Kurang dari satu bulan, Jojo dan Ginting akan tampil di Asian Games 2018. Keduanya memperkuat armada tuan rumah yang beranggotakan 20 pemain. Ginting dan Jojo akan turun di dua nomor yakni nomor beregu dan tunggal.
Pertanyaan besar, apakah kedua pemain ini mampu bangkit dan mengukir prestasi di Istora, tempat cabang olahraga tersebut dipertandingkan pada 19-28 Agustus mendatang?
Kembali dari China, kedua pemain itu hanya memiliki waktu persiapan yang singkat. Latihan dan perbaikan menyusul evaluasi mendasar jelas membutuhkan waktu lebih untuk kembali ke level permainan terbaik.
Hemat saya, kedua pemain ini hanya perlu suntikan mental. Secara teknik, kedua pemain ini cukup istimewa. Begitu juga dengan rekan sepelatnas lainnya seperti Ihsan Maulana Mustofa. Sempat dielu-elukan menyusul kejutan demi kejutan yang pernah dilakukan di lapangan pertandingan, ternyata tak berlangsung lama. Teknik mereka yang sempat mencuri perhatian ternyata berlangsung sesaat.
Grafik penampilan mereka seperti "roller coaster." Konsistensi masih menjadi hambatan terbesar. Saat tertentu mereka mampu mencuri perhatian karena bermain ciamik, namun perubahan bisa terjadi begitu cepat tidak hanya dalam rentang turnamen tetapi pertandingan.
Persoalan konsistensi itu juga termanifestasi di setiap pertandingan. Kekalahan yang hampir selalu membayang mereka cukup disesali, apalagi melihat jalannya pertandingan. Mereka mampu mengimbangi bahkan mengungguli lawan dengan jarak skor yang jauh. Namun tidak sedikit terjadi momen menyesakkan ketika keunggulan itu tidak berakhir klimaks. Lawan mampu mengejar dan balik menikung untuk mengunci kemenangan. Penonton mana tidak menepuk dada bila kemenangan di depan mata tiba-tiba melayang begitu saja?
Sementara itu ketika tertinggal, mereka cukup kesulitan untuk bangkit. Bukannya terbakar semangat untuk mengejar ketertinggalan, tidak sedikit mereka terlihat bingung dan mati kutu. Kekalahan seperti tinggal menunggu waktu saja.
Lantas, apa yang harus mereka lakukan? Perubahan pertama dan utama harus dari pemain bersangkutan. Namun mengharapkan, apalagi menyalahkan mereka jelas bukan sikap bijak. Fasilitas yang tersedia termasuk ketersediaan tim pelatih adalah bagian dari upaya membantu para pemain.
Para pelatih harus memberikan suntikan semangat dan kepercayaan diri. Harus dicarikan cara untuk menjaga konsistensi dan konsentrasi mereka. Harapannya agar mereka tidak lagi cepat lepas kendali dan lekas kehilangan fokus.
Bagaimana bila PR demi PR yang ada tak juga terselesaikan? PBSI dan para pelatih patut bertanggung jawab. Tidak hanya pemain yang dievaluasi. Bila merasa tak sanggup tidak ada salahnya berkata cukup, memberi tempat kepada pelatih lain yang sekiranya memiliki formula dan sentuhan tersendiri untuk menyelesaikan persoalan. Dibutuhkan cara dan strategi berbeda untuk menyuntikkan motivasi dan instruksi kepada mereka.
Hal ini patut diangkat mengingat penampilan Jojo dan Ginting sama sekali tak menggembirakan di Kejuaraan Dunia. Padahal keduanya sengaja melewatkan Thailand Open dan Singapore Open agar lebih fokus dan siap menghadapi Kejuaraan Dunia. Tetapi hasilnya tak sesuai harapan.