Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Sejarah Mengiringi Langkah Hendra/Ahsan, Greysia/Apri, dan Ginting Menuju Medali Olimpiade

29 Juli 2021   21:55 Diperbarui: 29 Juli 2021   22:40 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, dua pasang ganda putra Indonesia mengalami nasib berbeda di perempat final Olimpiade Tokyo.

Yang pertama berhasil memetik kemenangan. Sementara yang kedua harus angkat kaki. The Daddies, julukan Hendra/Ahsan berhasil mengatasi perlawanan wakil tuan rumah, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, 21-14, 16-21, 21-9.

Sedangkan Minions tak kuasa menahan gempuran pasangan Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik asal Malaysia. Kekalahan straight set 14-21, 17-21 sungguh terasa menyesakkan bagi unggulan pertama itu.

Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Kamis (29/7) siang pun menebarkan aroma perasaan sambur limbur bagi penggemar bulutangkis di tanah air. Di satu sisi, kita menyesali kegagalan Minions yang dijagokan di tempat pertama.

Tetapi tak berselang lama, The Daddies membuat senyum kita kembali merekah. Masih ada harapan bagi Indonesia untuk meraih medali. Namun mengapa justru The Daddies yang harus memikul tanggung jawab sendiri di sektor ganda putra?

Mengapa Minions bisa sedemikian mudah menyerahkan tiket semi final pada pasangan muda Negeri Jiran? Rekor sempurna di tujuh pertemuan sebelumnya terlihat tak berbekas. Namun, apakah data statisik adalah jaminan utama?

Apa sesungguhnya yang terjadi pada Minions? Seperti yang kita lihat di layer kaca, performa Minions tak optimal. Hilang segala keunggulan mereka. Pertahanan mudah ditembus. Variasi permainan yang minim. Atraksi akurat depan net yang menguap. Belum lagi kesalahan demi kesalahan sendiri yang membuat lawan semakin menjadi-jadi.

Apakah kekalahan Minions semata-mata karena faktor teknis? Bila pertanyaan ini dilayangkan pada sang pelatih, Herry IP, maka jawabannya tidak. Pelatih berjuluk Naga Api itu menilai Minions terpenjara dalam ekspektasi tinggi yang dibebankan kepada dan yang mereka letakan di pundak sendiri.

Ekpresi Aaron Chia/Soh Wooi Yik usai menyingkirkan Minions dari panggung Olimpiade Tokyo: bwfbadminton.com
Ekpresi Aaron Chia/Soh Wooi Yik usai menyingkirkan Minions dari panggung Olimpiade Tokyo: bwfbadminton.com

Minions adalah yang terbaik di ganda putra saat ini. Berbagai gelar bergengsi sudah mereka raih. Namun di panggung Olimpiade, keduanya adalah debutan. Kita seakan tak peduli bahwa Olimpiade adalah Olimpiade dengan segala kemegahan dan keangkerannya. Harapan besar tetap diberikan kepada mereka.

Yang kita lihat adalah penampilan Minions yang penuh tekanan. Permainan terbaik tak bisa dikeluarkan. Sementara itu lawan terlihat menikmati setiap pukulan. Mereka mampu dengan jitu meredam Minions melalui permainan agresif dan tanpa ampun.

"Marcus/Kevin kita tidak bisa bicara teknis, mereka kalau menurut saya masalahnya di mental. Mereka terlalu beban, tidak bisa mengatur pikirannya, mungkin terlalu berekspektasi atau bagaimana jadi mainnya kacau," ungkap Herry IP kepada badmintonindonesia.org.

Kita patut mengapresiasi pasangan Malaysia yang sukses memanfaatkan situasi Minions yang penuh tekanan. Mereka belajar dari kekalahan atas The Daddies di laga terakhir penyisihan grup untuk bermain lebih lepas, namun tetap terkendali. Jiwa muda mereka yang tengah bergelora disalurkan secara efisien.

Sementara itu The Daddies bisa mengatasi setiap tekanan. Sebagai pemain senior, mental Hendra/Ahsan terlihat lebih siap menghadapi atmosfer pertandingan. Beban mental setiap pemain tetap besar walau tak terdengar riuh penonton di sekitar lapangan pertandingan.

Sejak laga pertama penyisihan grup The Daddies terlihat tenang. Keduanya lebih bisa menikmati pertandingan. Fokus mereka benar-benar terarah. Walau tak luput dari kesalahan, mereka tetap bisa mengendalikan keadaan.

Menghadapi sesama pemain senior, The Daddies mampu mengunci permainan Kamura/Sonoda. Keduanya terlihat lebih siap menghadapi strategi berulang yang diterapkan lawan.

Kekuatan mental

Perjuangan The Daddies belum usai. Lee Yang/Wang Chi-Lin menanti mereka untuk berebut satu tiket final. Lawan The Daddies dari Taiwan itu berhasil menggasak Minions di penyisihan grup dan menggulung wakil tuan rumah lainnya Yuta Watanabe/Hiroyuki Endo 21-16 21-19 di perempat final.

Lee/Wang sudah mengirim isyarat, bahkan sejak awal tahun di tiga seri Super1000. Keduanya bukan lagi berstatus "kuda hitam" di panggung elite dunia. Mereka adalah pesaing terkuat untuk menyempurnakan sejarah bulutangkis Taiwan di panggung Olimpiade.

Mengalahkan Yuta/Endo yang berstatus juara All England adalah alarm kuat bagi The Daddies. Kekalahan atas wakil India, Rankireddy/Shetty di laga pertama penyisihan grup justru membuat mereka semakin kuat.

Ditambah lagi The Daddies pernah merasakan sengatan Lee/Wang di BWF World Tour Finals Januari lalu. Namun seperti kata Wang kepada BWF usai menggenggam tiket semi final, kemenangan saat itu adalah sejarah. Mereka tak bisa semata-mata mengandalkan kejayaan masa lalu untuk meraih kemenangan. Besok adalah hari baru dengan segala tantangan tersendiri.

Lee/Wang yang siap mengukir sejarah di panggung Olimpiade: bwfbadminton.com
Lee/Wang yang siap mengukir sejarah di panggung Olimpiade: bwfbadminton.com

Lantas apa yang patut dipersiapkan The Daddies untuk menghadapi laga alot ini? Kita tentu berharap ketenangan mereka tetap menyata dalam variasi pukulan yang akurat, serangan mematikan, dan penguasaan lapangan yang baik.

Selain itu, The Daddies harus mengoptimalkan pengalaman dan jam terbang mereka untuk meredam agresivitas pasangan Taiwan. Kecepatan dan kekuatan Wang/Lee tak diragukan lagi.

Wang bakal mengerahkan segenap tenaganya untuk mengirim smes-smes keras. Sementara itu Lee akan mencoba mencoba memancing agar lawan memberi kesempatan kepada tandemnya untuk menggebuk.

Hendra/Ahsan patut mempersiapkan strategi untuk meredam Lee/Wang agar tak sampai mendapat ruang untuk mengoptimalkan kecepatan dan kekuatan mereka. Kombinasi permainan, akurasi pukulan, hingga ketenangan meladeni jual-beli serangan, sungguh diperlukan.

Selebihnya sepak terjangThe Daddies yang sudah mewujud gelar Juara Dunia 2013, 2015, dan 2019 dan pengalaman tiga kali tampil di Olimpiade diharapkan bisa mengaburkan pesona Lee/Wang dan meruntuhkan mental mereka.

Mampukah The Daddies meredam pasangan Taiwan? https://twitter.com/badmintonupdate
Mampukah The Daddies meredam pasangan Taiwan? https://twitter.com/badmintonupdate

Pesona Ginting

Nasib berbeda juga dialami dua tunggal putra Indonesia dalam perebutan tiket perempat final. Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie mengalami nasib berlainan. Ginting melaju, sementara Jojo harus balik kanan.

Ginting mampu menunjukkan pesonanya di hadapan pemain tuan rumah, Kanta Tsuneyama. Sihir Ginting membuat Kanta tak berkutik. Smes silang, penempatan kok yang akurat, hingga pertahanan rapat membuat harapan terakhir tunggal putra tuan rumah itu kerepotan.

Bila kepada Kanta, Ginting menunjukkan kualitas terbaiknya, tidak demikian dengan Jojo. Jojo justru menjadi bulan-bulanan Shi Yu Qi. Jojo hanya sempat bersaing di awal gim, lantas tak kuasa membendung laju pemain Tiongkok itu.

Tidak hanya pertahanan kokoh dan serangan Shi yang mematikan, Jojo pun memberikan banyak poin gratis kepada lawan. Dalam hal menyeberangkan kok, Jojo tercatat tak kurang mengalami 10 kegagalan. Tak heran, pertarungan itu menjadi antiklimaks bagi Jojo. Ia menyerah dalam 34 menit.

Sementara itu permainan Ginting hampir tanpa cela. Kanta berkali-kali dibuat mati langkah. Banyak kali pula Ginting membuat Kanta hanya bisa meratapi kegagalannya membaca arah bola dan mengantisipasi pukulan lawan.

Sejumlah momen penampilan Ginting di 16 besar Olimpiade Tokyo: https://twitter.com/SCENARI07
Sejumlah momen penampilan Ginting di 16 besar Olimpiade Tokyo: https://twitter.com/SCENARI07

Tentu kita berharap Ginting bisa menjaga tren positif ini di laga selanjutnya. Ia akan menghadapi Anders Antonsen. Pebulutangkis asal Denmark itu menyingkirkan Toby Prenty dari Britania Raya dalam dua gim langsung, 21-10 dan 21-15.

Menghadapi Antonsen, Ginting memiliki sejumlah modal bagus. Selain kepercayaan diri yang membuncah pasca-bermain apik kontra Kanta, Ginting belum sekali pun kalah dalam tiga pertemuan mereka.

Peringkat dunia Ginting berada di belakang Antonsen. Namun Ginting sudah membuktikan bahwa ranking bukan ukuran. Saatnya, ia membuktikan sekali lagi, bahwa status Antonsen sebagai pemilik urutan tiga dunia, tak menjaminya bisa melangkahinya ke semi final Olimpiade.

Kita berharap Ginting bisa menjaga momentum baik. Tanda-tanda baik sudah terlihat. Ginting sudah mengikuti jejak yang sudah lama ditinggalkan Soni Dwi Kuncoro di Olimpiade Beijing 2008. Setelah sekian tahun, Indonesia bisa mengirim lagi tunggal putra ke babak delapan besar.

Kita pun bisa berharap lebih pada Ginting. Bila saat itu Soni hanya berstatus perempatfinalis setelah langkahnya dihadang Lee Chong Wei, 9-21 dan 11-21, Ginting sekiranya bisa melangkah lebih jauh.

Melihat performa Ginting hari ini, tidak ada salahnya kita bermimpi tinggi, melambung jauh ke belakang menuju Olimpiade Barcelona 1992, saat Alan Budikusuma memberi Indonesia medali emas.

Langkah Ginting semakin dekat medali Olimpiade: https://twitter.com/badmintonupdate
Langkah Ginting semakin dekat medali Olimpiade: https://twitter.com/badmintonupdate

Semangat Greys/Apri

Greysia Polii/Apriyani Rahayu memberi Indonesia tiket kedua ke semi final. Ganda putri ini mencatatkan kemenangan heroik atas Du Yue/Li Yin Hui.

Greys dan Apri yang berangkat dari generasi berbeda itu tampil solid. Kerja sama senior dan junior dalam meladeni permainan wakil Tiongkok berbuah kemenangan rubber game, 21-15, 20-22, 21-17.

Soliditas melintasi angkatan dan melampaui sekat senior-junior sudah mereka buktikan dengan menyapu bersih tiga kemenangan di babak penyisihan grup. Dua kemenangan pertama diraih secara meyakinkan. Chow Mei Kuan/Lee Meng Yean (Malaysia) dan Chloe Birch/Lauren Smith (Britania Raya) digasak dua gim langsung.

Status sebagai juara Grup A dicapai dengan kemenangan atas unggulan pertama Yuki Fukushima/Sayaka Hirota. Greysia/Apri mampu memanfaatkan posisi wakil tuan rumah yang tidak sedang dalam kondisi terbaik untuk mengunci kemenangan rubber game, 24-22, 13-21, 21-8.

Greys yang sudah berusia 33 tahun dengan pengalaman panjangnya berhasil mengimbangi semangat juniornya yang 10 tahun lebih muda itu. Rotasi yang apik hingga kejeliaan mengoptimalkan kelebihan masing-masing membuat mereka menjadi salah satu pasangan yang diperhitungkan.

Greysia Polii/Apriyani Rahayu usai mengukir sejarah bagi bulutangkis Indonesia: badmintonphoto
Greysia Polii/Apriyani Rahayu usai mengukir sejarah bagi bulutangkis Indonesia: badmintonphoto

Daya juang mereka pun tak mudah redup. Seperti ditunjukkan di tiga turnamen di awal tahun, semangat mereka tak bisa dipadamkan begitu saja.

Menghadapi Du/Li, Greys/Apri sempat tertinggal 10-6 di set pertama. Mereka kemudian berbalik memimpin di interval dengan 11-10.

Greys/Apri yang berada di ranking enam dunia, berhasil memanfaatkan momentum baik untuk merebut gim pertama. Pasangan China yang berada satu tingkat di belakang mereka sempat merebut set kedua setelah terlibat pertarungan sengit hingga posisi sama kuat, 20-20.

Greys/Apri tak membuang kesempatan di set penentuan. Kedunya memilih lebih dulu mengambil inisiatif menyerang. Jeda interval menjadi milik mereka dengan skor 11-7. Selanjutnya, laju Greys/Apri tak bisa dibendung, walau lawan sempat memperkecil jarak, yang sejatinya sudah terpaut cukup jauh.

Kemenangan Greys/Apri ini mempertemukan mereka dengan Lee So Hee/Shin Seung Chan untuk satu tiket ke partai final. Pertarungan ini mengulangi perjumpaan di awal tahun. Seperti saat itu, duel kali ini diprediksi berjalan alot.

Dua langkah lagi Greysia/Apri menuju medali emas Olimpiade: https://twitter.com/badmintonupdate
Dua langkah lagi Greysia/Apri menuju medali emas Olimpiade: https://twitter.com/badmintonupdate

Greys/Apri menikung Lee/Shin untuk merebut salah satu gelar dari tiga seri Thailand kala itu. Sementara itu Lee/Shin pun kebagian trofi BWF World Tour Finals 2020.

Pasangan Korea Selatan itu memiliki kekuatan dan keuletan. Semangat pantang menyerah di antara mereka akan menjadikan lag aini menarik ditonton.

Greys dan Apri perlu menjaga kebugaran fisik dan fokus. Tidak lupa pula mengelola emosi dan mempertebal mental.

Terlepas dari hasil pertandingan ini, Greys/Apri sudah membuat kita bangga. Untuk pertama kali sejak Olimpiade 1992, ada wakil ganda putri Merah Putih di semi final. Greys/Apri berhasil mengakhiri paceklik prestasi dalam tujuh edisi olimpiade sebelumnya.

Kita pasti akan lebih bangga bila langkah Greys/Apri terus diayun sampai jauh. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun