Presiden Joko Widodo baru saja menerima tim Indonesia yang berlaga di Olimpiade Tokyo. Seperti saat melepas mereka bertarung pada awal Juli silam, orang nomor satu di negeri ini kembali menyambut mereka usai kembali dari Asia Timur.
Pelepasan kontingen saat itu dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta. Sementara saat penyambutan ini digelar di tempat berbeda. Istana Bogor, Jawa Barat.
Soal tempat tentu tidak terlalu penting. Begitu juga waktu. Yang lebih penting adalah ekpresi kepedulian Jokowi pada tim Indonesia yang sudah memberikan yang terbaik di pesta olahraga antarbangsa itu. Walau ada yang tak sesuai harapan, mereka sudah berjuang sekuat-kuatnya dan sehormat-hormatnya. Jelas tidak mudah bersaing di panggung akbar itu.
Mari kita lihat apa yang terjadi saat penyambutan, Jumat (13/8/2021). Jokowi memberikan apresiasi tinggi kepada para atlet dan pelatih. Secara khusus kepada mereka yang berhasil menyumbang medali.
Tidak hanya kata-kata terima kasih semata. Tetapi juga mewujud dalam bentuk bonus. Seperti sudah dijanjikan sebelumnya, para peraih medali akan diganjar hadiah uang tak sedikit.
Kali ini, dari mulut Jokowi sendiri keluar angka-angka fantastis itu. "Jadi untuk peraih medali emas (bonus yang diberikan) Rp 5,5 miliar." Demikian Jokowi menyebut nominal hadiah bagi peraih medali emas.
Bila peraih emas mendapatkan angka sekian, maka peraih perak dan perunggu tentu kebagian. Peraih perak mendapat Rp 2,5 miliar. Setiap keping perunggu dihargai Rp 1,5 miliar.
Angka ini tentu lebih besar dari janji sebelumnya. Sebelum berangkat ke Tokyo tim Indonesia dijanjikan Rp5 miliar bagi setiap medali emas yang didapat. Jumlah tersebut sama besar dengan yang didapat di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Mengapa hadiah kali ini berbeda dari edisi sebelumnya bahkan tak sesuai dengan pewartaan sebelum keberangkatan tim Indonesia ke Tokyo?
Secara sederhana, peningkatan jumlah bonus adalah hal yang baik. Baik pada waktunya. Nominal lima tahun lalu tentu sudah berkurang nilainya saat ini. Masa sih setelah sekian tahun berselang jumlah hadiahnya tetap sama.
Selain itu meningkatnya angka hadiah menjadi pelecut semangat bagi para atlet dan pelatih untuk meraih prestasi di event yang sama berikutnya. Angka lima miliar rupiah saja sudah besar dan akan semakin besar tentunya empat tahun mendatang.
Ada hal menarik lainnya. Jokowi tidak hanya memberi hadiah kepada peraih medali semata. Hadiah juga diberikan kepada para pelatih hingga atlet non-peraih medali. "Cukup gede tapi enggak usah saya sebut," ungkap Jokowi.
Walau tidak dirinci Jokowi secepat kilat yang tak terkatakan itu terungkap. Dari sejumlah pemberitaan baik di sosial media maupun media arus utama, pelatih peraih emas mendapat Rp 2,5 miliar. Selanjutnya Rp 1 miliar dan Rp 600 juta untuk perak dan perunggu.
Sementara itu para atlet yang belum berhasil mendapatkan medali kebagian Rp 100 juta. Ya, cukup gede, bukan?
Dibanding beberapa negara lain, apresiasi yang diberikan pemerintah Indonesia terbilang tinggi. Mengutip Forbes.com, AS, negara kaya sekaligus langganan juara umum Olimpiade itu menjanjikan 37.500 USD (Rp 540 juta) untuk peraih emas, 22.500 USD (Rp320 juta) untuk perak, dan 15.000 USD (Rp215 juta) untuk peraih perunggu.
Australia yang finis di posisi keenam, memberikan hadiah hampir separuh dari yag didapat olimpian AS. Peraih emas mendapat 20.000 USD (Rp287 juta), perak 15.000 USD (Rp215 juta), dan 10.000 USD (Rp144 juta).
Dalam situasi seperti ini kita tentu tidak berharap hadiah yang didapat atlet Indonesia akan setinggi Singapura atau Taiwan.
Singapura berani memberikan hadiah hingga 738.000 USD (Rp10,6 miliar) dan 719.000 USD (Rp10,3 miliar) yang dijanjikan Taiwan.
Yang diberikan pemerintah Indonesia memang tak sebesar Singapura atau Taiwan. Tetapi keseluruhan yang didapat para atlet Indoensia, terutama peraih emas, bisa dipastikan jauh lebih besar dari itu.
Ada yang mengganjari rumah, apartemen, dan tanah. Belum lagi investasi lain seperti gerai makanan, dan sebagainya. Berapa jumlahnya bila ditotal?
Belum cukup
Berapa total anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk hadiah tim Olimpiade Indonesia? Tentu lebih besar dari perhitungan sebelumnya Rp 15 miliar.
Dari Tokyo, Indonesia membawa pulang lima medali: satu emas, satu perak, dan tiga perunggu. Emas dipersembahkan ganda putri bulutangkis Greysia Polii/Apriyani Rahayu, sekeping perak dari lifter senior putra kelas 61 kg Eko Yuli Irawan, dan tiga perunggu dari sepasang lifter debutan Windy Cantika AIsah (kelas 49 kg) dan Rahmat Erwin Abdullah (kelas 73 kg), serta tunggal putra bulutangkis Anthony Sinisuka Ginting.
Hemat saya tak elok mempertanyakan wajar atau tidak dan kecil atau besar hadiah yang diterima para olimpian. Yang mereka dapat adalah hasil dari kerja keras selama bertahun-tahun.
Banyak hal yang sudah mereka korbankan hingga bisa tampil dan membanggakan Indonesia di pentas Olimpiade. Tak elok pula kembali membanding-bandingkan investasi yang sudah dikeluarkan dan uang yang kini mereka dapatkan.
Yang terpenting adalah menangkap udang-udang di balik setiap batu apresiasi. Tidak hanya untuk kepentingan para atlet tersebut, tetapi lebih jauh dari itu, untuk masa depan olahraga di tanah air.
Jokowi sebenarnya sudah merangkum maksudnya. "Kita semuanya agar terus bekerja keras, terus berprestasi, dan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara."
Ada sejumlah kata kunci dari Jokowi yang bisa kita elaborasi. Pertama, terus bekerja keras. Harapanya, bisa terus berprestasi.
Ya, persaingan di dunia olahraga saat ini semakin ketat. Tidak hanya di cabang-cabang lain, tetapi juga di cabang olahraga yang selama ini cukup identik dengan Indonesia. Bulutangkis.
Indonesia belum mampu mengulangi apalagi melebihi raihan prestasi di Olimpiade Barcelona 1992. Nyaris tiga dekade berlalu, pencapaian Indonesia tak juga membaik.
Sementara itu negara-negara lain sudah bisa menyaingi bahkan mampu meraih hasil lebih baik. Negara-negara yang semula tak dianggap seperti Taiwan. Di Tokyo mereka mampu meraih satu emas dan satu perak.
Secara keseluruhan China sudah menjadi pesaing terberat bagi AS, negara adidaya itu. Negeri Tirai Bambu bahkan nyaris memutus dominasi sang penguasa bila saja mereka tak meraih dua medali di hari terakhir.
Sementara itu Indonesia, bersaing di sektor bulutangkis saja sudah kewalahan. Apalagi di sektor-sektor lain. Terus bekerja keras jelas kata kunci utama. Bukan hanya bekerja keras. Tetapi bekerja sangat, sangat, keras.
Kedua, memberikan yang terbaik. Ini jelas masih senada dengan kerja keras di atas. Dari pihak atlet, tentu mereka akan berupaya maksimal. Tanpa kerja keras dan pemberian diri yang total mustahil meraih prestasi.
Banyak cerita bagaimana kerasnya perjuangan seorang atlet demi prestasi. Betapa banyak hal yang harus dikorbankan, kesenangan yang harus ditanggalkan, dan keinginan yang harus ditekan.
Tidak hanya para atlet. Para pelatih pun setali tiga uang. Tanpa bantuan para pelatih sulit bagi para atlet bisa meraih hasil maksimal.
Bila para atlet dan para pelatih sudah bekerja maksimal maka prestasi otomatis tercapai?
Belum tentu. Bagaimaan bisa meraih prestasi bila kerja keras atlet dan pelatih tak disokong pemerintah, swasta, dan masyarakat lainnya? Apakah mungkin kita mengharapkan para atlet terus berprestasi sementara kita membiarkan mereka berjuang sendiri?
Fasilitas. Akomodasi. Jaminan hidup. Itu adalah beberapa hal penting yang dibutuhkan para atlet agar bisa berprestasi.
Apakah kita sudah menyediakan fasilitas dan sarana latihan yang baik bagi mereka? Apakah kita sudah menjamin kelangsungan hidup dan masa depan mereka?
Bagaimana bisa kita berharap prestasi demi prestasi akan muncul bila dukungan pada induk-induk olahraga potensial masih setengah-setengah, bahkan minim sama sekali?
Hari ini para olimpian di Tokyo itu dibanjir hadiah gede. Apakah hadiah itu cukup untuk menjamin bahwa rantai prestasi Indonesia di pentas internasional tetap terjaga, bahkan semakin kuat?
Jangan sampai kita terkesan hanya menunggu di gerbang akhir. Membiarkan mereka bertarung sendiri melewati tikungan-tikungan perjalanan berat menjadi seorang atlet.
Terima kasih Pak Jokowi untuk hadiah besar itu. Tapi hadiah sebesar itu tidak cukup menjamin tiga tahun mendatang di Paris kita bisa memanen medali!
Kalau hanya royal memberi hadiah tanpa ikut campur menyusun peta jalan olahraga nasional yang jelas, memastikan pelaksanannya secara konsekuen, dan menginisiasi kolaborasi apik antarsektor, maka bisa-bisa kita akan menjadi seperti Singapura.
Menjanjikan hadiah setinggi langit, tetapi tak satupun atlet bisa menjangkaunya. Kita Indonesia. Seharunya kita bisa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H