ia bisa bermain rangkap dengan sama baiknya, mengapa harus dibatasi? Bukannya, dalam hal-hal tertentu adalah sebuah keuntungan baik bagi Jepang maupun pemain bersangkutan?

Jepang belum mempunya pemain dengan kemampuan dan prestasi bermain rangkap sebagus Yuta saat ini. Yuta pun sudah menunjukkan bahwa ia bisa menjadi pemain Jepang dengan rangking dunia terbaik di dua nomor berbeda saat ini. Apakah dengan fokus di satu nomor, prestasinya akan otomatis melejit lebih tinggi?

Sementara itu, mundurnya Kamura dan Sonoda dari timnas bisa jadi dipengaruhi oleh perubahan dalam kehidupan pribadi mereka. Salah satunya adalah Kamura yang baru saja menikah.

Entah apa alasan sesungguhnya, keputusan sudah diambil. Babak baru menanti mereka.

Endo, Sang Legenda

Bila Indonesia masih memiliki Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan sebagai pasangan paling senior yang masih aktif bermain, Jepang sempat mempunyai Hiroyuki Endo, Kamura, dan Sonoda.

Dari ketiga nama itu, Endo terbilang paling senior. Usianya sudah 34 tahun. Ia sudah memberikan banyak kontribusi bagi Jepang. Sepanjang kariernya, pria yang berulangtahun saban 16 Desember itu sudah berpasangan dengan sejumlah pemain dan meraih hasil beragam.

Sejumlah pencapaian terbaik Endo di antaranya meraih perunggu Kejuaraan Dunia 2015. Saat itu ia berpasangan dengan Kenichi Hayakawa. Mereka menjadi bagian dari skuad Jepang yang memenangi Piala Thomas 2014.

Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir ia sukses mendongkrak juniornya Yuta Watanabe hingga mampu bersaing di level atas dunia.

Pasangan yang kini menempati rangking lima dunia mencatatkan hasil gemilang di panggung All England dalam dua edisi terakhir, 2020 dan 2021. Mereka adalah sang juara bertahan dalam dua edisi beruntun.

Endo dan Yuta sebenarnya memiliki target tinggi di Olimpiade Tokyo 2020. Bermain di kandang sendiri, keduanya tidak ingin mengecewakan pendukungnya. Sayangnya, langkah mereka terhenti di babak perempat final.

Keduanya harus mengakui keunggulan Lee Yang/Wang Chi Lin. Kekalahan cukup mudah, straight set, 16-21, 19-21, membuat mereka diliputi penyesalan. Di sisi lain, keduanya seakan membuka jalan bagi pasangan Taiwan itu yang kemudian keluar sebagai juara.

Endo lebih kecewa lagi. Ia kembali gagal di edisi Olimpiade kedua. Sebelumnya di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, bersama Kenichi Hayakawa mereka gagal berbicara banyak.

Namun demikian, salah satu kemenangan penting mereka torehkan kala itu. Untuk pertama kali dalam sembilan pertemuan, mereka berhasil mengalahkan Mohammad Ahasan/Hendra Setiawan. Itu terjadi di penyisihan grup.

Tak heran pensiunnya Endo menjadi sebuah kehilangan bagi bulutangkis Jepang. Terutama bagi Yuta Watanabe yang terbukti mampu mengimbangi dan melengkapinya di lapangan pertandingan.

"Terima kasih atas kerja keras Anda sebagai perwakilan nasional! Anda tinggal sebagai anggota tim A selama 13 tahun. Anda menumpuk daya tahan hari demi hari. Saya kira Anda bisa melakukannya karena Anda benci kalah. Saya tahu Anda telah melalui banyak hal, tetapi Anda luar biasa!"

Demikian tulis istri Endo di twitter. Banyak pesan dan ungkapan membanjiri Endo. Setelah ini, Endo dikabarkan tidak akan meninggalkan dunia yang telah membesarkan namanya. Ia akan berpindah posisi menjadi pelatih, mengabdi di klub yang telah mengorbitnya, Nihon Unisys.

Pemain independen

Bila Sonoda benar-benar gantung raket, Kamura dan Sonoda masih akan bertanding. Hanya saja mereka akan memilih jalur independen.

Sebagaimana dikabarkan Sonoda di jejaring media sosialnya, setelah satu dekade berseragam timnas, saatnya baginya untuk mengambil jalur di luar pelatnas.

"Mengambil keuntungan dari keberhasilan akhir Olimpiade, saya tidak lagi menjadi perwakilan Jepang... Saya telah bekerja keras sebagai perwakilan Jepang selama lebih dari 10 tahun. Terima kasih banyak untuk waktu yang lama."

Kamura/Sonoda bersanding dengan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya: Instagram/bwf.official
Kamura/Sonoda bersanding dengan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya: Instagram/bwf.official

Sonoda masih memiliki target untuk dicapai. Ia mengincar Olimpiade Paris, tiga tahun mendatang.

"(Saya) mengincar Olimpiade Paris, yang masih bisa dilakukan! Saya ingin melihat lebih banyak kesuksesan! Saya menerima banyak pesan dari penggemar yang menanyakan apa yang akan terjadi dengan saya sekarang, saya menantikan dukungan Anda," sambung Sonoda.

Sonoda memiliki kenangan manis bersama Endo yang disebutnya sebagai legenda sekaligus panutan. Itu terjadi di final All England 2021.

Dalam duel tersebut, Keigo/Sonoda harus mengakui keunggulan pasangan berbeda generasi usai bertarung tiga gim, 21-15, 17-21, 21-11.

Kerugian Jepang

Keputusan yang diambil ketiga pemain di atas bisa mendatangkan kerugian bagi Jepang. Setidaknya dalam beberapa hal ini.

Pertama, kehilangan bagi Yuta Watanabe. Seperti sudah disinggung, Endo dan Watanabe adalah pasangan ganda putra terbaik Jepang saat ini. Mundurnya Endo, Watanabe jelas harus berpasangan dengan pemain lainnya. Untuk bisa menyamai pencapaiannya bersama Endo, Watanabe tentu butuh waktu.

Entah berapa lama kita menanti Watanabe dan pasangan barunya kembali ke jajaran elite dunia.

Kedua, kehilangan bagi Jepang. Endo adalah pemain paling senior dan berpengalaman. Ia sudah membuktikan mampu mendongkrak penerusnya. Dalam lima tahun bersama Yuta, mereka sudah mengukir banyak prestasi.

Sementara itu, sebelum Endo/Watanabe melejit,  Keigo/Sonoda pun sudah mewakili Jepang dalam banyak kejuaraan. Hasilnya pun tak bisa diremehkan. Salah satunya adalah medali perak Kejuaraan Dunia 2018. Keduanya kalah dari Li Junhui/Liu Yuchen, 21-12 dan 21-19. Hasil tersebut memperbaiki catatan dari tahun sebelumnya yang berakhir dengan medali perunggu.

Yuta Watanabe, bertubuh mungil tapi ciamik di lapangan badminton:  VCG via Getty Images
Yuta Watanabe, bertubuh mungil tapi ciamik di lapangan badminton:  VCG via Getty Images

Tanpa Keigo/Sonoda, serta "perceraian"  Endo dan Watanabe, Jepang harus bekerja keras untuk mencari pengganti. Saat ini pasangan Jepang dengan rangking dunia terbaik setelah kedua pasangan itu adalah Takuro Hoki/Yugo Kobayashi di posisi 16 dunia.

Ketiga, mempengaruhi kekuatan Jepang di Piala Sudirman 2021 dan Piala Thomas dan Piala Uber 2020. Dua turnamen beregu itu akan digelar secara beruntun tak lebih dari satu bulan.

Jepang tergabung di Grup D Piala Sudirman bersama Malaysia, Inggris, dan Mesir. Turnamen beregu campuran ini akan berlangsung di Vantaa, Finlandia, 26 September-3 Oktober 2021.

Tanpa ketiga pemain itu, tidak mudah bagi Jepang untuk mengimbangi para pemain ganda Malaysia, juga Inggris. Sebagai gantinya, Jepang akan bergantung sepenuhnya pada sektor tunggal putri, ganda putri, dan ganda campuran.

Sementara itu, tantangan lebih berat menanti Jepang di Piala Thomas yang digelar sepekan setelah itu di Aarhus, Denmark. Lagi-lagi Jepang akan melewati hadangan Malaysia, Inggris, serta pendatang baru, Kanada di Grup D.

Keuntungan bagi Minions Cs

Tentu ada harga yang harus dibayar di balik kehilangan tiga pemain berpengalaman itu. Di balik pensiunnya Endo, lalu keputusan Keigo/Sonoda keluar dari timnas, tentu memberikan hikmah bagi banyak pihak.

Bagi Jepang, proses regenerasi bisa terus berlangsung dan dipercepat. Bila selama ini sektor ganda putra selalu bergantung pada ketiga pemain senior ini, maka saatnya Jepang memberi kesempatan lebih luas kepada para pemain muda. Ketiga pemain itu boleh pergi, tetapi kiprah bulutangkis Jepang terus berjalan.

Di sisi lain, memberikan angin segar bagi para lawan. Tidak terkecuali untuk -pasangan-pasangan Merah-Putih. 

Ada slot di papan atas rangking BWF bakal kosong. Ini jadi kesempatan bagi para pemain Indonesia seperti Fajar Alfian/Rian Ardianto untuk memperebutkannya.

Selain itu, daftar pasangan top makin berkurang. Para pemain Indonesia bisa lebih fokus meladeni yang lain.

Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo khususnya, diuntungkan dengan perpisahahan Endo dan Watanabe.

Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo runner-up dari Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe di  All England Open 2020: badmintonindonesia.org
Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo runner-up dari Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe di  All England Open 2020: badmintonindonesia.org

Sebelumnya Endo/Watabane kerap menyulitkan Minions. Dari delapan pertemuan, pasangan nomor satu dunia itu hanya mampu memetik dua kemenangan.

Beberapa kenangan pahit pernah dialami Minions di beberapa turnamen penting. Mulai dari Kejuaraan Bulutangkis Asia 2019, perempat final Thailand Open 2019, perempat final Hong Kong Open 2019, semi final BWF World Tour Finals 2019, hingga final All England 2020.

Di turnamen terakhir itu, Endo/Watabane membuat Minions tak bisa mencapai klimaks. Duel sengit tiga gim berakhir dengan skor 18-21, 21-12, dan 19-21. Harapan Minions mengulangi kenangan manis di edisi 2017 tak terjadi.

Dengan demikian, di masa depan, kita tak lagi menyaksikan keseruan pertemuan kedua pasangan itu. Minions belum juga mengejar ketertinggalan head to head tetapi Endo/Watanabe sudah harus berpisah.

Arigato gozaimasu Endo!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun