Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Coba Sesekali Ganti Pertanyaan, "Sedang Siapkan Menu Apa?" dengan "Sedang Baca (Buku) Apa?"

27 April 2021   23:14 Diperbarui: 27 April 2021   23:43 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu inspirasi pojok baca di rumah: houzz.com

Bagaimana puasa Anda hari ini? Apakah puasamu berjalan lancar? Oh ya, makanan apa yang disantap saat sahur tadi? Bagaimana dengan hidangan berbuka puasa nanti?

Demikian deretan pertanyaan yang begitu akrab sepanjang bulan Ramadan. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Entah sekadar basa-basi biasa atau mengandung kesungguhan.

Kita sepatutnya menangkapnya secara positif. Anggap saja menjadi sebentuk perhatian dan kepedulian untuk memastikan tak alpa menunaikan kewajiban agama selama bulan puasa.

Namun, apakah Anda pernah mendengar atau melontarkan pertanyaan yang sedikit berbeda. Tidak tentang doa belaka. Tidak melulu seputar makanan dan minuman. Tetapi tentang bagaimana mengisi waktu senggang di bulan puasa.

Anda sedang baca (buku) apa? misalnya, sebelum memutus sambungan telepon dengan seorang kawan. Atau tiba-tiba ada yang menginterupsi di tengah nostalgia di grup WhatsApp angkatan. Apakah kalian sudah baca buku "Rapijali" dari Dee Lestari?

Lebih menarik mana "Ten Years Challenge" dari Mutiarini atau "Selamat Tinggal"-nya Tere Liye? Bagaimana tanggapan tentang buku ketiga dari serial "Taipan, The Winner Takes It All" dari William Narmada? Apakah ditambah "Lahirnya Para Konglomerat Indonesia" dan "Di Bawah Bayangan Papi" William sudah cukup memuaskan rasa penasaran kalian?

Salah satu buku terbaru Dewi Dee Lestari: deelestari.com
Salah satu buku terbaru Dewi Dee Lestari: deelestari.com

Budaya Baca di Tanah Air

Belum berapa lama kita memperingati Hari Buku Sedunia atau World Book Day. Momen tersebut selalu diperingati saban 23 April. Pada tanggal yang sama dunia juga mengingatnya sebagai hari Hak Cipta Dunia. Bisa dipahami, buku dan penerbitan memang tak terpisahkan dengan hak cipta.

Di balik peringatan yang diinisiasi UNESCO sejak 1995 itu muncul beragam pertanyaan reflektif terutama untuk konteks Indonesia. Sejauh mana geliat budaya baca dan literasi di tanah air? Bagaimana kondisi industri buku di Indonesia?

Sejumlah pertanyaan itu bisa diturunkan dalam banyak pertanyaan praktis. Berapa rata-rata waktu yang dialokasikan untuk membaca dalam sehari? Berapa jumlah rata-rata buku yang dibaca dalam setahun? Berapa jumlah buku yang diwajibkan oleh lembaga pendidikan untuk ditandaskan oleh para peserta didik dalam satu semester? Berapa jumlah buku baru yang terbit di Indonesia tiap tahun? Berapa rata-rata jumlah pengunjung perpustakaan atau toko buku di tanah air?

Jawaban atas pertanyaan itu tentu menuntut ruang yang tidak terbatas. Dengan tanpa bermaksud mengabaikan hal-hal tertentu, berikut beberapa data yang sekiranya merefleksikan kondisi mutakhir, meski data-data yang dipakai tidak sungguh aktual.

Pada Maret 2016 silam, Most Littered Nation In the World merilis hasil studi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (CCSU) terkait minat baca sejumlah negara di dunia. Dari 61 negara yang diteliti, Indonesia menempati urutan ke-60.

Posisi Indonesia berada di belakang Thailand (urutan 59) dan sedikit lebih baik dari Botswana yang menempati posisi juru kunci.

Untuk memperjelas hasil tersebut, seperti tertera di website CCSU, ada sejumlah kriteria yang dipakai untuk menentukan seberapa tinggi minat baca di suatu negara. Beberapa parameter yang dipakai antara lain perpustakaan, peredaran surat kabar, pemerataan pendidikan, hingga ketersediaan komputer.

Dari variabel tersebut, kita bisa berasumsi bahwa perpustakaan di Indonesia sepi pengunjung, tingkat pemerataan pendidikan tak merata, peredaran surat kabar atau bacaan terbatas di wilayah tertentu, serta jumlah komputer yang minim.

Ilustrasi perpustakaan yang sepi pengunjung: www.rmol.id
Ilustrasi perpustakaan yang sepi pengunjung: www.rmol.id

Apakah memang demikian kenyataannya? Apakah saat ini perpustakaan masih menjadi satu-satunya sumber mendapatkan buku bacaan? Apakah surat kabar di Indonesia sedemikian bergeliat sehingga masih menjadi satu-satunya sumber untuk mendapatkan informasi mutakhir?

Apakah konsentrasi pendidikan masih terpusat di wilayah tertentu? Benarkah hari ini komputer masih menjadi barang mahal bagi banyak orang di Indonesia?

Poin-poin pertanyaan di atas tentu menuntut kita untuk meneliti lebih jauh. Termasuk terhadap kenyataan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang sedemikian pesat sehingga membuka akses pada sumber-sumber bacaan digital.

Begitu juga perlu memperhatikan kenyataan bahwa pameran atau bazar buku masih menarik perhatian bagi banyak orang. Sementara itu soal membaca jelas tidak bisa semata-mata diukur dari buku misalnya. Apakah membaca yang bukan buku tidak bisa dikategorikan sebagai membaca dan manfaatnya tidak lebih tinggi dari membaca sebuah buku?

Mulai dari Rumah

Sederet polemik di atas biarlah tinggal tetap demikian. Sementara yang terpenting adalah bagaimana menempatkan aktivitas membaca baik buku fisik, buku digital, dan bacaan lainnya pada posisi yang penting.

Ungkapan buku sebagai jendela dunia telah menjadi klasik. Tetapi serentak menunjukkan bahwa membaca buku tetap dipandang penting. Begitu juga banyak manfaat lainnya yang bisa dirasakan baik langsung atau tidak langsung. Soal ini masing-masing orang tentu punya kesan beragam.

Belum terlambat untuk menanamkan minat baca pada anak. Kompas.com (10/09/2019) pernah melansir data UNESCO terkait minat baca anak Indonesia. Diketahui persentase minat baca anak Indonesia berada di angka 0,01 persen. Artinya, dari 10 ribu anak Indonesia hanya satu yang senang membaca.

Laporan ini tentu mengagetkan. Sebuah data yang semestinya membuat para orang tua tersentak. Sebagai salah satu unsur penting membentuk minat baca seorang anak, para orang tua mestinya mulai menyadari bahwa anak-anak perlu mulai dibiasakan untuk membaca.

Orang tua bisa memberikan semangat dan motivasi. Tidak hanya melengkapi dengan sejumlah buku bacaan yang sesuai, juga mendorong sekolah melakukan hal serupa. Perpustakaan sekolah misalnya patut menjadi salah satu tempat favorit bagi anak-anak.

Sejumlah manfaat membaca bagi anak: sumber YouTube Nutrisi Bangsa
Sejumlah manfaat membaca bagi anak: sumber YouTube Nutrisi Bangsa

Di samping itu di level yang lebih luas, perlu dibangun taman bacaan yang bisa dimulai dari lingkungan sekitar. Selain membangun taman bermain untuk anak-anak bermain, juga perlu memberikan ruang untuk memantik anak-anak agar tertarik meluangkan waktu membaca.

Fathya Artha, M.Sc., M.Psi, psikolog dan co-founder Tigagenerasi pada salah satu webinar yang dihadiri penulis beberapa waktu lalu, memberikan sejumlah tips menarik bagaimana orang tua menjadi motor penggerak dan rumah menjadi titik mula menumbuhkan minat baca. Membuat pojok baca, menyediakan buku-buku menarik, mengajak anak memilih sendiri buku yang disukai, melibatkan anak dalam cerita yang dibaca, menghubungkan cerita dengan kehidupan anak, serta membaca dengan intonasi meyakinkan, adalah beberapa dari antaranya.

Sumber: YouTube Nutrisi Bangsa
Sumber: YouTube Nutrisi Bangsa

Tak kalah penting, "Orang tua harus merasakan aktivitas tersebut seru." Sulit membayangkan minat baca seorang anak akan tumbuh di tengah keluarga yang tak gemar membaca. Hampir mustahil seorang anak akan begitu dekat dengan buku-buku atau aktivitas membaca, bila orang terdekatnya tidak terlihat tertarik dengan itu.

Seorang anak biasanya tergerak untuk bertindak bila ada stimulus. Saat melihat orang tuanya membaca, sang anak tentu akan merasa penasaran. Dengan tambahan semangat, bukan tidak mungkin anak tersebut akan mulai mencoba. Selanjutnya melalui pembiasaan, bukan mustahil minat baca dan kecintaan sang anak pada buku-buku bacaan akan bersemi.

Salah satu inspirasi pojok baca di rumah: houzz.com
Salah satu inspirasi pojok baca di rumah: houzz.com

Ramadan sekiranya menjadi saat yang tepat untuk ikut ambil bagian dalam gerakan menumbuhkan minat baca baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, sebagian besar kegiatan berpusat di rumah. Kesempatan yang tampan untuk lebih dekat dengan bacaan. Tidak hanya mencukupkan diri dengan asupan iman melalui ibadah dan imun melalui nutrisi makanan, tetapi juga menambahkan pasokan nutrisi pada otak melalui bacaan.

Bila Ramadan kali ini ratusan juta kaum Muslim kompak mengkampanyekan baca buku dan berlomba-lomba menandaskan sejumlah bacaan, maka pada momen yang sama tahun depan, pertanyaan-pertanyaan sedang membaca apa, buku apa yang sebaiknya dibaca, bagaimana tanggapan terhadap tulisan tertentu, niscaya akan bersaing ketat dengan pertanyaan sedang siapkan menu apa, misalnya.

Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun