Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Selamat "Bertanding untuk Menang" Tim Merah Putih di All England 2021!

14 Maret 2021   11:19 Diperbarui: 15 Maret 2021   16:15 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Indonesia sebelum berangkat menuju Birmingham via Istanbul Jumat (12/3) malam. Gambar dan keterangan: twitter.com/INABadminton 

Di tengah keterbatasan informasi dan sepi pemberitaan, kita bisa mencatat sejumlah momen menarik yang mengiringi perjalanan tim Indonesia menuju Birmingham, Inggris. 

Selama sepekan ke depan sebanyak 12 atlet, plus pelatih dan ofisial akan berjibaku di turnamen bulutangkis tertua di dunia, All England. Mereka berada dalam komando manajer tim, Ricky Soebagdja, pemilik gelar ganda putra All England 1995 dan 1996 bersama Rexy Mainaky.

Perhelatan level Super 1000 itu akan digelar di Utilita Arena Birmingham sejak 17 hingga 21 Maret 2021. 

Para pebulutangkis terbaik dari seluruh dunia akan ambil bagian memperebutkan total hadiah 850 ribu dolar AS atau sekitar Rp 12,15 miliar, ditambah 12 ribu poin bagi para jawara.

Turnamen ini digelar dalam situasi yang kurang ideal. Rasa cemas dan was-was tentu membayangi setiap kibasan raket para pemain. Menggunakan sistem gelembung dan berlangsung secara tertutup cukup menjawab apa yang sesungguhnya sedang terjadi.

Penerapan protokol kesehatan secara ketat dan tertutupnya pintu arena bagi penonton sebenarnya sudah menjadi pemandangan yang nyaris lumrah. 

Sejak tiga seri pertama di Thailand yang membuka kalender BWF World Tour 2021, hal-hal semacam itu seperti sudah menjadi pemandangan biasa, yang sudah diakrabi para pemain seperti Viktor Axelsen dan Carolina Marin.

Kedua pemain di atas adalah sedikit dari sekian banyak pemain top yang tak pernah absen sejak awal tahun. Sementara itu banyak dari para pemain unggulan lainnya tersandung berbagai kendala yang membuat mereka hanya bisa duduk manis seperti penonton pada umumnya.

Tapi kini, All England 2021, seperti memanggil segenap pemain untuk ambil bagian. Tidak terkecuali delapan wakil terbaik dari Indonesia. 

Tim Indonesia sebelum berangkat menuju Birmingham via Istanbul Jumat (12/3) malam. Gambar dan keterangan: twitter.com/INABadminton 
Tim Indonesia sebelum berangkat menuju Birmingham via Istanbul Jumat (12/3) malam. Gambar dan keterangan: twitter.com/INABadminton 

Tiga pasang ganda putra, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, Mohamad Ahsan/Hendra Setiawan, dan Fajar Alfian/Muhamad Rian Ardianto diikutsertakan tanpa terkecuali. Sebelumnya, Minions, julukan Marcus/Kevin terpaksa absen di tiga seri di Bangkok karena salah satu dari antaranya terpapar Covid-19.

Dari sektor lain pun diwakili oleh utusan terbaik. Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Chirstie, dan Tommy Sugiarto sebagai kepunyaan terbaik Indonesia di tunggal putra. Berikut Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Greysia Polii/Apriyani Rahayu, pasangan ganda campuran dan ganda putri nomor satu Indonesia.

Delapan pemain atau pasangan itu diharapkan bisa menghadirkan prestasi terbaik. PBSI mengirim semua sumber daya terbaik dengan harapan bisa mendulang sebanyak mungkin gelar juara.

Tentu pernyataan itu bisa dibaca dari dua arah. Dari satu sisi, itu menjadi semacam seruan optimisme yang mengemuka setelah tunggal putri yang selama ini menjadi sektor paling lemah tidak memiliki wakil di panggung prestisius itu. 

Namun bukan baru kali ini Indonesia memberangkatkan semua pemain terbaik dan tidak sedikit turnamen yang diikuti itu berakhir tidak sesuai harapan.

Di sisi lain, target meraih gelar sebanyak-banyaknya menjadi sebentuk kehati-hatian untuk tidak secara jelas mematok target. Kita bisa berkaca pada empat turnamen yang sudah bergulir sepanjang tahun ini. Hampir semua tidak memenuhi target.

Sedihnya, turnamen-turnamen yang berakhir dengan minim gelar itu tidak diikuti oleh segenap pemain terbaik. Sehingga lebih baik kali ini tidak lekas mengumbar janji gelar agar tidak membebani para pemain dan memberikan harapan sesaat bagi para penggemar di ajang yang akan mempertemukan para pemain unggulan di semua sektor dan dari negara-negara dengan tren prestasi yang mentereng belakangan ini. 

Hampir semua pemain dari mana-mana yang namanya tertera di daftar teratas ranking BWF ikut serta.

Hal penting lain yang patut digarisbawahi adalah perkembangan para pemain dari negara lain yang hilang dari radar pantauan. Hanya segelintir pemain yang bisa kita lihat sepak terjang dan kemampuan terkini dari sedikit turnamen yang bisa digelar sepanjang awal tahun ini.

Apakah kemampuan para lawan masih sebatas yang dijumpai sebelumnya? Apakah selama beberapa bulan belakangan atau hampir setahun terakhir perkembangan mereka tak berkembang signifikan?

Jangan-jangan justru dalam keheningan mereka sudah meningkatkan kemampuan tanpa perlu mengumbar pada kita? Dan saat semua orang mengeluhkan kesulitan di tengah pandemi, jangan sampai mereka justru menemukan momentum untuk menjadi lebih baik?

Di hadapan berbagai pertanyaan ini, ada sejumlah kemungkinan yang berpeluang terjadi. 

Satu pihak, bila lawan yang sebelumnya bisa diatasi tetapi perkembangan mereka tidak lebih siginifkan dari yang bisa dilakukan para pemain kita maka ada peluang untuk menang. Bila tidak, kita bakal kewalahan meladeni para lawan yang ternyata sudah jauh lebih berkembang dari yang kita duga.

Untuk itu sikap yang sebaiknya ditunjukkan sebelum bertanding adalah tidak terlalu bergantung dan menaruh harapan terlalu tinggi pada rekor pertemuan sebelumnya. 

Sekalipun catatan pertemuan mengunggulkan pemain kita, situasi sepanjang setahun terakhir dengan segala tantangan, membuat tidak banyak dari antara kita yang bisa memprediksi sejauh mana perkembangan permainan lawan, bahkan seperti apa pemain kita bermain setelah lama tak bertanding. 

Lebih baik menghadapi setiap lawan seperti belum pernah bertemu sebelumnya dan menganggap mereka adalah lawan yang tidak boleh diberi ampun.

Bertanding untuk Menang

Apakah dengan demikian kita berhenti berharap dan urung menggantung target? 

Hemat saya, tidak ada alasan kuat untuk menghalangi kita bermimpi akan prestasi di All England kali ini. Justru ada banyak hal yang memberanikan kita untuk berkata yakin bisa pulang dengan kepala tegak.

Pertama, setelah meraih hasil kurang maksimal di tiga turnamen pembuka di tahun ini, PBSI serius berbenah. Serangkaian eveluasi dilakukan. Berbagai langkah konkret diaplikasikan di lapangan Pelatnas Cipayung.

Salah satu kebijakan yang menandakan betapa serius dan bersungguh-sungguhnya PBSI untuk tidak main-main mempersiapkan diri adalah memilih mengirim dua tim berbeda ke Swiss Open Super 300 dan All England 2021 yang berlangsung dalam waktu yang hampir berdekatan

PBSI tidak mau ambil risiko dengan para pemain unggulannya untuk tidak tampil di All England karena terkendala hal teknis dan kesehatan setelah mengikuti Swiss Open. Selain kedua turnamen itu berada di level berbeda, PBSI memang ingin agar yang terbaik yang dikirim ke All England.

Tidak hanya memastikan para jagoan kita tidak kehilangan kesempatan pentas di All England, PBSI juga tidak ingin untuk sekadar mengisi kuota yang tersedia. 

Gregoria Mariska Tunjung yang berada dalam gerbong persiapan yang sama dengan para pemain unggulan Indonesia untuk All England kemudian dicoret dari daftar lantaran tidak dalam kondisi terbaik. PBSI lebih memilih untuk kehilangan jatah tunggal putri ketimbang memaksa Jorji tampil dengan konsekuensi buruk yang sudah bisa diprediksi.

Kedua, selain persiapan di tingkat pemain hingga sebelum keberangkatan, termasuk pemberian vaksin kedua untuk mempertebal imun tubuh, PBSI mengkondisikan suasana berbeda untuk melepas tim Indonesia.

Entah ini benar-benar sebuah kebaruan, atau pengondisian berbeda untuk sesuatu yang sering dilakukan, PBSI menggelar acara pelepasan khusus untuk kontingen Indonesia ke All England. 

Ketua Umum PBSI, Agung Firman Sampurna memimpin acara yang digelar di Pelatnas Cipayung, beberapa jam sebelum keberangkatan mereka.

Ini bisa dibaca sebagai bentuk dukungan kepada tim Indonesia. Tradisi baru untuk mempertebal semangat dan kepercayaan diri para pemain. Usai acara itu, menukil badmintonindonesia.org, para pemain merasa senang karena mendapat perhatian khusus. Mereka merasa tidak sendirian.

Selain kehadiran fisik yang meneguhkan, pada kesempatan itu suksesor Wiranto itu juga membakar semangat tim Indonesia melalui kata-kata motivasi. Ada harapan yang dititipkan. Ada tanggung jawab yang kemudian tidak bisa tidak dianggap sebagai beban yang harus dipikul.

Ada kepercayaan yang harus ditunaikan sebisa-bisanya dan sehormat-hoarmatnya. Singkatnya, seperti tulisan besar yang melatari seremoni itu, kepada para pemain, Agung sebenarnya mewakili masyarakat Indonesia untuk berpesan satu: bertanding untuk menang. Pergi untuk membawa pulang gelar juara.

Sponsor baru?

Dari potongan gambar yang disiarkan di media sosial PBSI, kita bisa menangkap berbagai potongan acara pelepasan yang sekiranya membekas di ingatan dan menyata dalam semangat tanding di lapangan.

Hal lain yang bisa dikemukakan adalah seragam yang akan dikenakan tim Indonesia. Seperti yang diterimakan Agung Firman kepada sejumlah pemain kemudian mereka kenakan sepanjang acara itu, ada tampilan berbeda.

Saat Asian Leg (Yonex Thailand Open, Toyota Thailand Open, dan World Tour Finals) di Bangkok, kita hanya menemukan tulisan "Indonesia Maju" di tempat yang sebelumnya ditempati Blibli.com di jersey sebagian besar pemain Indonesia, kecuali The Daddies, Hendra/Ahsan. 

Tidak ada logo brand tertentu yang nangkring di posisi paling strategis dari seragam seorang pemain. Baru kemudian kita dapatkan stempel dengan tulisan besar BNI 46 pada seragam baru timnas Indonesia. 

Apakah ini pertanda salah satu BUMN itu sudah mengambil tempat sebagai sponsor utama? Apakah dukungan pemerintah melalui bank nasional ini hanya sementara selama All England atau berjangka panjang?

Belum banyak informasi yang diungkap ke publik terkait kehadiran BNI 46 di seragam Marcus Gideon dan kawan-kawan. Hanya yang bisa dipastikan adalah kerja sama sponsor dengan salah satu perusahaan swasta besar sudah berakhir 31 Desember lalu.

Berakhirnya kontrak tersebut tidak lepas dari kritik terkait kehadiran logo produsen teersebut terutama pada seragam yang dikenakan anak-anak, hal mana perusahaan itu giat menggelar audisi pencarian bakat pebulutangkis muda selama bertahun-tahun.

Salah satu visi Agung Firman sebagai orang nomor satu di PBSI adalah mengubah pola kerja sama sponsor dari sekadar tanggung jawab sosial perusahaan menjadi bisnis.

Agung yang terpilih pada 6 November 2020 lalu, berdalih, bulutangkis adalah olahraga yang sangat menjual sehingga perlu diberi ruang kepada semua pihak untuk ikut berpartisipasi.

Adalah tanggung jawab bersama untuk ikut memajukan prestasi olahraga kita, terutama pada cabang-cabang potensial untuk mengangkat tegak wajah Indonesia di mata dunia. Kontribusi negara sebagai representasi masyarakat seluruhnya melalui anak-anak usaha dari berbagai BUMN sudah seharusnya lebih mengemuka.

Ya, bulutangkis menjadi salah satu dari sedikit cabang olahraga yang bisa membuat harum nama Indonesia. Bila demikian, mengapa kita harus menutup diri untuk menangkup berbagai dukungan termasuk dalam bentuk finansial sebagai salah satu amunisi utama penggerak roda pembinaan bulutangkis di Indonesia agar bergulir lebih teratur, menjangkau lebih luas, dan mendongkrak prestasi lebih tinggi.

Hanya saja, di balik peluang emas tersebut, para atlet harus tetap ditempatkan sebagai subjek utama. Kepentingan bulutangkis nasional tetap nomor satu. Jangan sampai para atlet sekadar menjadi pelengkap penderita dan wangi prestasi bulutangkis menjadi jualan untuk meraup untung sebesar-besarnya untuk kepentingan di luar olahraga tersebut.

Bila kehadiran perusahaan negara itu dalam rangka mendukung prestasi bulutangkis dalam negeri, maka kita patut menyambut dengan sukacita. 

Kehadiran logo BNI 46 sekiranya diresapi secara positif oleh para atlet yang akan berlaga di All England bahwa seluruh rakyat Indonesia ikut mendukung. Logo baru di dada mereka adalah kristalisasi 270-an juta rakyat Indonesia yang ikut berjuang, walau hanya melalui sepotong doa.

Selamat berjuang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun