Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sound of Borobudur, Denting Penyadaran Narsisme dan Amnesia Sejarah

11 Mei 2021   22:53 Diperbarui: 11 Mei 2021   23:02 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu pementasan orkestra Sound of Borobudur: ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Apa yang menarik dari sebuah bangunan bersejarah? Pertanyaan ini mungkin hanya akan bisa dijawab ketika kita menyinggahi pertanyaan klasik: apa itu sejarah? Apa faedahnya sejarah itu?

Sudah sejak masa lampau, pertanyaan itu menjadi pergulatan banyak orang. Salah satunya, sejarawan John Emerich Edward Dalberg Acton (1834-1902). Menariknya, dengan kaca mata ilmu sejarah, sebuah peristiwa bisa dilihat secara objektif dan rasional.

Itu berarti sebuah peristiwa dinyatakan historis jika dan hanya jika mengandung di dalamnya kebenaran obyektif tersebut. Pada titik ini, peristiwa yang sudah terjadi hanyalah objek mati yang menutup diri terhadap interpretasi dan pemaknaan yang melampaui konteks historis tertentu.

Amatlah beralasan kalau penjelajahan historis dibatasi. Tujuannya, mencegah bahaya pembiasan kenyataan sejarah. Namun, ketakutan terhadap distorsi sejarah serentak menghilangkan kontekstualisasi peristiwa tersebut. Sejarah hanya menjadi objek belaka. Tak ubahnya pajangan di sebuah etalase untuk dilihat dan dinikmati.

Semestinya sebuah peristiwa yang telah terjadi tidak semata-mata barang mati  yang bisa dikisahkan (storia). Tetapi juga Geschicte, materi yang didokumentasikan dan terbuka untuk diinterpretasikan.

Sejarah bukanlah kumpulan fakta historis semata yang hanya bisa dikaji secara kaku dengan pertimbangan ilmiah yang baku. Melainkan juga menjadi sebentuk proses pembelajaran yang terbuka.

Pada titik ini keberadaan Sound of Borobudur menjadi penting. Mengapa demikian?

Melampaui pelajaran sejarah

Secara pribadi saya tidak memiliki pengetahuan yang mendalam akan Candi Borobudur. Satu-satunya perkenalan saya terjadi di bangku sekolah melalui pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Saat itu diperkenalkan secara singkat terkait sejarah, hingga sekilas konstruksi bangunan bersejarah itu.

Beberapa informasi umum masih tersimpan dalam benak. Kemudian coba saya konfirmasi dengan beberapa referensi untuk menjaga keakuratannya. Disebutkan Borobudur merupakan candi Buddha terbesar di dunia. Letaknya di Jawa Tengah, sekitar 42 km barat laut Yogyakarta.

Candi yang ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pada 1991 itu dibangun antara sekitar 778 dan 850 M semasa dinasti Shailendra. Sempat terkubur abu vulkanik sebelum ditemukan oleh Letnan Gubernur Inggris, Thomas Stamford raffles pada 1814.

Candi Borobudur: KOMPAS IMAGES / FIKRIA HIDAYAT
Candi Borobudur: KOMPAS IMAGES / FIKRIA HIDAYAT

Sebuah tim arkeolog Belanda memulihkan situs tersebut pada tahun 1907 hingga 1911. Sementara itu pemugaran kedua selesai pada tahun 1983.

Konstruksi bangunan memiliki tiga tingkat utama. Masing-masing mewakili sebuah panggung dalam perjalanan spriritual. Tujuannya mencapai pencerahan ideal bodhisattva.

Pada tingkat terendah, yang sebagian tersembunyi, terdapat ratusan relief keinginan duniawi, yang menggambarkan kama-dhatu (alam perasaan). Ini menjadi lingkungan terendah dari alam semesta Buddha Mahayana.

Pada tingkat berikutnya, serangkaian relief menggambarkan rupa-dhatu (bidang tengah dan alam bentuk) melalui peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Buddha Gautama dan adegan-adegan dari Jataka (kisah-kisah kehidupan sebelumnya).

Tingkat paling atas menggambarkan arupa-dhatu, alam tanpa bentuk atau pelepasan dari dunia fisik. Di sana terdapat sedikit hiasan, di teras terdapat sekitar 72 stupa berbentuk lonceng. Banyak tersimpan patung Buddha.  

Selama upacara Waisak saban tahun, ribuan biksu Buddha berjalan dalam prosesi khusyuk ke Borobudur untuk memperingati kelahiran, kematian, dan pencerahan Buddha.

Apakah gambaran demikian sudah mewakili  World Heritage of Culture itu? Tentu tidak. Borobudur tidak sesingkat dan sesederhana itu. Namun itulah yang menjadi ingatan, mungkin sebagian besar pelajar, kalau masih sempat mendapat mata pelajaran tentang kerajaan-kerajaan di nusantara berikut peninggalan mereka.

Bertolak lebih dalam

Patut diakui, pengetahuin yang diindoktrinasi dalam mata pelajaran sejarah atau pengetahuan sosial masih belum menangkup seluruh kekayaan bangunan bersejarah itu. Informasi tentang relief, arca, stupa, sebagai bangunan inti dari Candi Borobudur belum mendapat porsi memadai.

Kebanyakan yang diberikan masih seputar nama, waktu, dan tempat. Mungkin saja karena keterbatasan ruang, waktu, dan kompetensi pengajar, maka hal-hal informatif yang singkat itulah yang ditransfer kepada peserta didik

Bila kita menekuni secara lebih serius, atau sekurang-kurangnya, dari penuturan rekan-rekan yang pernah bertandang langsung ke Candi Borobudur, maka yang didapat di bangku sekolah masih jauh dari memadai. Pemandu wisata di sana akan menjelaskan dengan lebih kaya dan kasat mata akan kenyataan yang ada di depan mata.

Untuk itu, keterbatasan informasi tersebut, perlu mendapat sokongan. Hemat saya, Sound of Borobudur, menjadi cara untuk bertolak lebih dalam sekaligus menyingkap selubung kekayaan bangunan bersejarah itu.

Apa yang mendasari serentak menonjol dari Sound of Borobudur kalau begitu? Menukil soundofborobudur.org ada beberapa hal yang bisa digarisbawahi. 

Pertama, menurut salah satu penggagas Sound of Borobudur, Trie Utami, ditemukan adanya alat-alat musik di pahatan dalam panel-panel relief candi. Sedikitnya terpahat 45 jenis alat musik yang sebarannya pada hari ini meliputi 34 provinsi di Indonesia, dan minimal 40-an negara di seluruh dunia.

Bahkan, ditemukan banyak relief yang menggambarkan suatu ansambel musik yang bermain bersama dalam satu panel. Lengkap dan modern. Memenuhi segenap persyaratan sebagai musik modern. Ada cordophone (dari senar/tali), ideophone (dipukul/diketok), membranophone (dari kulit) dan aerophone (bunyi karena udara).

Sumber: soundofborobudur.org
Sumber: soundofborobudur.org

Kedua, kekayaan tersebut mengindikasikan perkembangan musikal bangsa ini yang sudah lebih dahulu dari bangsa Eropa. Bila bangsa ini sudah mengenal komposisi, aransemen, dan segenal aspek musikal sejak abad delapan, berarti kita lebih maju sekian ratus tahun dari bangsa Eropa yang mulai mempertontonkan sistem orkestra pada musik ansambel sejak abad 14.

Ketiga, untuk sampai pada pemahaman itu, Sound of Borobudur harus melewati perjalanan panjang nan melelahkan. Membuka diri, belajar, riset pada relief yang terlihat maupun mencari tahu lebih jauh melalui berbagai referensi baik pustaka maupun wawancara, berlanjut dengan "mind mapping", mencari alat-alat musik yang masih ada, merekayasa ulang alat-alat musik yang telah punah, mengumpulkan seniman-seniman untuk menata ulang interpretasi bunyi, membuat komposisi, dan merangkainya dalam sebuah aransemen. Lalu berlatih bersama, merekam audio, membuat video clip, hingga bersama-sama menghadirkannya ke telinga pendengar.

Dalam serba ketidakpastian dan minim referensi, mereka kemudian berani berkesimpulan. Misalnya, Cordophone disebut WINA atau MANDELI dalam kategori TATA VADYA. Gendang tanah liat  disebut MRDANG, kenong-bonang atau talempong disebut BREKUK, ceng ceng atau simbal disebut REGANG.

Alat musik di relief Candi Borobudur: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Alat musik di relief Candi Borobudur: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Alat tiup dalam kategori SUSHIRA VADYA, alat-alat tiup itu biasa disebut WAMSI atau BANGSI, alat tabuh dengan membran adalah kategori AVADANA VADYA dan alat-alatnya biasa disebut MURAWA, KENDANG, PATAHA, PADAHI, dawai dengan bentuk harpa disebut WINA RAWANA HASTA. Instrumen kategori ideophone disebut GHANA VADYA, dan lain-lain. Semua serba tidak pasti, sebab nama dalam prasasti tidak menyertakan gambar bentuk dan spesifikasi alat.

Keempat, berkat kerja keras tanpa kenal lelah itu kini mewujud dalam Sound of Borobudur Orkestra dan lebih dari itu, Sound of Borobudur Movement. Tidak semata-mata sebagai tanggung jawab segelintir orang tetapi menjadi sebuah gerakan bersama.

Banyak aktivitas yang digalakan. Mulai dari Musicovernations (program online berbasis musik yang dimainkan dengan instrumen musik yang terpahat di dinding candi, dimainkan oleh musisi Indonesia, kemudian di respon oleh musisi dunia secara terbuka), Sound of Borobudur Exhibition Centre di kawasan Borobudur, Program pembangunan Sound of Borobudur Learning Center, Program pelatihan berbasis Sustainibility Livelyhood di Kawasan penunjang pariwisata seputar Borobudur, Program Community Based Development di Kawasan Borobudur, Program penguatan tradisi dan seni budaya di seluruh Indonesia, hingga program tahunan Sound Of Borobudur berupa Cultural Summit dan International Music Camp.


Penyadaran

Berkat Sound of Borobudur, kekayaan Candi Borobudur perlahan-lahan terkuak. Tidak lagi sebagai bangunan mati yang menjadi objek wisata belaka. Tetapi menjadi sumber berbagai informasi, pengetahuan, dan kebijaksanaan hidup.

Tidak terbatas pada aspek sejarah dan agama, tetapi juga astronomi, arsitektur, arkeologi, antropologi, hingga etnomusikologi. Kerja Sound of Borobudur  yang cukup jauh dari publikasi telah menguak sisi lain Borobudur sebagai sebuah warisan budaya dalam bentuk benda yang mengandung kekayaan warisan budaya tak benda sebagaimana dikreasikan oleh Orkestra Sound of Borobudur dalam bentuk 195 buah instrumen yang telah dituangkan dalam berbagai komposisi musik.  Dalam diam, Sound of Borobudur sudah menggemakan Borobudur  menjadi pusat musik dunia.

Selanjutnya, Sound of Borobudur menjadi inspirasi banyak hal. Sekaligus menunjukkan bahwa masih ada banyak pekerjaan rumah yang perlu disokong bersama, tidak hanya mengandalkan kerja sebagian musisi dan pekerja seni.  Setiap orang mestinya memiliki porsi tersendiri untuk ambil bagian,  sekurang-kurangnya mengambil nilai untuk dirinya sendiri.

Pertama, Sound of Borobudur melecut kita untuk merawat warisan budaya dalam bentuk benda, juga terutama warisan tak benda yang mulai lenyap karena sangat sedikit orang yang masih peduli.

Bila harus jujur, sudah berapa banyak intangible cultural heritage seperti tradisi dan ekspresi lisan (bahasa, naskah kuno, permainan tradisional, pantun, cerita rakyat, mantra, doa, nyanyian rakyat), seni pertunjukan, ritus, perayaan, pengetahun dan kebiasaan, serta kemahiran dan keahlian tradisional di bidang kuliner, arsitektur, pakain, dan kerajinan yang kita rawat dengan tekun?

Sumber dan grafis: Bisnis Indonesia/Husin Parapat
Sumber dan grafis: Bisnis Indonesia/Husin Parapat

Kedua, melecut kepedulian anak bangsa terhadap kekayaan peradaban nusantara. Tidak hanya dibanggakan kepada dunia, tetapi sebagai tempat belajar dan menimba manfaat. Di saat banyak nilai luhur warisan pendahulu yang mulai tergerus, maka Sound of Borobudur memanggil kita untuk kembali menimba. Seperti kata Trie, nilai-nilai tersebut menjadi warisan untuk membangun karakter dan identitas bangsa.

Ketiga, Sound of Borobudur semoga bisa menginspirasi bangsa ini untuk mencintai kebudayaan dalam segala bentuknya. Kenyataan bahwa Indonesia itu kaya, tidak hanya membuat kita berpuas dengan apa yang ada. Seruan Wonderful Indonesia mestinya memotivasi lebih banyak orang untuk peduli pada peninggalan budaya, merawat dengan tekun, berkreasi agar bernilai tambah dan tak henti-hentinya mencari makna kehidupan di baliknya melalui berbagai karya kreatif.

Akhirnya, Sound of Borobudur  yang mengandung kekayaan sejarah nusantara perlahan tetapi pasti mulai berdenting indah ke hadapan dunia, sekiranya juga menyadarkan kita dari amnesia sejarah (melupakan warisan budaya) atau membangunkan kita dari tidur panjang narsisme sempit: menjadikannya semata-mata sebagai objek foto untuk dipajang di instagram dan media sosial belaka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun