Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Bila Sampah Bisa Berguna, Mengapa Malah Kau Buang?

2 Desember 2018   00:49 Diperbarui: 2 Desember 2018   20:44 1204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim gabungan tengah mengukur panjang bangkai paus di Perairan Wakatobi. Foto istimewa

 

Ada sebuah peristiwa yang masih terbayang hingga kini. Saat itu, ketika sedang mengarungi lautan teduh di sebuah daerah wisata di timur Indonesia, salah satu anak buah kapal tanpa berpikir panjang melemparkan setumpuk sampah plastik ke laut.

Tidak hanya sejumlah wisatawan domestik, rombongan pelayaran itu juga berasal dari mancanegara. Para penumpang cukup kaget ketika dengan mata kepala sendiri melihat hal yang tak biasa itu. 

Salah satu wisatawan asing tak hanya menunjukkan ekspresi marah. Setengah berteriak ia memaksa anak buah kapal itu untuk menceburkan diri ke laut untuk memungut kembali sampah yang dibuang.

Ini hanya sebuah kisah dari banyak cerita tentang bagaimana kita bersikap terhadap sampah. Sikap salah yang kemudian melahirkan segudang persoalan. 

Tentu masih basah dalam ingatan kita tentang seekor paus yang ditemukan membusuk di perairan Desa Kapota, Kecamatan Wangiwangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada Senin, 19 November 2018 lalu.

Bukan hanya kematian mamalia sepanjang 9,5 meter itu yang dibicarakan. Tetapi lebih dari itu, penemuan 5,9 kilogram sampah yang mayoritas berbentuk plastik dalam hewan raksasa berjenis Sperm Wale itu.

Keprihatinan pun membuncah dari mana-mana. Tidak sedikit yang kecewa. Kita pasti tak habis pikir aneka botol, penutup galon, sandal, botol parfum, bungkus mi instan, gelas minuman, tali rafia, karung terpal, kantong kresek dan masih banyak jenis sampah lainnnya bisa sampai bersarang di lambung hewan tersebut.

Tim gabungan tengah mengukur panjang bangkai paus di Perairan Wakatobi. Foto istimewa
Tim gabungan tengah mengukur panjang bangkai paus di Perairan Wakatobi. Foto istimewa
Kesalahan tentu tak bisa dialamatkan kepada makhluk tak berakal budi itu. Kalangan akademisi kemudian coba mencari tahu sebab kematiannya dan menelaah fenomena ini secara lebih luas. Apakah sampah-sampah itu menjadi sebab tunggal kematiannya? Mengapa paus itu bisa sampai mengonsumsi sesuatu yang bukan makanannya?

Ada yang beranggapan paus itu telah mengalami disorientasi navigasi. Akibatnya, paus itu tak bisa membedakan makanan dan non-makanan. 

Alih-alih mencari tahu sebab kematian, ada isu lain yang lebih krusial. Bisa jadi habitat paus tersebut memang telah tercemar sampah. Sampah telah merusak mata rantai dalam ekosistem kehidupannya.

Ilustrasi dari Kompas.com
Ilustrasi dari Kompas.com
Bila kita berkaca diri sambil melihat data yang ada, temuan sampah dalam perut paus itu bukan sesuatu yang mengagetkan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Minggu (19/08/2018) mengatakan Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia.

Pernyataan Susi bukan tanpa dasar. Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton dari antaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.

Dunia Tanpa Sampah Bukan Impian

Kantong plastik yang kita buang ke lingkungan entah secara sadar atau tidak terakumulasi dalam 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85 ribu ton.

Untuk itu Susi kemudian menggagas gerakan "Menghadap ke Laut." Program yang dijalankan di 76 titik di Indonesia itu terejawantah dalam aktivitas bersih-bersih pesisir laut. Tujuannya adalah mengurangi limbah plastik yang berpotensi mencemari laut sekaligus menjadi bagian dari komitmen mengurangi 70 persen sampah plastik di lautan pada 2025.

Tentu gerakan "Menghadap ke Laut" itu adalah bagian kecil dari upaya mencapai target besar tersebut. Tidak cukup mengurangi sampah secara signifikan hanya dengan bersih-bersih pantai. Masih banyak hal krusial yang harus dibenahi.

Sebelum kita menghadap ke laut, ada baiknya kita menatap ke darat. Kita melihat bagaimana keseharian kita. Bagaimana sikap dan perilaku kita terhadap sampah. Bukankah sampah yang bersarang di laut itu berasal dari darat? Sampah-sampah itu bersumber dari rumah-rumah kita, dari pabrik-pabrik kita, dan dari lingkungan kita! Apakah kita sudah memperlakukan sampah dengan semestinya?

Bijak berplastik

Tanpa berpikir panjang terkadang kita lantas mensampahkan sampah. Padahal tidak semua sampah, terutama plastik bisa dicampakkan begitu saja. Plastik merupakan material yang sangat akrab dengan kehidupan kita. Sifatnya yang mudah dibentuk sesuai keinginan, tahan air, awet, praktis, dan proteksi yang baik menjadikannya sebagai primadona.

Kajian tentang Analisis Arus Limbah Indonesia, Rantai Nilai dan Daur Ulang yang dilaksanakan Sustainable Waste Indonesia (SWI) membuktikan bahwa 14 persen dari sampah kota di Indonesia adalah plastik. Jumlah tersebut memang masih kalah banyak dari sampah organik (60 persen). Namun sampah plastik jauh lebih banyak dari sampah kertas (9 persen), metal (4,3 persen) dan sedikit di atas sampah lainnya seperti kaca, kayu dan sebagainya yang berkontribusi sebesar 12,7 persen.

Didorong oleh kenyataan dan keprihatinan, Danone-AQUA sudah, sedang dan akan terus menggalakkan program pengumpulan dan daur ulang sampah. Sudah sejak tahun 1993, Danone-AQUA menggaungkan dan membumikan gerakan #BijakBerplastik.

Untuk menjalankan gerakan ini, Danone-AQUA bekerja sama dengan banyak pihak, mulai dari mitra hingga konsumen. Gerakan ini dimulai dengan meningkatkan pengumpulan sampah plastik. Sejumlah aktivitas dilakukan atas dasar komitmen untuk mencapai sejumlah target.

Pengolahan botol plastik bekas yakni Bali PET Recycling di Jalan Tirta Lepang, Kesiman Kertalangu, Denpasar Tmur, Kota Denpasar, Bali (Kompas.com/Iwan Supriyatna)
Pengolahan botol plastik bekas yakni Bali PET Recycling di Jalan Tirta Lepang, Kesiman Kertalangu, Denpasar Tmur, Kota Denpasar, Bali (Kompas.com/Iwan Supriyatna)
Danone-AQUA berkomitmen untuk mengumpulkan sampah plastik lebih banyak dari volume yang digunakan dari lingkungan Indonesia pada tahun 2025. Selain itu, perusahaan ini berkomitmen memimpin kampanye nasional untuk edukasi daur ulang, dan menggerakkan program pengetahuan daur ulang di 20 kota besar pada tahun 2020. 

Komitmen lain yang tak kalah penting adalah membuat seluruh kemasan plastinya dapat didaur ulang `100 persen dan meningkatkan proporsi plastik daur ulang di setiap botol yang digunakan sebesar 50 persen pada 2025 mendatang.

Untuk mencapai target tersebut, Danone-AQUA sudah mulai menjalankan beberapa program. Beberapa dari antaranya yang patut digarisbawahi adalah pertama, mendukung perkembangan daur ulang plastik dengan menjadi donator utama program daur ulang pertama dengan Yayasan Dana Mitra Lingkungan.

Melalui program PEDULI, Danone-AQUA menarik kembali setiap botol plastik bekas melalui jalur retailer dan distributor. Selanjutnya botol-botol bekas itu dicacah dan diekspor ke Taiwan.

Ternyata sampah plastik itu bernilai ekonomis. Karena itu sejak 2010, Danone Ecosystem dan Danone-AQUA telah mendukung bisnis sosial untuk pengumpulan sampah plastik di Indonesia. Bekerja sama dengan komunitas pemulung untuk mengumpulkan hingga 12 ribu ton sampah plastik yang siap didaur ulang. 

Kehadiran enam pusat pengumulan sampah plastik mempermudah proses distribusi. Jumlah tersebut terus bertambah menjadi 10 pusat pengumpulan sampah plastik berikut 10 fasilitas untuk komunitas pengelola sampah.

Tidak hanya bergerak di darat. Danone juga menyasar pengumpulan sampah plastik dari laut.

Jelas program ini tidak mudah. Karena itu perusahaan ini melalui induk perusahaannya ambil bagian dalam misi penelitian bersama The Ocean Cleanup. Ini merupakan sebuah perusahaan rintisan nirlaba dari Belanda yang mengembangkan teknologi canggih untuk membantu pengumpulan sampah plastik dari laut.

Kedua, program Bottle2Fashion. Dari namanya sudah tergambar seperti apa program ini. Selain diekspor ke mancanegara, sampah plastik bisa diolah menjadi produk artistik. Sejumlah produk fashion ternyata bisa dibuat dari sampah botol plastik.

Untuk menjalankan program ini Danone menggandeng H&M Indonesia. Sejak penandatanganan kerja sama pada 4 September 2017 lalu, kedua belah pihak telah menjalankan sejumlah kegiatan. Dimulai dengan memperkuat pengumuplan sampah botol plastik di Kepulauan Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, sampah botol plastik dijadikan bahan baku pembuatan produk fashion seperti sarung tangan. Menariknya, produk ini sudah dijual di seluruh gerai H&M baik di tanah air maupun mancanegara.

Danone-AQUA bekerja sama dengan H&M untuk mengolah botol plastik menjadi sejumlah produk fashion/ Kompas.com/Iwan Supriyatna
Danone-AQUA bekerja sama dengan H&M untuk mengolah botol plastik menjadi sejumlah produk fashion/ Kompas.com/Iwan Supriyatna
Ketiga, Danone juga masuk hingga ke sekolah-sekolah untuk menanamkan kesadaran tentang pengelolaan sampah plastik. 

Rendahnya tingkat kesadaran publik disinyalir menjadi sebab dari persoalan sampah yang ada. Kampanye Ayo Minum Air (AMIR) dan edukasi di sekolah dasar dengan berbagai mitra menjadi bentuk penyadaran sejak dini.

Danone akan terus menambah mitra sekolah agar program ini menjangkau lebih banyak anak di Indonesia. Selain itu, perusahaan ini akan mengadvokasi agar topik tentang daur ulang bisa menjadi bagian dari kurikulum pendidikan di tanah air.

Keempat, sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bisnis dan industri, Danone juga menggandeng sejumlah lini bisnis dan perusahaan seperti Alfamart dan Telkomsel untuk menjalankan sebuah inovasi bernama Smart Drop Box. Program ini menyasar para konsumen agar mereka bisa mendaur ulang sampahnya.

Kelima, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Danone-Aqua memilki target, enam tahun mendatang seluruh kemasan 100 persen dapat didaur ulang. Selain itu meningkatkan proporsi plastik daur ulang di botol yang dipakai dari 11 persen menjadi 50 persen.

Hanya dengan semangat kebersamaan program dan tujuan baik demi mengurangi sampah plastik bisa berjalan. Untuk mewujudkan target tahun 2025, kolaborasi dan partisipasi aktif tentu tidak hanya sebatas Danone-AQUA dan para mitranya. Semua komponen dimulai dari lingkungan terkecil, para pelaku industri, hingga pemerintah harus bahu membahu.

Resepsi pernikahan Toddy Koten dan Avi di Bajawa, Flores, NTT mencuri perhatian. Gaun pengantin terbuat dari ribuan botol aqua/foto Istimewa
Resepsi pernikahan Toddy Koten dan Avi di Bajawa, Flores, NTT mencuri perhatian. Gaun pengantin terbuat dari ribuan botol aqua/foto Istimewa
Danone sudah memberi contoh kepada organisasi dan industri khususnya bagaimana bertanggung jawab terhadap keselamatan lingkungan. Semuanya terkristal dalam program 3 R yakni reduce (mengurangi penggunaan plastik pada botol plastik yang tidak diperlukan), reuse (menggunakan botol plastik yang bisa didaurulang) dan recycle (ikut ambil bagian dalam proses daur ulang sampah plastik).

Sejatinya program 3 R ini bisa menjadi gerakan bersama yang bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di semua tingkatan masyarakat. Tidak hanya para pelaku bisnis dan industri semata.

Dari lingkungan terkecil seperti rumah tangga, kegiatan reduce bisa berupa pengurangan produk yang bisa menjadi sampah. Beberapa di antaranya seperti memilih produk yang bisa didaur ulang, mengurangi penggunaan bahan sekali pakai hingga membawa tas belanjaan sendiri saat berbelanja.

Sasaran dari program ini adalah mereduksi sampah yang tidak perlu. Tentu program ini berkaitan erat dengan gaya hidup. Pola hidup konsumtif yang suka boros dan menghasilkan banyak sampah diubah menjadi hemat dan efisien sehingga sampah yang dihasilkan bisa ditekan seminimal mungkin.

Sementar itu aktivitas reuse bisa dalam banyak bentuk, mulai dari yang sederhana hingga membutuhkan kreativitas tingkat tinggi. Sampah plastik bisa dimanfaatkan menjadi aneka kerajinan seperti tas atau dompet, tempat tissue, wadah pensil, hingga payung dan jas hujan.

Ilustrasi dari http://74ufiq.blogspot.com
Ilustrasi dari http://74ufiq.blogspot.com
Intinya, sampah seperti kertas, botol bekas, kaleng dan sebagainya tidak dibuang begitu saja, tetapi digunakan kembali dalam berbagai bentuk. Tidak hanya kerajinan tangan, tetapi juga dalam bentuk paling sederhana seperti dijadikan pot tanaman.

Pilah Sampah Mulai dari Rumah ala Griya Melati

Di samping itu, sampah-sampah itu bisa didaur ulang menjadi barang baru dan berguna. Aktivitas recycle ini akan mewujud dalam banyak bentuk. Misalnya, sisa-sisa kain perca dialihbentuk menjadi kain lap atau keset kaki. Atau diolah dengan teknologi tinggi seperti mengubah botol plastik bekas menjadi biji plastik untuk kemudian dicetak kembali menjadi ember, gantungan hingga pakaian.

Filistay, Menyulap Tempat Pembuangan Sampah Menjadi Homestay

Masih banyak praksis program 3R yang bisa diangkat. Bila enggan terlibat dalam salah satu program itu karena berbagai alasan, masih ada pilihan yang bisa diambil. Barang-barang yang tak terpakai bisa didonasikan atau diberikan kepada orang yang membutuhkan, ketimbang dionggok begitu saja, apalagi membuangnya secara serampangan. Lingkungan, termasuk laut bukan tempat sampah, kawan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun