Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Terang-Gelap Lampard di Stamford Bridge, Sebuah Keniscayaan

26 Januari 2021   06:15 Diperbarui: 26 Januari 2021   22:36 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abramovich, Lampard, Thomas Tuchel (kiri): dailymail.co.uk

Saat ini ia adalah seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap sebuah tim besar dalam setiap pertandingan. Di atas segalanya, ia tetaplah pekerja yang digaji secara profesional, yang tidak bisa mengendalikan segalanya, termasuk masa depannya. Ia bisa ditendang kapan saja, setuju atau tidak, suka atau tidak, pun pada saat yang baik atau tidak.

Lantas, apa yang membuatnya terpaksa harus disepak? Pertama dan paling utama tentu penampilan tim di Liga Inggris. Menelan lima kekalahan dalam delapan pertandingan terakhir di kompetisi paling ketat sedunia itu tentu sebuah mimpi buruk.

Chelsea sebenarnya mengawali musim ini dengan baik. Tak terkalahkan dalam 14 pertandingan awal di 2020, membuat banyak pihak tak segan meramal masa depan tim bakal cerah. Menembus final Piala FA dan lolos ke fase grup Liga Champions di tahun yang sama menandai awal yang baik bagi Lampard.

Chelsea pun digadang-gadang menjadi pesaing terberat menuju tangga juara usai kemenangan 3-1 atas Leeds di awal Desember sempat mengantar mereka ke posisi puncak.

Sayangnya, situasi berbalik begitu cepat di pertengahan Desember. Kekalahan 0-1 atas Everton menjadi awal masa suram. Menyusul kemudian hasil negatif kontra Wolves, Arsenal, Manchester City, hingga Leicester City. Posisi The Blues semakin jauh dari puncak klasemen. Berada di posisi kesembilan untuk sebuah tim ambisius adalah petaka.

Usai menderita kekalahan pekan lalu di tangan Leicester, Lampard sempat memberikan harapan kebangkitan. Timnya mampu mengatasi Luton Town di putaran keempat Piala FA. Namun kemenangan 3-1 atas tim divisi dua belum cukup menyelamatkan kursi pria 42 tahun itu.

Kedua, hubungan Lampard dengan Marina Granovskaia yang tak harmonis disinyalir semakin memperburuk keadaan. Marina bukan orang sembarangan. Ia adalah direktur olahraga dengan posisi penting dan pengaruh besar. Wanita keturunan Rusia-Kanada itu pun cukup dipercaya Abramovich.

Hanya saja, ada sejumlah hal yang membuat keduanya tidak sejalan. Soal perlakukan terhadap Kepa Arrizabalaga, hingga rencana pembelian Declan Rice dari West Ham dan James Tarkowski dari Burnley. Lampard sepertinya ingin menghukum Kepa atas berbagai blunder yang dilakukan-bahkan kesalahan fatal terjadi lagi di laga kontra Luton.

Mendepak kiper termahal di dunia seharga 72 juta euro dan menggantinya dengan Edouard Mendy ternyata mendapat reaksi berbeda dari Marina. Marina justru meminta Lampard untuk tidak buru-buru meminta mendatangkan pengganti. Yang perlu dilakukan adalah merangkul dan menyuntikkan kepercayaan diri kepada kiper timnas Spanyol itu.

Begitu juga dengan keinginan Lampard untuk membeli Rice. Oleh Marina hal tersebut dianggap bak menepuk air di dulang. Klub sepertinya tidak ingin dibuat malu untuk membeli kembali pemain yang pernah dihargai dengan biaya besar itu. Soal James Tarkowski, Marina sepertinya tidak setuju.

Ketiga, Lampard bukan manajer pertama yang dipecat Abramovich. Sebelumnya ada sembilan manajer yang bernasib serupa sejak sang taipan berkuasa pada 2003. Claudio Ranieri, Jose Mourinho (dua kali), Avram Grant, Luis Felipe Scolari, Carlo Ancelotti, Andre Villas-Boas, Roberto Di Matteo hingga Antonio Conte.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun