Kemilau Putri KW sudah terlihat sejak awal turnamen. Penampilan pemain 18 tahun itu terus mengalami perkembangan. Ia mengalahkan Ruselli Hartawan yang lebih senior di babak kedua. Pertandingan berdurasi 63 menit dengan skor akhir 21-14, 16-21, 21-15 rupanya mempertebal semangat dan kepercayaan dirinya.
Hingga berlaga di partai final, Putri KW tak terlihat sebagai seorang pendatang baru. Ia justru membuktikan diri sebagai petarung yang tak mengenal kata menyerah hingga berhasil meraih gelar pertama di kelas senior.
Bagi tunggal putri Indonesia, gelar juara ini adalah sebuah pencapaian. Raihan tersendiri di tengah sorotan publik yang tak pernah lepas. Sekaligus mengakhiri paceklik gelar sejak 2019.
Putri menjadi pemain keempat dari Indonesia yang mampu naik podium utama turnamen level Grand Prix Gold atau setara Super 300 atau lebih tinggi setelah terakhir kali Fitriani menjuarai Thailand Masters 2019. Dalam 14 tahun sejarah BWF World Tour, Putri KW melanjutkan jejak Fitriani, Adriyanti Firdasari yang menjuarai Indonesia Masters 2014 dan Lindaweni Fanetri di Syed Modi 2012.
Apakah gelar juara di tengah sepi prestasi sejak 2007 ini menjadi tanda yang baik? Semoga demikian. Gelar juara di kelas senior bagi seorang pemain 18 tahun tentu sangat berarti. Sekaligus berarti siap menjadi semakin baik.
Gelar Pertama
Seperti Putri KW di tunggal putri dan Yulfira Barkah/Febby Valencia Dwijayanti di ganda putri, demikian juga bagi Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan yang mengoleksi gelar pertama mereka.
Di partai pamungkas, unggulan lima ini memenangkan perang saudara atas Sabar Karyaman Gutama/Moh Reza Pahlevi Isfahani. Walau menghadapi rekan sepelatnas, mereka tetap menampilkan permainan menarik. Duel bertempo 51 menit akhirnya dimenangkan Pramudya/Yeremia, 21-15 18-21 21-14.
Memang patut diakui, Pramudya/Yere mampu memanfaatkan pengalaman dan status unggulan dengan baik. Sejak laga-laga sebelumnya, termasuk menghadapi Popov bersaudara yang cukup menguras tenaga dan emosi di semifinal, keduanya sudah mampu mengatasi tekanan. Akhirnya, Sabar/Reza, berperingkat 221, harus mengakui keunggulan pasangan 54 dunia itu.
All Indonesian final di ganda putra menunjukkan bahwa rantai regenerasi sektor ini tak pernah putus, justru semakin panjang dan kuat.