Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Spiritualitas David Jacobs, Melampaui Usia dan Keterbatasan Fisik Berujung Medali Paralimpiade

29 Agustus 2021   22:56 Diperbarui: 30 Agustus 2021   11:15 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIA yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13)

Kutipan dari salah satu nas Kita Suci (baca Alkitab) di atas muncul tidak tanpa alasan. Sengaja saya ambil dari postingan terakhir David Jacobs di akun instagramnya @davidjacobs_tabletennis77, beberapa hari lalu.

David menulis kutipan itu menyertai dua potret dirinya yang digabung jadi satu. Pada salah satu sisi memperlihatkan luapan ekspresinya dengan bet tenis meja di tangan kanannya. Gambar itu seakan menunjukkan kegembiraannya usai meraih poin atau kemenangan.

Pada sisi yang lain, David tampak tersenyum simpul. Kedua tangannya sedang memegang sehelai bendera Merah-Putih.

Bisa dipastikan postingan ini ia unggah beberapa waktu sebelum berlaga di Paralimpiade Tokyo. Tidak ada keterangan waktu yang lebih jelas di unggahan tersebut. Selain informasi singkat: lima hari lalu.

Bila keterangan itu saya baca pada Minggu, (29/8/2021), maka bisa diperkirakan ia mengunggahnya sekitar Selasa, (24/8/2021).

Saat itu David sebenarnya sedang mempersiapkan diri menghadapi pertandingan pertama di nomor tunggal putra klasifikasi Kelas 10. Atlet paratenis meja ini menghadapi Luka Bakic dari Montenegro di Tokyo Metropolitan Gymnasium, Rabu (25/8/2021) siang WIB.

Di pesta olahraga kaum disabilitas ini, David tidak hanya menjadi andalan Indonesia di nomor tunggal putra. Ia juga menjadi tumpuan tim Merah-Putih di nomor beregu bersama pasangan terbaiknya, Komet Akbar.

David Jacobs bersama Komet Akbar: Detik.com
David Jacobs bersama Komet Akbar: Detik.com

Berujung medali

Kembali ke soal postingan di atas. Unggahan tersebut banjir komentar. Sebagian besar berisi dukungan. Salah satu respon berbunyi demikian. "Semoga dapat hasil terbaik ya bung diTokyo.Amin."

Ternyata dukungan dan doa-doa yang mengalir dari tanah air bisa memberikan semangat kepada David. Dengan segala daya dan upayanya, ia kemudian bisa memberi kita medali.

David berhasil menyumbang medali perunggu bagi tim Indonesia. Kabar gembira itu datang pada Sabtu, (28/8/2021) siang WIB. Tersiar tak lama setelah ia mengunci tiket semi final, lantas dipertegas setelah pertandingan menghadapi Mateo Boheas.

Di pertandingan itu, David harus mengakui keunggulan atlet asal Prancis itu. David menyerah setelah bertarung lima set dengan skor akhir 2-3. Kekalahan dengan skor lengkap 9-11, 8-11, 11-3, 11-5, dan 8-11 itu menghentikan langkahnya ke partai puncak.

Namun, hasil tersebut tetap patut disambut dengan sukacita. Pasalnya, David dipastikan mendapat medali perunggu.

David mendapat medali perunggu bersama Filip Radovic dari Montenegro. Filip Radovid harus menyerahkan tiket final kepada unggulan pertama asal Polandia, Patryk Chojnowski yang memenangi pertandingan dengan skor 1-3 (11-13, 11-9, 3-11, 9-11).

Dalam hal penentuan peraih medali perunggu, aturan Paralimpiade jelas berbeda dengan Olimpiade. Cabang tenis meja Paralimpiade tidak menerapkan sistem play-off untuk memperebutkan posisi ketiga. Dengan demikian, dua semifinalis sama-sama membawa pulang medali perunggu.

Selamat David!

Melampaui usia

Medali yang diraih David mengandung banyak makna. Di satu sisi, ini menjadi medali ketiga bagi kontingen Merah-Putih. Ia mengikuti jejak Ni Nengah Widiasih dan Saptoyogo Purnomo. Ni Nengah meraih medali perak dari cabang powerlifting 41 kg putri. Sementara Saptoyogo menempati posisi ketiga di final paraatletik nomor 100 m putra T37.

Di sisi lain, perjuangan David meraih medali tidaklah mudah. David yang berangkat ke Tokyo dengan status unggulan kedua, sejatinya tidak bisa melenggang hingga semi final dengan mudah. Ia harus mengatasi lawan-lawannya.

Bahkan di babak perempat final, David menghadapi pertandingan yang sangat menguras tenaga dan mental. Berjumpa Lain Hao dari Tiongkok, David hampir saja menyerah bila tidak melakukan "comeback" epik.

David sempat unggul 2-0 dan harus bermain lima gim setelah wakil Tirai Bambu itu berhasil merebut dua set beruntun. David memperlihatkan mental yang kuat, walau sebenarnya, tenaganya benar-benar terkuras di set penentuan. Ia berhasil memenangi pertarungan menegangkan itu dengan skor tipis, 17-15.

Salah satu penampilan David Jacobs di Paralimpiade Tokyo: DOK. NPC Indonesia
Salah satu penampilan David Jacobs di Paralimpiade Tokyo: DOK. NPC Indonesia

Situasi yang dialami David sesungguhnya dialami juga para atlet paratenis meja lainnya. Dalam sehari mereka harus memainkan beberapa pertandingan. Namun untuk David yang tidak muda lagi, bermain secara maraton, apalagi harus melewati laga panjang, sungguh memberatkan.

Rima Ferdianto bersaksi betapa keras perjuangan David, terutama pada hari ia harus memainkan dua pertandingan krusial demi tiket final. Sang pelatih yang sekaligus Wakil Sekjen NPC Indonesia sebagaimana dilansir dari CNNIndonesia.com, Sabtu (28/8/2021), berkata, "Penampilan David tidak bisa maksimal karena kondisi fisiknya sudah kelelahan. Fisik David cukup terkuras banyak saat ia harus bertarung habis-habisan melawan Lian Hao di babak delapan besar tadi pagi."

Selang beberapa jam kemudian, David dipaksa memainkan pertandingan semi final. Kondisi ini jelas memengaruhi performa David.

"Pada pertandingan semifinal tadi, penampilan David menurun. Hal itu terlihat dari forehand top spin-nya David sudah tidak terlalu tajam lagi. Defense lawan juga bagus hari ini jadi menyulitkan David dalam menyerang."

Bagi atlet berusia 44 tahun memainkan pertandingan beruntun sungguh melelahkan. Tidak semua atlet, bisa melakukan itu. Mengatasi kondisi tubuh yang semakin tidak kondusif dan berusaha memompanya dengan tekad yang kuat. Itulah yang dilakukan David hingga berujung medali perunggu.

Spiritualitas

Bila kita tidak memperhatikan kondisi fisiknya, kemampuan David dalam bermain tenis meja sungguh memukau. Anda bisa memutar kembali rekaman latihan atau pertandingannya yang tersedia di berbagai saluran sosial media. Anda akan tercengang dibuatnya.

Bagaimana bisa atlet yang memiliki keterbatasan fisik bisa bermain dengan begitu bagus. Kemampuannya dalam memainkan bet dan bola, begitu juga ketangkasan dalam melancarkan smes dan kesigapan menahan pukulan lawan, membuat kita hanya bisa menggelengkan kepala.

Bila harus jujur, untuk bisa sampai pada tahap seperti David sungguh tidak mudah. David pun harus mengatasi tantangan berlipat ganda dibandingkan orang normal.

Mengatasi keterbatasan sebagai penyandang disabilitas dengan masalah fungsional pada salah satu lengan di satu sisi, serentak meningkatkan level permainan hingga bisa bersaing di level dunia pada aspek berbeda.

Merunut perjalanan hidup atlet kelahiran Ujung Pandang, 21 Juni 1977 yang bisa kita dapat dari berbagai pemberitaan, kita akan dibuat tercengang berkali-kali. Ketertarikannya pada cabang olahraga itu sudah terlihat sejak kecil.

Sejak berusia 10 tahun ia sudah giat berlatih. Dukungan dari kedua orangtuanya menjadi tambahan amunisi baginya untuk membuktikan bahwa walau dipandang sebelah mata karena keterbatasannya ia bisa membanggakan banyak orang. 

Bahkan, ia pernah sekian tahun memperkuat Indonesia di berbagai kejuaraan internasional tidak dalam kapasitasnya sebagai atlet berkebutuhan khusus. Ia bertarung menghadapi atlet-atlet normal pada umumnya. Itu terjadi di SEA Games Vietnam 2003, SEA Games Filipina 2005, hingga SEA Games Thailand 2007.

Di tingkat nasional, David adalah peraih medali emas pada salah satu perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON). Bila bisa kita garis bawahi, David sebenarnya mampu berprestasi di antara para atlet normal sekalipun.

Sejak akhir tahun 2009, David mulai bermain di turnamen paratenis meja. Hasilnya tentu bisa kita duga. Di kelas umum saja ia bisa bersaing, apalagi di antara kaum difabel.

Hal itu ia buktikan di sejumlah kompetisi. Medali emas di SEATTA Games Singapura pada tahun 2001, ASEAN Para Games Surakarta 2011 yang berbuah tujuh medali emas, hingga medali perunggu Paralimpiade London 2012 adalah beberapa contoh.

Di level dunia, David sudah tampil dalam tiga edisi Paralimpiade. Pencapaiannya kali ini mengulangi raihannya sembilan tahun lalu di Eropa.

Medali David di London memiliki sejarah tersendiri. Medali perunggu kelas 10 putra itu sekaligus mengakhiri dahaga medali Indonesia selama lebih dari dua dekade. Untuk meraih posisi ketiga, David harus mengalahkan Jose Manuel Ruiz Reyes dari Spanyol dengan skor akhir 11-9, 7-11, 11-5, 11-6.

Sayangnya, di Paralimpiade Rio De Janeiro, langkahnya terhenti di babak 16 besar. Kekalahannya dari atlet yang kali ini membuatnya gagal melangkah ke final. Siapa lagi kalau bukan Mateo Boheas. Saat itu David menyerah 11-13, 9-11, 11-7, 12-10, dan 5-11. Hasil negatif itu otomatis menghentikan upayanya mempertahankan prestasi di edisi sebelumnya.

David Jacobs saat tampil di Paralimpiade Rio de Janeiro 2016: www.paralympic.org
David Jacobs saat tampil di Paralimpiade Rio de Janeiro 2016: www.paralympic.org

Walau begitu David tidak menyerah. Atlet yang juga berstatus karyawan di Departemen Olahraga Nasional membuktikan bahwa kekalahan saat itu bukanlah akhir dari segalanya.

Ia masih tetap bisa berlatih dan bertanding. Ia masih bisa diandalkan oleh Indonesia. Buktinya, sosok yang juga menjadi pelatih tenis meja berpengalaman ini, bisa mengharumkan Indonesia di Paralimpiade Tokyo.

Ia tentu sungguh sadar. Hasil yang ia petik selama ini hingga berusia lewat kepala empat tidak semata-mata karena kesanggupannya. Begitu juga tidak terutama karena sokongan pelatih dan anggota keluarga sejak ia kecil.

Kita coba mencermati komentar David usai mengklaim medali perunggu. Menukil Kompas.id (Minggu, 29/8/2021), David mengatakan seperti ini.

"Target saya sebenarnya melakukan yang terbaik saja dalam Paralimpiade ini. Dengan usia yang sudah 44 tahun, saya cuma berusaha melakukan yang terbaik dalam latihan ataupun tanding. Tetapi, ketika bisa tembus semifinal, dalam hati pasti saya ingin berusaha lebih. Jadi, puji Tuhan kepada Tuhan Yesus, perunggu ini saya syukuri sekali."

Kekuatan utama David sebenarnya sudah ia deklarasikan sejak sebelum mengayunkan bet di Tokyo. Postingan terakhirnya di akun instagram lima hari silam adalah maklumat spiritualitasnya.

Sumber utama kekuatan yang ia yakini telah memberikan keadilan kepada setiap makhluk tanpa memandang kekurangan dan kelebihannya, memberikan kebaikan yang membuatnya bisa bermadah gembira bersama segenap rakyat Indonesia. Siapa lagi kalau bukan Dia, Sang Pemberi Hidup. Sumber segala kebaikan. Sumber segala keadilan. 

Terima kasih David!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun