Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jokowi, Anemia, dan Rantai Kemiskinan di NTT

26 Februari 2021   17:02 Diperbarui: 26 Februari 2021   17:08 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hamparan sawah berbentuk jaring laba-laba di Flores, NTT: www.beritabaik.id

Apa sebab kemiskinan itu? Faktor-faktor apa yang berpengaruh dan berkontribusi pada besaran persentase tersebut? Lantas, bagaimana solusi untuk menurunkan angka kemiskinan itu?

Soal Gizi

Soal kemiskinan jelas kompleks. Multifaset, multi sebab, dan multi dampak. Sebab kemiskinan misalnya, antara lain karena krisis ekonomi, pertambahan penduduk, kebijakan pemerintah, hingga keadaan kahar (force majeure) seperti pandemi Covid-19 yang menerjang siapa saja tanpa pandang bulu dan menyapu semua sektor kehidupan tanpa ampun.

Namun begitu, soal kemiskinan itu bisa dihadapkan dengan faktor lain seperti masalah gizi. Mengapa gizi? Pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan pembangunan manusia (status gizi) tak ubahnya tiga variabel yang saling mempengaruhi. Banyak teori dan kerangka hubungan timbal balik yang berbicara tentang ketiga anasir itu.

Salah satu yang bisa kita pakai adalah pemodelan yang dibuat BPS dan United Nations Development Programme atau UNDP (1999). Pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sehingga akan mengurangi angka kemiskinan. Dampaknya akan terasa pada tingkat dan pola pengeluaran konsumsi rumah tangga, khususnya yang berkaitan dengan investasi pembangunan manusia (gizi, kesehatan, dan pendidikan).

Dari sisi berbeda, peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan status gizi, kesehatan, dan pendidikan yang baik akan merangsan peningkatan kesempatan dan produktivitas kerja yang pada gilirannya akan menstimulus pertumbuhan ekonomi.

Pertanyaan penting kemudian mengemuka. Mana yang menjadi faktor determinan dari antara ketiga itu? Bagaimana bila salah satu faktor itu tidak bisa menjaga keseimbangan dengan faktor yang lain? Bagaimana bila ada satu, dua, atau ketiga faktor itu sungguh-sungguh bermasalah?

Tentu logika tersebut bisa dibaca secara terbalik. Status gizi yang rendah, problem kesehatan dan pendidikan yang masih terjadi, akan menurunkan produktivitas kerja dan prestasi sehingga pertumbuhan ekonomi akan bergerak turun.

Soal gizi misalnya, akan sulit membayangkan masa depan generasi yang cerah bila asupan nutrisi tak diperhatikan. Bermasalah dengan gizi akan mengarah pada serangkaian dampak baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Salah satunya adalah stunting. Stunting atau kerdil dalam arti paling sederhana, memberi dampak yang luas, mulai dari masalah tumbuh kembang (pertumbuhan tubuh, perkembangan otak, gangguan metabolisme, rentan penyakit tidak menular), hingga prestasi (kesulitan belajar, pencapaian akademik di sekolah hingga kelak kinerja di tempat kerja).

Gatra.com (22/10/2020) mengutip Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, dr. Mese Ataupah, melaporkan prevalensi balita stunting di NTT pada periode Agustus 2020 sebesar 27,5 persen. Angka itu mengalami penurunan dari 30,1 persen di 2018 dan 27,9 persen di 2019. Namun, angka tersebut masih jauh dari standar WHO dengan batas maksimal 20 persen (seperlima dari jumlah total anak balita).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun