Sementara itu negara-negara lain sudah bisa menyaingi bahkan mampu meraih hasil lebih baik. Negara-negara yang semula tak dianggap seperti Taiwan. Di Tokyo mereka mampu meraih satu emas dan satu perak.
Secara keseluruhan China sudah menjadi pesaing terberat bagi AS, negara adidaya itu. Negeri Tirai Bambu bahkan nyaris memutus dominasi sang penguasa bila saja mereka tak meraih dua medali di hari terakhir.
Sementara itu Indonesia, bersaing di sektor bulutangkis saja sudah kewalahan. Apalagi di sektor-sektor lain. Terus bekerja keras jelas kata kunci utama. Bukan hanya bekerja keras. Tetapi bekerja sangat, sangat, keras.
Kedua, memberikan yang terbaik. Ini jelas masih senada dengan kerja keras di atas. Dari pihak atlet, tentu mereka akan berupaya maksimal. Tanpa kerja keras dan pemberian diri yang total mustahil meraih prestasi.
Banyak cerita bagaimana kerasnya perjuangan seorang atlet demi prestasi. Betapa banyak hal yang harus dikorbankan, kesenangan yang harus ditanggalkan, dan keinginan yang harus ditekan.
Tidak hanya para atlet. Para pelatih pun setali tiga uang. Tanpa bantuan para pelatih sulit bagi para atlet bisa meraih hasil maksimal.
Bila para atlet dan para pelatih sudah bekerja maksimal maka prestasi otomatis tercapai?
Belum tentu. Bagaimaan bisa meraih prestasi bila kerja keras atlet dan pelatih tak disokong pemerintah, swasta, dan masyarakat lainnya? Apakah mungkin kita mengharapkan para atlet terus berprestasi sementara kita membiarkan mereka berjuang sendiri?
Fasilitas. Akomodasi. Jaminan hidup. Itu adalah beberapa hal penting yang dibutuhkan para atlet agar bisa berprestasi.
Apakah kita sudah menyediakan fasilitas dan sarana latihan yang baik bagi mereka? Apakah kita sudah menjamin kelangsungan hidup dan masa depan mereka?
Bagaimana bisa kita berharap prestasi demi prestasi akan muncul bila dukungan pada induk-induk olahraga potensial masih setengah-setengah, bahkan minim sama sekali?