Demikian juga mural. Berasal dari bahasa Latin, murus (dinding), kata ini mengacu pada lukisan permanen di tembok, dinding dan sejenisnya. Seperti graffiti, karya seni ini pun akan menjadi soal bila dilakukan tidak pada tempat yang semestinya.  Pertanyaan kini, apakah mural dan berbagai dekorasi terkait Asian Games itu mengambil tempat yang pantas dan tampil dalam rupa yang pas? Ini soal lain yang membutuhkan ruang tersendiri untuk menjawabnya.
Terlepas dari itu, adalah baik bila karya seni itu dibuat pada tempat yang tepat dan mengambil wujud yang elok. Tentu kualifikasi tepat dan elok ini bisa diperdebatkan. Seni adalah soal rasa dan selera, yang kadang tidak bisa diperdebatkan. Namun setidaknya, elok dipandang dan mendapatkan apresasi luas alih-alih kebingungan, bahkan kecaman dan mengganggu kenyamanan. Kita harapkan kaum vandal bisa mengalihkan perhatian dan sasaran dari merusak fasilitas umum kepada kreasi lain yang lebih positif untuk menambah semarak ruang publik.
Jelas menjadi tugas dan PR besar kita untuk membebaskan ruang bersama dari tindakan tak terpuji ini. Setidaknya dimulai dari momen Asian Games. Menjadikan masa kurang lebih sebulan ini sebagai momen "metanoia" atau pertobatan dari aksi-aksi tersebut. Selanjutnya menjadi refleksi dan tanggung jawab bersama untuk menjadikan tangan kita sebagai sarana untuk menyalurkan kebaikan, kenyamanan, dan ketentraman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H