Kemudian, Marin mencapai klimaks. Ia membekuk pemegang rekor head to head 9-6 sekaligus memperkecil catatan ketertinggalan atas Tai.
"Saya tidak baik dengan diri saya sendiri, karena ayah saya meninggal beberapa bulan lalu," Marin berbicara kepada situs resmi BWF usai kemenangan atas Tai.
Namun duka tersebut coba dilebur dengan semangat untuk segera bangkit. Ia tahu setiap badai pasti akan berlalu, meski jelas tidak mudah. Karena itu, ia meyakinkan diri untuk berkomunikasi dengan tim, pelatih, hingga meminta saran psikolog.
"Saya merasa sangat senang bahwa saya bisa berubah pikiran dari tahun lalu; Saya mengalami tahun yang sulit secara pribadi pada tahun 2020, tetapi saya pulih dengan baik," ungkapnya semringah. Kini ia menatap turnamen selanjutnya, termasuk mulai berani untuk berpikir target besar selanjutnya antara Olimpiade atau Kejuaraan Dunia.
Bagaimana Axelsen? Tunggal terbaik Denmark ini pun mengalami masa-masa tak kalah sulit seperti Marin. Operasi pergelangan kaki memaksanya kehilangan kesempatan bermain di rumah sendiri, Denmark Open tahun lalu.
Ia tak lagi bermain sejak naik meja operasi. Diperparah lagi dengan wabah Corona yang menutup harapannya untuk kembali ke lapangan pertandingan. Ia sempat merasa aneh saat berangkat ke Bangkok. Perasaannya campur aduk antara percaya dan tidak.
Meski begitu, setelah tak lagi naik podium juara usai memenangi All England 2020, ia berusaha bangkit. Mengatasi berbagai tantangan dan perasaan campur aduk.
"Jadi saya bangga dan senang bisa memenangkan turnamen ini, karena tidak mudah melawan lawan yang begitu bagus."
Oh ya, satu lawan yang tentu tak lepas dari ingatannya adalah Anthony Sinisuka Ginting, andalan Indonesia di semi final. Axelsen sebenarnya bisa kehilangan medali juara andaisaja Ginting tak kehilangan fokus setelah sempat memimpin 11-7. Bila Ginting mampu menjaga konsistensi, maka hasil akhir tunggal putra akan berbeda.
Doa Terjawab
"Dia seperti ayah saya. Dia 18 tahun lebih tua, dia memperlakukan saya seperti anak perempuannya dan saya memandangnya sebagai ayah saya. Setelah ayah saya meninggal dunia ketika saya berusia dua tahun, dia mengurus seluruh keluarga. Dia sangat mendukung karier bulutangkis saya."