Joan Laporta. Nama yang tak asing bagi Barcelona. Pernah tujuh tahun duduk di kursi presiden klub sudah lebih dari cukup membuat namanya selalu dikenang. Belum lagi daftar panjang gebrakan dan pencapaian semasa kepemimpinannya sejak 2003 hingga 2010.
Perubahan kebijakan bisnis di tingkat klub, stabilitas di kalangan para penggemar, regenerasi yang baik, hingga prestasi di lapangan hijau adalah beberapa dari antaranya. Hal yang disebutkan terakhir menjadi salah satu yang fenomenal.
Muncul sebagai sosok medioker, Laporta kemudian mulai mendapat perhatian media, hingga mendapat tempat tersendiri di hati penggemar seiring prestasi yang mewujud trofi demi trofi.Â
Raihan 12 trofi secara keseluruhan, dengan 2009 sebagai periode terbaik karena menyapu bersih enam gelar (sextuple) menjadi prasasti penting peninggalan Laporta.
Kala skandal Barcagate mengemuka, hubungannya dengan pemain paling dicintai Lionel Messi memanas dan sederet hasil buruk dipertontonkan di berbagai kompetisi, Josep Maria Bartomeu tak punya pilihan lain selain meletakan jabatan presiden klub.Â
Pengunduran diri Bartomeu pada 27 Oktober 2020 serentak memunculkan kembali ingatan publik Catalonia pada Laporta. Kerinduan penggemar akan Barca yang dahulu tak bisa dibendung.
Tak heran nama Laporta terdengar lebih nyaring sejak para kandidat menyerahkan tanda tangan anggota klub sebagai syarat pencalonan diri pada Januari lalu.Â
Dari sembilan calon yang disebut, ternyata hanya Laporta, Victor Font, Toni Freixa, dan Emili Rousaud yang mampu meraup minimal 2.257 suara dukungan sebagai syarat mengikuti pemilihan.
Kemudian saat hari pemilihan tiba, Minggu (7/3/2021), Laporta seperti berlari sendiri. Ia mendapat dukungan mayoritas. Perbandingan 54,2 persen milik Laporta, 29,9 persen kepunyaan Font dan meninggalkan Freixa dengan 8,5 persen lebih dari cukup melegitimasi statusnya sebagai presiden terpilih.