Layar panggung bulutangkis Olimpiade Tokyo sudah ditutup. Deretan cerita selama lebih dari sepekan terakhir telah berakhir. Rekor, drama, dan sejarah berpadu dengan kegembiraan dan kekecewaan yang mengemuka di Musashino Forest Sport Plaza.
Rangkaian tontonan yang menegangkan, menghibur, dan mengaduk-aduk emosi ratusan juta pasang mata ditutup dengan kemenangan Viktor Axelsen atas Chen Long untuk meraih medali emas tunggal putra.
Pertandingan, Senin (2/8/2021) malam WIB menjadi klimaks bagi Axelsen. Kemenangan 21-15 21-12 tak sampai sejam itu memberinya medali emas pertama di panggung Olimpiade.
"Saya tidak percaya. Saya tidak percaya. Ini sangat gila. Ini adalah mimpi masa kecil," ungkap Axelsen dalam wawancara pasca-pertandingan.
Empat tahun lalu di Rio de Janeiro, Axelsen hanya kebagian perunggu. Asa mengikuti jejak Poul Erik Hyer Larsen di Atlanta 1996 sebagai tunggal putra Denmark pertama yang merebut emas Olimpiade terhenti di tangan Chen Long.
Saat itu Chen Long memang masih menjadi yang terbaik. Ia bisa mengatasi dengan mudah perlawanan Axelsen di semi final. Chen bisa menyibak kemilau bintang baru Axelsen dalam dua gim, 21-14 dan 21-15.
Axelsen saat itu berusia 23 tahun. Dalam perebutan medali perunggu, Axelsen mampu mengalahkan Lin Dan, 21-15, 10-21, dan 17-21.
Medali tersebut ternyata membuka jalan untuk menjadi lebih baik. Hasil tersebut ia petik kini. Axelsen berganti mengatasi Chen Long, juga dalam dua gim.
Axelsen menciptakan rekor pribadi tersendiri, setelah dalam dua tahun terakhir tak henti mengguncang dunia. Sejak 2020, grafik permainan Axelsen terbilang meningkat.
Hal ini bisa dilihat dari berbagai gelar yang diraih. Mulai dari Spain Masters 2020, All England 2020, Swiss Open 2021, Kejuaraan Eropa, hingga sepasang gelar Super1000 di awal tahun 2021 di Thailand. Â
Sementara itu bagi Chen Long kekalahan di final kali ini menjadi sebuah antiklimaks. Bila edisi olimpiade sebelumnya, ia membuat Lee Chong Wei tak berdaya. Situasi kali ini berbeda.
Kala itu ia sukses menguburkan harapan Sang Dato sebagai orang Malaysia pertama yang meraih emas di cabang olahraga yang sangat akrab di mata masyarakat setempat. Namun kemenangan mudah saat itu, 21-18 dan 21-18 justru berbalik menjadi kepedihan baginya saat ini.
Setelah mengatasi perlawanan Anthony Sinisuka Ginting di semi final, Chen Long tentu semakin bersemangat. Tidak ada seorang pemain pun yang tidak ingin mempertahankan gelar juara. Bila sampai itu terjadi, maka Chen Long akan mengikuti kesuksesan Lin Dan yang "back to back" meraih emas pada 2008 dan 2013.
Tetapi semua itu hanya tinggal harapan. Walau Chen Long gagal mempertahankan emas, ia tetap mendapat tempat tersendiri di hati penggemarnya. Tidak banyak, untuk mengatakan sangat sedikit, pemain yang mampu meraih medali dalam tiga edisi Olimpiade beruntun. Medali perak di Olimpiade London 2012, emas di Rio 2016, dan kali ini perak. Ketiga jenis keping medali itu sudah ia rasakan.
Giliran Ginting
Apakah Anda salah satu yang masih percaya takdir? Bahwa roda kehidupan itu terus berputar dan kesempatan baik dan buruk hanyalah soal waktu? Tiap orang, sadar atau tidak, mau atau tidak, akan mendapatkan giliran yang sama?
Anggapan seperti itu tampaknya cukup sulit dibuktikan kebenarannya dalam dunia olahraga kompetitif. Bulutangkis bukan cabang olahraga adu kemujuran seperti bermain lotre. Kemenangan dan kekalahan bukan soal nasib. Tetapi perjuangan dan kerja keras.
Kali ini Axelsen sukses meraih medali emas karena ia menginvestasikan waktunya secara baik untuk berlatih dan terus berlatih. Selain bakat dan fisik yang mendukung, ia masih harus meramu semuanya melalui perjuangan tak kenal lelah.
Tidak sulit merunut sepak terjang Axelsen di arena latihan. Tersedia banyak cuplikan video amatir pun profesional untuk melihat bagaimaan pola dan porsi latihan Axelsen. Medali emas ini memang pantas melingkar di leher Axelsen.
Apakah dengan demikian para pemain lain tak layak mendapatkannya? Setiap hasil yang terlihat di papan skor tak bisa dibohongi.
Dalam sebuah turnamen hanya akan melahirkan satu pemenang. Di panggung Olimpiade hanya satu pemain yang mendapatkan emas. Jatah medali perak dan medali perunggu, masing-masing untuk seorang pemain pula.
Anthony Sinisuka Ginting melengkapi tiga peraih medali. Ginting tanpa kesulitan meraih perunggu dari pemain Guatemala, Kevin Cordon, 21-11 dan 21-13.
Ginting dan Cordon terpisah jarak usia sepuluh tahun. Walau begitu jarak itu menjadi sedemikian sempit di lapangan pertandingan. Keduanya sama-sama berpeluang meraih medali perunggu. Cordon sempat memberi perlawanan dan sejumlah smes kerasnya sulit ditangkis Ginting.
Hanya saja, secara keseluruhan, Cordon harus mengakui bahwa Ginting tampil lebih baik. Kecepatan dan ketangkasan serta kekuatan pukulan Ginting memaksanya menyerah. Variasi pukulan hingga smes-smes menyilang Ginting sulit diantisipasi.
"Saya menonton pertandingan terakhirnya melawan (Viktor) Axelsen. Saya mempelajari pola bermainnya dan saya berhasil menerapkan strategi yang saya inginkan," ucap Ginting usai laga menukil badmintonindonesia.org.
Bagi Cordon hasil tersebut tentu mengecewakan. Namun datang dari sebuah negara yang hanya mengenal sepak bola dan sama sekali tak populer dengan bulutangkis, menempati posisi keempat di ajang Olimpiade tetaplah sebuah kebanggaan tersendiri.
Berbicara usai pertandingan, Cordon mencurahkan isi hatinya. "Ini hari terakhir saya, malam terakhir saya di Olimpiade. Saya merasa sedih. Saya ingin memenangkan medali tapi begitulah adanya. Saya tidak bisa mengeluh. Bagi saya itu adalah mimpi untuk berada di Olimpiade. Sebuah mimpi untuk berada di semifinal. Terima kasih Guatemala atas dukungan Anda!"
Ginting pun berhak atas medali perunggu. Keping pertama medali Olimpiade yang akan mengisi lemari prestasi Ginting. Â Itu menjadi tanda mata pria kelahiran Cimahi dalam debutnya di panggung akbar itu.
Itu pula medali terakhir yang diraih kontingen bulutangkis Indonesia. Medali terakhir pula yang bisa dibawa tim Merah Putih ke tanah air.
Setelah menanti 17 tahun, medali Olimpiade kembali diraih tunggal putra Indonesia. Setelah Sony Dwi Kuncoro pada 2004, Anthony Ginting kembali mengisi lembaran prestasi pemain tanah air.
Apakah setelah ini ayunan raket dan langkah kaki Ginting di panggung bulutangkis dunia akan lebih ringan?
Axelsen empat tahun lalu meraih perunggu dan kini di usia ke-27 meraih emas. Sementara Ginting hari ini di usia ke-23 kebagian perunggu. Apakah di usianya ke-27 tiga tahun lagi, ia akan mendapat emas?
Saya memang salah satu yang meragukan takdir. Namun melihat penampilan Ginting kali ini, saya langsung merasa yakin di Paris, tiga tahun mendatang Ginting akan menjadi seperti Axelsen hari ini.
Ini bukan soal giliran, tapi ini prediksi.
"Ya targetnya sih pengen emas tetapi lawan juga sangat kuat. Saya sudah bekerja keras untuk tetap fokus dan maju ke pertandingan hari ini usai kekalahan kemarin. Saya bahagia dengan penampilan saya dan juga medali perunggunya," kata Ginting.
Selamat dan terus berjuang Ginting. Terima kasih coach Hendry Saputra dan tim! Paris 2024 menanti kalian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H