Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Fitriani Galau, Kapan PBSI Tentukan Promosi-Degradasi Atlet Pelatnas?

23 Februari 2021   06:38 Diperbarui: 25 Februari 2021   14:27 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fitriani: badmintonindonesia.org

Kekosongan kompetisi internasional selama lebih dari sembilan bulan tentu berdampak luas. Salah satunya terhadap kehidupan para pemain. Mood dan fisik para pemain tentu terganggu. Penerapan protokol kesehatan sebagai harga mati membuat suasana Pelatnas pun ikut terdampak. Berbagai penyesuaian pun dilakukan.

Bagi tim pelatih, minimnya agenda turnamen internasional membuat mereka kehilangan sejumlah kesempatan untuk melihat sejauh mana perkembangan masing-masing atlet. Untuk melihat apakah seorang atlet berkembang atau tidak adalah prestasi.

https://twitter.com/INABadminton
https://twitter.com/INABadminton

Tolok ukur prestasi dalam setahun merupakan salah satu aspek penilaian utama. Namun, bagaimana bisa menilai kinerja setiap pemain bila tidak mendapatkan jam bertanding memadai? Apakah adil dan komprehensif menilai prestasi seorang atlet bila kompetisi yang diikuti sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali?

Selain prestasi dalam setahun, tentu masih ada aspek lain yang dinilai. Walau kepengurusan PBSI periode 2020-2024 belum lama berjalan, ada standar-standar penilaian objektif yang tetap berlaku dari tahun ke tahun atau dari periode ke periode.

Saat masih menjadi Kabid Binpres PBSI, Susy Susanti, mengutip bolasport.com (14/01/2019) menyebut ada sejumlah kriteria penentuan promosi-degradasi. Selain aspek prestasi, hal lain yang dinilai adalah usia pemain, potensi, durasi pemain di pelatnas, dan perbandingan prestasi dengan pemain yang lebih muda.

Kita bisa menjadikan Ricky Karanda Suwardi sebagai contoh. Pemain ganda putra ini terdepak dari Pelatnas 2019. Statusnya saat itu sebagai pemain senior. PBSI memutuskan mendegradasi pemain ganda putra dan ganda campuran itu karena di usia 27 tahun (kala itu) tidak berkembang sesuai harapan, sementara ia sudah berada di pelatnas hampir 13 tahun.

"Kalau dari perbandingan dengan pemain yang lebih muda, prestasi Ricky kalah dari Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, Wahyu Nayaka/Ade Yusuf, dan Berry Angriawan/Hardianto. Soal potensi, kami juga kebingungan dia akan dipasangkan dengan siapa. Dari situ, ada poin-poin yang tak masuk kriteria," terang Susy.

Nah, selepas Susy menyerahkan estafet Kabid Binpres kepada Rionny Mainaky, apakah standar-standar itu berubah? Rionny belum banyak berbicara secara rinci ke publik terkait standar penilaian yang dipakainya selain prestasi.

Hemat saya, parameter yang dipakai di masa Susy, masih valid dan representatif hingga hari ini. Selain melihat apa yang mereka tunjukkan di pentas internasional, jenjang regenerasi yang dibuat melalui sistem pratama dan utama, membuat perkembangan para pemain juga diukur dari sisi usia berbanding prestasi, prestasi seorang pemain berbanding prestasi pemain di sektor serupa di level yang lebih rendah, juga potensi dari masing-masing pemain.

https://twitter.com/INABadminton
https://twitter.com/INABadminton

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun