Dengan cara apa kita merayakan sebuah kemenangan? Bagaimana mengekspresikan kegembiraan untuk suatu pencapaian? Menitikan air mata adalah satu dari antaranya.
Inilah yang terjadi dengan Greysia Polii. Usai mengunci kemenangan di partai final ganda putri Yonex Thailand Open 2021, pebulutangkis 33 tahun itu tak kuasa membendung air mata. Seakan tak mau tertangkap kamera, ia membekap matanya dengan handuk putih. Apriyani Rahayu sigap mendekap sambil menepuk punggung seniornya itu.
Bagi pasangan ini kemenangan itu memiliki banyak makna. Pertama, kemenangan atas Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai tidak hanya menumbangkan andalan tuan rumah, tapi sekaligus memastikan mereka naik podium tertinggi sebagai kampiun.
Gelar ini cukup spesial. Memang ini bukan gelar pertama mereka sejak berpasangan pada 2017 lalu. Namun kemenangan 21-15 21-12 atas unggulan tujuh itu menjadikan mereka punya koleksi gelar level Super 1000. Dengan kata lain ini adalah gelar pertama mereka di level tertinggi itu.
Kedua, Greysia dan Apriyani sudah lima kali bertemu. Secara keseluruhan keduanya unggul dengan empat kemenangan. Namun di pertemuan terakhir di Taiwan Open 2019, Greysia/Apri justru kalah. Sebagai unggulan pertama, keduanya menyerah rubber game, 18-21, 21-12, 17-21.
Kemenangan ini menjadi pembalasan sempurna. Tidak hanya itu, pasangan beda generasi ini pun kembali menambah catatan keunggulan atas wakil tuan rumah Itu.
Ketiga, Greysia dan Apri menjaga muka Indonesia di turnamen pertama BWF World Tour tahun 2021. Setelah lebih dari delapan bulan vakum karena pandemi Covid-19, keduanya sukses menandai kembali bergeliatnya kompetisi dengan sempurna.
Ini adalah satu-satunya gelar yang bisa diraih kontingen Indonesia. Sebenarnya tim Merah Putih bisa meraih dua gelar andai saja Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti mampu menjinakkan ganda campuran tuan rumah, Dechapol Puavanukroh/Sapsiree Taerattanachai.
Walau berstatus unggulan dua, Praveen/Melati sebenarnya lebih diunggulkan ketimbang unggulan teratas itu. Dalam enam pertemuan sebelumnya, empat di antaranya berhasil mereka rebut. Praveen/Melati tak pernah kalah dalam empat perjumpaan terakhir, termasuk di final All England 2020.
Kemenangan 21-15, 17-21, 21-8 di Arena Birmingham, Inggris tahun lalu ternyata dibalas tuntas oleh pasangan Thailand. Bahkan pembalasannya nyaris sempurna.Â
Betapa tidak. Praveen/Melati seakan tak bisa berkembang. Di game pertama mereka hanya mampu mendapat tiga poin dalam tempo tak lebih dari lima menit. Laga itu berkesudahan dengan skor 21-3, 20-22, 21-18.
Apakah kekalahan ini karena Praveen/Melati terlalu jemawa? Apakah mereka terlalu percaya diri bahwa penampilan impresif sejak laga pertama akan membawa mereka ke tangga juara? Entahlah.
Bila Praveen/Melati mengalami antiklimaks, tidak demikian dengan Greysia/Apri. Greysia/Apri mampu menjaga konsistensi dan memenuhi prediksi banyak pihak bahwa kemenangan akan mereka raih bila mampu menjaga tren positif itu.Â
Dan benar. Greysia/Apri melakukan itu. Sekaligus menjadikan Greysia/Apri sebagai pemain ganda putri pertama dari Indonesia yang mampu meraih gelar Superseries Premier atau Super 750 atau Super 1000.
Keempat, dibanding Apri, Greysia jauh lebih senior. Pemain 33 tahun ini menjadi salah satu pemain paling senior di pelatnas PBSI. Sepanjang lebih dari 17 tahun berkarier, ia sudah berpasangan dengan sejumlah pemain, mulai dari Jo Novita, Vita Marissa, Meiliana Jauhari, hingga Nitya Krishinda Maheswari.
Sebagai pemain dengan jam terbang tinggi, tidak mudah baginya untuk berada di antar generasi lebih muda. Termasuk pula membantu mereka untuk bisa mengangkat prestasi sektor ganda putri yang selalu berada dalam bayang-bayang kebesaran ganda putra.
Bersama Apri, keduanya sukses memberikan harapan dan beberapa kali membuat senyum para penggemar bulutangkis tanah air mengembang. Sejumlah gelar berhasil mereka raih meski untuk level menengah, mulai dari Prancis Open 2017, India Open 2018, Thailand Open 2018, India Open 2019. Indonesia Masters 2020, hingga Spanyol Masters 2020.
Pencapaian di Thailand Open ini menandai peningkatan prestasi. Gelar pertama Super 1000 di awal tahun 2021 yang sulit bagi banyak orang, termasuk para pemain bulutangkis lainnya.
Ketidakikutsertaan para pemain Jepang dan China membuat persaingan di turnamen ini berkurang. Belum lagi penyelenggaraan ini dibayangi penerapan protokol kesehatan super ketat.Â
Namun ini tidak menjadi alasan untuk menurunkan bobot pencapaian Greysia dan Apriyani. Apalagi Greysia tampil apik di usia yang tidak muda, dengan riwayat cedera bahu, dan tengah disandera masa-masa indah bulan madu sebagai seorang istri.
"Saya merasa emosional bukan hanya karena kami memenangkan pertandingan tetapi karena semua kerja keras yang kami lakukan. Ini adalah penampilan yang bagus bagi kami untuk maju ke Olimpiade," ungkap Greysia usai laga kepada situs BWF.
Pantas saja, ia menangis. Selamat Greysia dan Apri!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H