Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan featured

Refleksi Hari Gizi Nasional, Jangan Sepelekan Berat Badan Anak

30 Januari 2019   07:50 Diperbarui: 25 Januari 2021   18:01 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://twitter.com/Nutrisi_Bangsa

Disadari atau tidak, saban 25 Januari kita memperingati Hari Gizi Nasional. Tak terkecuali tahun ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, momen peringatan tersebut selalu dirayakan dengan berbagai cara. 

Mungkin saja ada yang tidak merayakan, tetapi memaknai perayaan itu dalam hidup sehari-hari. Bisa jadi ada yang tidak tahu, tidak merayakan, dan belum sepenuhnya mengaplikasikan pesan dari perayaan tersebut.

Bila kita sejenak membuka lembaran sejarah, Hari Gizi Nasional sudah menghiasi kalender perayaan sejak pertengahan 1960-an silam. Tahun ini memasuki tahun ke-59. 

Dikutip dari www.kemkes.go.id, yang menginisisi peringatan ini adalah Lembaga Makanan Rakyat (LMR) untuk memperingati dimulainya pengkaderan Tenaga Gizi Indonesia dengan berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan oleh LMR pada 25 Januari 1951.

Kehadiran sekolah tersebut membuka pintu bagi kehadiran tenaga gizi yang semakin bertumbuh dalam jumlah seiring kehadiran banyak lembaga pendidikan terkait. Namun tidak hanya itu sasarannya. 

Sebagaimana diikhtiarkan oleh Prof.Poorwo Soedarmo, kehadiran lembaga pendidikan itu tidak lain untuk mendukung tumbuh kembang manusia Indonesia. Sosok yang dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia itu merupakan kepala Lembaga Makanan Raykat yang merupakan bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan yang dikenal sebagai Lembaga Eijckman.

Setelah diperingati bertahun-tahun lamanya, bagaimana status gizi masyarakat Indonesia saat ini? Apakah tak ada lagi masalah gizi yang dialami penduduk kita?

Mari kita lihat data yang tersaji saat ini. Salah satu masalah gizi yang masih dihadapi Indonesia adalah anak dengan berat badan kurang. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan satu dari lima anak Indonesia mengalami berat badan kurang.

Situasi ini bila tidak segera diintervensi akan berdampak lanjut. Apalagi bila itu mendera anak dalam usia tumbuh kembang.  Anak dengan berat badan tidak ideal terancam menderita gizi kurang (wasting), bahkan stunting atau tubuh kerdil.

Masih mengacu pada data Riskesdas 2018, presentase balita di Indonesia dengan berat badan kurang (underweight) dan berat badan sangat kurang (severe underweight) cukup tinggi yakni mencapai 17,7 persen.

Data-data di atas mengantar kita pada satu kesimpulan. Angka anak yang menderita kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi. Bahkan melebihi ambang batas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni 10 persen.

Bila situasi ini tidak segera diatasi maka risikonya akan mengular panjang. Tidak hanya mengancam tumbuh kembang balita, tetapi juga eksistensi bangsa. Kita terancam kehilangan generasi penerus. 

Di tangan anak-anak itu kita menyerahkan nasib bangsa ini. Bila tumbuh-kembang mereka tidak ditopang oleh gizi yang seimbang dan memadai maka sulit bagi mereka untuk bisa mengaktualisasikan diri secara baik di kemudian hari.

ada 14 provinsi yang memiliki proporsi gizi buruk lebih besar dibandingkan rata-rata nasional. Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang memiliki jumlah balita dengan gizi buruk terbesar, yaitu 6,9 persen terhadap populasi balita di daerah tersebut/Keterangan dan infografis dari Tirto.id
ada 14 provinsi yang memiliki proporsi gizi buruk lebih besar dibandingkan rata-rata nasional. Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang memiliki jumlah balita dengan gizi buruk terbesar, yaitu 6,9 persen terhadap populasi balita di daerah tersebut/Keterangan dan infografis dari Tirto.id
Kita bisa menggunakan dalil sederhana ini. Kekurangan gizi tentu akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Anak yang kurang gizi akan berpengaruh pada hasil belajar. 

Hasil belajar akan menentukan masa depan mereka. Bila hasil belajar tidak maksimal, tingkat kreativitas dan produktivitas mereka akan rendah. Konsekuensinya, mereka hanya akan menjadi pekerja kasar di kemudian hari.

Bila demikian maka sulit bagi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Bila kehidupannya tak layak maka bukan tidak mungkin mereka akan melahirkan generasi serupa. Rantai persoalan ini pun akan terwarisi. Entah sampai kapan.

https://twitter.com/Nutrisi_Bangsa
https://twitter.com/Nutrisi_Bangsa
Dimulai dari Orang Tua

Persoalan gizi di Indonesia itu kompleks. Sebabnya pun beragam. Kemiskinan misalnya. Keterbatasan akses terhadap pangan yang cukup berdampak pada ketidakcukupan pemenuhan gizi. Namun kemiskinan itu hanya satu sebab.

Kekurangan gizi juga disebabkan oleh faktor lain. Mutu pelayanan kesehatan dasar yang rendah misalnya. Imunisaasi yang tak terpenuhi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku hidup tak sehat adalah sejumlah turunannya.

Di samping itu, kualitas pola asuh anak, konsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat gizi seimbang, hingga faktor-faktor yang lebih luas seperit situasi ekonomi, politik, perubahan iklim dan sebagainya.

Slide presentasi dr.Conny/dokpri
Slide presentasi dr.Conny/dokpri
Dengan tanpa bermaksud mengabaikan faktor-faktor lain, patut digarisbawahi alasan ketaksengajaan yang turut berkontribusi pada tumbuh kembang anak. Minimnya akses informasi terutama tentang gizi dan kesehatan ikut andil menentukan status gizi anak.

Hal terakhir ini menjadi salah satu poin penting yang mengemuka dalam Bincang Gizi yang diselenggarakan oleh Danone dan Nutricia, Selasa (29/01/2019) hari ini. Acara yang mengambil tempat di salah satu kafe di bilangan Jakarta Selatan diselenggarakan untuk memaknai Hari Gizi Nasional tahun ini.

Tajuk bincang-bincang kali ini adalah "Dukung Orang Tua Capai Berat Badan Ideal Anak." Topik ini sejalan dengan tema nasional yakni "Keluarga Sadar Gizi, Indonesia Sehat dan Produktif". Slogan yang digaungkan adalah "Gizi Seimbang, Prestasi Gemilang".

Hadir pada kesempatan itu sejumlah pembicara yakni Dr. dr. Conny Tanjung, Sp.A(K), dokter spesialis anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik; Ajeng Raviando, psikolog anak dan keluarga, serta artis, Kadhita Ayu bersama suami dan sang buah hati.

Menurut Conny Tanjung, praktik pemberian makan yang salah dan ketidaktahuan orang tua kerap menjadi sebab status gizi kurang pada anak. Minimnya pengetahuan membuat orang tua gagal memberikan asupan gizi yang pas untuk mendukung pertumbuhan anak.

Salah satu indikator tumbuh kembang yang ideal adalah berat badan. Berat badan kurang pada balita bisa menyebabkan berbagai dampak baik jangka pendek, maupun jangka panjang. Penurunan sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan yang tidak optimal, gangguan perkembangan otak dan fisik, hingga rentan terserang berbagai penyakit degeneratif.

Terkadang orang tua menganggap enteng dan salah menilai berat badan anak. "Terkadang anak kurus dibilang kurang gizi, atau badan anak ideal tetapi dibilang kurus," ungkap Conny.

Selain kesalahan persepsi seperti di atas, kesadaran untuk memantau berat badan dan tinggi badan anak secara rutin cukup rendah. Data Riskesdas menunjukkan, selama tahun 2018, baru sekitar 54,6 persen anak balita yang dibawa ke fasilitas kesehatan untuk ditimbang dan diukur tinggi sesuai standar.

Dr. dr. Conny Tanjung, Sp.A(K)
Dr. dr. Conny Tanjung, Sp.A(K)
Menurut dr. Conny, memantau pertumbuhan anak secara rutin bertujuan untuk memantau status gizi dan mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan. "Bila berat badan anak sudah terdekteksi di bawah kurva pertumbuhan, maka orang tua perlu segera mencari bantuan penanganan yang tepat dari tenaga kesehatan untuk memperbaiki status gizi anak," tandasnya.

Selain hal di atas, ada beberapa poin penting dan praktis yang disampaikan para narasumber. Pertama, selalu memastikan asupan gizi tercukupi, terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan. Terhitung sejak terbentuknya janin di dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun. Pada periode ini asupan nutrisi harus benar-benar diperhatikan. Itulah periode yang menentukan fondasi kesehatan jangka panjang anak tersebut.

Jangan sampai anak diberi makan tidak dengan gizi seimbang. Orang tua memberi asupan makanan dengan kandungan nutrisi yang sama. Misalnya, anak disodorkan berbagai jenis sayuran tanpa ada unsur protein.

Kedua, mengajari anak untuk disiplin saat makan. Jangan memaksa anak bila lebih dari 30 menit. "Bila tidak habis makanan jangan dipaksakan. Tunggu jam makan berikutnya baru diberi makan," ungkap dr. Conny sambil menambahkan untuk tidak tergesa-gesa memberi camilan, hal yang sangat dinanti si buah hati.

Menu gizi seimbang/http://www.gizi.kemkes.go.id/
Menu gizi seimbang/http://www.gizi.kemkes.go.id/
Bila anak tidak menghabiskan makan tidak perlu khawatir akan mengalami masalah seperti perut kembung. Justru dengan mengajari kedisplinan seperti itu anak akan lekas mencari dan kembali menginginkan asupan makanan saat mereka merasa lapar.

Ketiga, menghindari untuk memberi gadget saat makan. Alih-alih memacu mereka, peralatan elektronik itu berpotensi membuat anak "terdistraksi." Fokus anak tidak lagi pada makanan tetapi pada permainan. "Gadget dianggap lebih menyenangkan sehingga menanggap makanan sebagai gangguan," tandas dr.Conny.

Keempat, Ajeng Raviando menekankan tentang kreativitas orang tua. Mula-mula dalam memperhatikan pola makan dengan aktif mencari informasi dan mengkreasi menu. Makanan yang diberikan kepada anak sejauh dapat dibuat sevariatif mungkin.

Ajeng Raviando/Dokpri
Ajeng Raviando/Dokpri
Terkait menu makanan, dr.Conny mengatakan anaka berusia di atas setahun bisa diberikan makanan keluarga, sementara di bawah usia setahun orang tua masih harus menjaga setiap kandungan zat terutama garam dan gula.

Selain itu memberikan contoh kebiasaan pola makan yang baik dengan menyediakan waktu makan bersama yang berkualitas dengan anak.

"Di usia balita dimana anak menyerap apapun dengan cepat, orang tua juga perlu menyampaikan kalimat dengan positif agar tertanam afirmasi yang baik di benak mereka tentang makanan," beber Ajeng.

"Di rumah, saya dan suami menerapkan untuk selalu memberi contoh yang bisa diteladani anak. Misalnya, kalau ingin anak makan sayur, maka saya juga harus makan sayur," Kaditha Ayu memberi contoh.

Kelima, menjalin komunikasi dan kerja sama yang baik antara suami dan istri. Tanggung jawab pengasuhan bukan terletak pada satu pihak saja. Suami dan istri perlu menjalin komunikasi terkait pola asuh.

"Tidak salah berantem di depan anak biar mereka tahu dan belajar, tetapi jangan terlalu sering," lanjut Ajeng.

Kaditha Ayu (kedua dari kanan) bersama anak dan sang suami/dokpri
Kaditha Ayu (kedua dari kanan) bersama anak dan sang suami/dokpri
Cek berat badan sederhana

Soal gizi tidak hanya urusan keluarga dan pemerintah semata. Pihak-pihak lain pun diharapkan untuk berkontribusi. Salah satunya seperti ditunjukkan Danone. 

Sebagaimana dikatakan Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin, pihaknya selalu berkomitmen mendukung perbaikan gizi masyarakat Indonesia. Tidak hanya dengan mebyediakan produk nutrisi dengan kualitas terbaik dan harga terjangkau, juga memberikan edukasi terkait gizi secara berkesinambungan.

Terkait hal ini, Danone Indonesia baru saja meluncurkan platform website untuk memantau status gizi secara rutin. Kehadiran www.cekberatanak.co.id untuk memudahkan para orang tua untuk melihat perkembangan berat badan sang buah hati dari waktu ke waktu. Pemantauan itu bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja.

Arif Mujahidin dari Danone (kedua dari kiri)
Arif Mujahidin dari Danone (kedua dari kiri)
Penggunaan website ini pun sangat sederhana. Mula-mula mendaftar dengan memasukan sejumlah informasi terkait email, nama ibu, lokasi dan tanggal lahir anak, kita sudah bisa menggunakannya. Setiap informasi dan data terkait si kecil akan tersimpan dengan aman dan kita bisa menggunakannya kapan saja untuk melihat kurva pertumbuhan anak dari waktu ke waktu.

Setiap keluarga bisa memasukan data dan mendapatkan hasilnya untuk lebih dari satu anak. Durasinya pun lama hingga anak berusia lima tahun.

Tampilan website cekberatanak.co.id/dokpri
Tampilan website cekberatanak.co.id/dokpri

Dengan rutin mengecek kurva pertumbuhan anak melalui wesbsite ini, demikian Arif "orang tua dapat lebih siap dan waspada bila terjadi gejala berat badan kurang sehingga segera mencari solusi dengan konsultasi kepada ahli kesehatan terdekat."

Selamat Hari Gizi Nasional!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun