Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Nostalgia Ramadan di Waktu Kecil, Ada yang Diam-diam Makan?

19 April 2021   19:05 Diperbarui: 19 April 2021   19:17 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak membangunkan orang untuk sahur: www.goriau.com

Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa. (Surat Al-Baqarah ayat 183)

Bulan puasa tidak hanya menuntut tanggung jawab dan perhatian dari orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Seperti petikan Quran di atas, puasa malah sebuah kewajiban. Di balik upaya menunaikan salah satu rukun di dalam agama Islam, berpuasa juga mendatangkan banyak manfaat. Tidak hanya bagi orang tua, tetapi juga anak-anak.

Dari berbagai sumber dan pengalaman, bisa diringkas beberapa manfaat berpuasa bagi anak-anak. Pertama, mendekatkan mereka dengan Sang Pencipta. Anak-anak mulai diarahkan sejak dini untuk memaknai bulan Ramadan sebagai panggilan keagamaan.

Di dalamnya mereka merasakan langsung pengalaman iman. Dari penghayatan yang dilakukan, anak-anak tidak hanya dekat dengan masjid atau musala, mereka juga mengenal apa yang menjadi kewajiban agama. Saat itu anak-anak pun belajar tentang berbagai kebajikan yang diajarkan dalam agama dan yang telah diupayakan para orang tua untuk diturunkan kepada anak-anaknya.

Kedua, puasa tidak hanya soal menunaikan panggilan keagamaan. Berpuasa adalah juga kesempatan membentuk diri. Momen formasi. Karakter seorang anak ditempa. Kesabaran dan kemampuan mengolah emosi diarahkan.

Sebagai kelompok dengan aspek emosional yang belum banyak diuji, puasa menjadi salah satu kesempatan mereka untuk belajar menjadi panjang sabar. Bagaimana harus menahan diri untuk tidak makan dan minum dalam sekian jam, juga tak terkecuali untuk membatalkan puasa hingga pada waktunya.

Setelah sekian waktu menahan diri, hidangan yang tersaji di depan mata bisa saja menggoda selera dan meruntuhkan kesabaran. Seorang anak harus bisa sabar hingga saatnya berbuka, entah separuh hari atau sepanjang hari.

Ketiga, terkait poin kedua, saat seorang anak belajar untuk menahan diri, mereka sebenarnya diarahkan untuk berdisiplin. Disiplin waktu, salah satunya. Mereka diarahkan untuk melakukan sesuatu pada waktunya. Tidak mengkorupsi waktu. Tidak bertindak permisif tetapi patuh pada ketentuan.

Tidak hanya dalam urusan kapan mulai berbuka dan kapan membatalkannya, dengan berpuasa anak pun diarahkan untuk berdisiplin dalam mengatur pola makan dan pola hidup. Waktu tidur, waktu makan, dan waktu beribadah dengan sendirinya berada dalam satu kesatuan. Untuk menjalankan semua itu, anak tidak bisa tidak harus hidup teratur.

Keempat, ada sejumlah aspek lain dari emosi seorang anak, selain kesabaran, yang bisa diasah selama Ramadan. Seorang anak belajar untuk menghargai perjuangannya dengan menikmati setiap makanan dan minuman. Anak belajar bersyukur atas setiap nikmat yang tersaji.

Dengan ini, seorang anak akan tahu betapa berartinya waktu dan makanan baginya. Betapa sulitnya perjuangan orang tua untuk bisa menghadirkan hidangan. Juga, betapa tak semua manusia seberuntung dia bisa menikmati menu berbuka puasa seperti itu.

Saat-saat seperti itu seorang anak akan dengan mudah menerima dan memahami tentang artinya bersyukur, tentang betapa seharusnya kita berbelarasa dan berempati dengan setiap orang yang berkekurangan.

Kelima, aspek penting lainnya yang disasar dari aktivitas berpuasa adalah kesehatan. Mengacu British Nutrition Foundation seperti dilansir www.halodoc.com, dengan berpuasa kesehatan anak pun mendapatkan pengaruh positif. Mulai dari menurunkan berat badan, menurunkan kolesterol darah, mengurangi stres, dan berbagai upaya mengurangi risiko terserang penyakit.

Mengutip sumber yang sama, "Ketika berpuasa, tubuh kita termasuk anak-anak bisa menggunakan lemak sebagai sumber utama energi, maka proses detoksifikasi bisa terjadi. Ini dikarenakan racun-racun yang tersimpan dalam lemak akan dikeluarkan dari tubuh kita, bersamaan dengan digunakannya lemak sebagai sumber energi tubuh."

Hanya mengajarkan anak berpuasa tidak semudah orang tua menjalankannya. Sedang berada dalam usia pertumbuhan, kebutuhan nutrisi mereka jelas menjadi perhatian. Jangan sampai puasa justru bergerak berlawanan.

Untuk itu penting untuk mempersiapkan anak berpuasa. Mulai dari berkonsultasi dengan dokter anak atau ahli gizi terkait kondisi kesehatan anak, mengambil kebijakan secara fleksibel sesuai usia, fisik dan kondisi psikologis masing-masing anak.

Selain itu, anak-anak perlu berada dalam pantauan orang tua, tidak hanya untuk memastikan latihan menunaikan kewajiban agama berlangsung sesuai rencana, tetapi juga memantau kondisi mereka. Jangan memaksakan anak melakukan puasa seharian bila kondisi mereka tak memungkinkan. Bisa mulai memberikan mereka kesempatan untuk berpuasa sekian jam atau separuh hari.

Diam-diam makan

Banyak hal menarik yang dialami seorang anak saat bulan Ramadan. Berbagai kenangan masa kecil menampilkan rupa-rupa pengalaman. Mulai dari cerita yang menggelitik, mengasyikan, hingga memprihatinkan. Namun biarlah soal yang terakhir itu tak perlu diputar ulang. Sebaiknya, menyimpan cerita yang membangkitkan semangat.

Dimulai dini hari. Patut diakui salah satu yang menambah semarak di bulan Ramadan adalah anak-anak. Kelompok ini sudah membuat kita merasakan bahwa bulan suci itu tengah berlangsung. Mereka secara tidak langsung mengingatkan kita bahwa saatnya mulai berpuasa.

Serombongan anak kecil dengan penuh semangat berkeliling walau hari masih gelap. Dalam pendar cahaya dari teras rumah atau kilatan lampu jalan, anak-anak ini seperti serombongan petugas patroli keamanan. Dengan alat pukul di tangan mereka kompak berteriak, "sahur...sahur..."

Pekikan tersebut beradu dengan bunyi barang bekas seperti ember, galon air, baskom, hingga botol bekas.  Anak-anak ini terlihat sungguh-sungguh menjalankannya. Kata-kata itu dilantangkan sekeras-kerasnya. Mereka sepertinya memanfaatkan dengan sungguh hak istimewa selama bulan Ramadhan untuk bisa bersuara kencang saat banyak orang mungkin masih terlelap.

Ilustrasi anak-anak membangunkan orang untuk sahur: www.goriau.com
Ilustrasi anak-anak membangunkan orang untuk sahur: www.goriau.com

Lain cerita bila teriakan itu digaungkan di luar bulan puasa. Bukan pujian yang diterima, mereka justru bakal menuai sial. Tapi sepertinya peluang untuk itu jauh lebih kecil karena mereka akan lebih memilih untuk memeluk malam hingga matahari menyingsing.

Keceriaan sejak pukul 02.00 dini hari masih akan terjadi dalam bentuk berbeda pada petang hari. Sambil menunggu waktu berbuka, anak-anak biasanya akan kembali mencari teman bermain. Ngabuburit ala anak-anak biasanya diisi dengan aktivitas bermain.

Bagaimana pengalaman saat menjalankan puasa? Nah, soal ini tentu banyak cerita. Mulai dari sulitnya menahan godaan lapar dan haus, hingga apresiasi yang diterima setelah sukses menjalankan ujian sebulan penuh.

Temanku punya cerita. Saat itu ia diizinkan puasa setengah hari. Ia baru bisa berbuka puasa di tengah hari, tepatnya jam 12 siang. Walau berat, ia berusaha untuk tak makan dan minum. Ia pun berhasil menjalani puasa setengah hari sebulan penuh. Sebagai ganjarannya, ia diberikan hadiah. Sepeda baru. Bukan main girangnya.

Tahun berikutnya, orang tua memintanya untuk berpuasa penuh. Ia akan menjalankan kewajiban itu tak jauh berbeda dengan apa yang dijalankan orang dewasa. Mula-mula tidak ada keberatan. Apalagi bayang-bayang sepeda tahun sebelumnya muncul dalam rupa yang lebih menggiurkan.

Ia pun bisa menyesuaikan diri di pekan pertama. Namun pada suatu waktu, tantangan itu ternyata sulit ditanggung. Ia tak bisa berkompromi dengan desakan dari dalam diri. Selepas pukul 03.00 petang, rasa lapar kian tak tertanggungkan.

Saat itu, ibunya baru saja selesai membuat gorengan. Camilan itu jelas menggugah selera. Ibu menyimpannya di meja makan. Masih ada jarak yang cukup antara dapur dan tempat di mana godaan itu berada.

Dalam diam, ia pun mendekati meja makan. Diambilnya satu dan secepat kilat mendaratkannya di mulut. Dalam hitungan detik, sepotong gorengan itu lumat di mulut.

Saat waktu berpuka puasa tiba ia berlagak seperti biasa. Ia tak menunjukkan tanda-tanda telah menandaskan sepotong gorengan. Ia makan dengan penuh semangat. Bertindak seolah-olah berpuasa sehari penuh.

Apakah ada dari antara Anda yang memiliki pengalaman kocak serupa? Dalam diam membatalkan puasa. Bila diingat kembali, senyum pun merekah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun