Kemenangan 21-15, 17-21, 21-8 di Arena Birmingham, Inggris tahun lalu ternyata dibalas tuntas oleh pasangan Thailand. Bahkan pembalasannya nyaris sempurna.Â
Betapa tidak. Praveen/Melati seakan tak bisa berkembang. Di game pertama mereka hanya mampu mendapat tiga poin dalam tempo tak lebih dari lima menit. Laga itu berkesudahan dengan skor 21-3, 20-22, 21-18.
Apakah kekalahan ini karena Praveen/Melati terlalu jemawa? Apakah mereka terlalu percaya diri bahwa penampilan impresif sejak laga pertama akan membawa mereka ke tangga juara? Entahlah.
Bila Praveen/Melati mengalami antiklimaks, tidak demikian dengan Greysia/Apri. Greysia/Apri mampu menjaga konsistensi dan memenuhi prediksi banyak pihak bahwa kemenangan akan mereka raih bila mampu menjaga tren positif itu.Â
Dan benar. Greysia/Apri melakukan itu. Sekaligus menjadikan Greysia/Apri sebagai pemain ganda putri pertama dari Indonesia yang mampu meraih gelar Superseries Premier atau Super 750 atau Super 1000.
Keempat, dibanding Apri, Greysia jauh lebih senior. Pemain 33 tahun ini menjadi salah satu pemain paling senior di pelatnas PBSI. Sepanjang lebih dari 17 tahun berkarier, ia sudah berpasangan dengan sejumlah pemain, mulai dari Jo Novita, Vita Marissa, Meiliana Jauhari, hingga Nitya Krishinda Maheswari.
Sebagai pemain dengan jam terbang tinggi, tidak mudah baginya untuk berada di antar generasi lebih muda. Termasuk pula membantu mereka untuk bisa mengangkat prestasi sektor ganda putri yang selalu berada dalam bayang-bayang kebesaran ganda putra.
Bersama Apri, keduanya sukses memberikan harapan dan beberapa kali membuat senyum para penggemar bulutangkis tanah air mengembang. Sejumlah gelar berhasil mereka raih meski untuk level menengah, mulai dari Prancis Open 2017, India Open 2018, Thailand Open 2018, India Open 2019. Indonesia Masters 2020, hingga Spanyol Masters 2020.
Pencapaian di Thailand Open ini menandai peningkatan prestasi. Gelar pertama Super 1000 di awal tahun 2021 yang sulit bagi banyak orang, termasuk para pemain bulutangkis lainnya.
Ketidakikutsertaan para pemain Jepang dan China membuat persaingan di turnamen ini berkurang. Belum lagi penyelenggaraan ini dibayangi penerapan protokol kesehatan super ketat.Â