Sudah siapkah kita menonton Asian Games 2018? Pertanyaan ini jelas mudah dijawab. Tanpa berpikir panjang kita sudah bisa langsung memberi jawaban. Siap atau tidak. Warga Jakarta, Palembang dan sekitarnya tentu tidak susah merapat ke venue-venue yang mempertandingkan berbagai cabang olahraga di Asian Games 2018. Bahkan penduduk yang terpisah jarak dan waktu yang cukup pun, bila memang memiliki niat yang tinggi, mudah mendatangi tempat-tempat penyelenggaraan. Serbakemudahan yang tersaji saat ini semakin mempermudah mobilisasi. Ruang dan waktu telah diretas oleh aneka kemajuan teknologi transportasi yang gilang gemilang.
Begitu juga untuk mendapatkan tontonan pilihan. Dengan modal puluhan hingga ratusan ribu, kita sudah bisa mendapat satu kursi di arena pertandingan. Kecanggihan teknologi semakin mempermudah kita mendapatkan tiket pertandingan incaran. Beberapa kali klik di asiangames2018.id atau di www.kiostix.com sudah langsung menjawab kebutuhan.
Tuan rumah dan penonton yang baik di antaranya bercirikan demikian. Namun ideal penonton yang baik tidak berhenti di situ. Tidak semata-mata tampil dengan "actus" klasik: datang, duduk, nonton, dan pulang. Monoton seperti itu dari pertandingan ke pertandingan. Namun sepanjang rentetan aktivitas itu ada hal-hal lain yang menuntut perhatian.
Hal ini sengaja diangkat, berkaca pada kejadian yang masih hangat di ruang pemberitaan nasional. Pada Sabtu, 21 Juli 2018 lalu terjadi aksi tak terpuji oleh sejumlah oknum suporter yang menyaksikan pertandingan Liga 1 antara tuan rumah Sriwijaya FC menghadapi tamunya, Arema FC. Beberapa orang suporter melampiaskan kekecewaan atas kekalahan timnya tiga gol tanpa balas dengan merusak kursi Stadion Jakabaring, Palembang.
Menurut catatan PT Jakabaring Sport City, sekitar 335 kursi rusak akibat aksi tak terpuji itu. Padahal stadion itu baru saja direnovasi untuk keperluan Asian Games yang tinggal menghitung hari. Di tempat itu akan dipertandingkan cabangan sepak bola putri. Kursi "single seat" yang baru saja ditambah di seluruh tribun stadion pun ikut dirusak. Miris!
Aksi para oknum tersebut sungguh disayangkan. Ketidakdewasaan dalam menyaksikan pertandingan membuat stadion yang tengah disiapkan untuk menghelat pesta olahraga antarbangsa Asia jadi sasaran. Mestinya tidak demikian cara pelampiasan kekecewaan. Masih ada cara lain yang lebih elegan.
Hal ini memperpanjang aksi vandalisme kelompok suporter di tanah air. Bahwa suporter di Indonesia masih harus terus diawasi dan disadarkan untuk menyikapi setiap pertandingan dengan bijak. Tentu peristiwa kecil ini memberi awasan bagi penyelenggara Asian Games nanti. Sekaligus bentuk introspeksi atas kesiapan kita menjadi penonton Asian Games. Jangan sampai kita mempermalukan diri sendiri di hadapan para suporter tamu.
Di sisi lain, kita menyayangkan sikap panitia penyelenggara Asian Games. Bahwasannya masih diperkenankan menggunakan stadion tersebut untuk keperluan lain, selain urusan Asian Games. Mestinya setiap venue pertandingan sudah dalam posisi steril. Bila Persija Jakarta sudah tidak diperkenankan tampil di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), mengapa Sriwijaya masih bisa menggunakan Stadion Jakabaring? Kira-kira demikian pertanyaan menggelitik yang mengemuka dari kejanggalan ini.Â
Tiga T
Akibat aksi anarkis itu panitia penyelenggara pun harus bekerja ekstra. Atas desakan Dewan Olimpiade Asia (OCA) mereka harus membereskannya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Selanjutnya harus kembali memastikan Stadion Jakabaring khususnya dan Jakabaring Sport City (Kompleks Olahraga Jakabaring) siap.
Tidak hanya sportivitas yang dituntut dari para penonton, masih ada tanggung jawab lain yang tak kalah penting. Tanggung jawab itu diringkas menjadi "Tiga Tertib" yakni Tertib Berkendaraan, Tertib Antre, dan Tertib Sampah.
Pertama, Tertib Berkendaraan. Hal ini secara khusus dituntut dari warga Jakarta. Selama perhelatan Asian Games, pemerintah telah mencari cara agar lalu lintas di ibu kota bisa terurai sehingga tidak mengganggu mobilitas para atlet dari dan ke venue-venue pertandingan.
Mengacu pada pemberitaan Kompas.com, (03/07/2018), Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) telah menyiapkan tiga paket kebijakan. Kebijakan pertama adalah dengan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL). Kebijakan ini dijalankan dengan menerapkan sistem ganjil genap di sejumlah jalan protokol selama Asian Games berlangsung.
Saat kita mendekati jalan-jalan protokol, pandangan mata akan bertumbukan dengan tulisan besar di papan-papan raksasa yang membentang dari sisi ke sisi. Di sana tertera tulisan "Kawasan Pembatasan Lalu Lintas Ganjil Genap" yang berbagi ruang dengan pencantuman jam-jam pemberlakuan yang terpampang di atasnya.
Tidak hanya itu. MRLL juga memberlakukan buka dan tutup pintu tol serta pemberian jalur khusus atlet yang akan bertanding di dalam jalan tol.
Kebijakan kedua terkait penyediaan angkutan umum. Tujuannya untuk mempercepat dan mempermudah perpindahan orang dari kendaraan pribadi ke angkutan umum dengan menyiapkan armada bus tambahan. Panitia tidak hanya menyediakan kendaraan khusus untuk para atlet dan ofisial, tetapi juga untuk para penonton dari luar negeri.
Melarang seluruh kendaraan besar golongan III, IV, dan V melintas di jalan Tol Dalam Kota. Itulah kebijakan ketiga. Truk-truk hanya bisa melintas di jalan alternatif yakni Tol JORR.
Terlepas dari pro dan kontra yang menyertai kebijakan ini, panitia tentu bermaksud baik. Mengurangi waktu tempuh agar waktu para atlet tak banyak terbuang di jalan, serta menurunkan CO2 adalah beberapa tujuan.
Tentu berhasil tidaknya sejumlah kebijakan ini tidak hanya bergantung pada para pihak terkait. Tanggung jawab tidak hanya berada di pundak panitia, pihak kepolisian, dan instansi terkait. Masyarakat luas pun memiliki peran penting. Dengan berlaku tertib, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di jam-jam penting dan mematuhi setiap ketentuan yang ada dengan besar hati, lebih dari cukup membantu terselenggaranya perhelatan akbar ini.
Kedua, Tertib Antre. Antre masih menjadi pekerjaan besar kita. Banyak kali terjadi aksi penyerobotan dan ketidakteraturan saat membeli tiket, atau memasuki arena pertandingan. Orang berebut tempat terdepan, tak peduli ada orang lain yang lebih dulu mengantre.
Pengalaman ini saya alami saat perhelatan Indonesia Open Super1000 beberapa waktu lalu. Saat banyak orang berbaris mendapat giliran membeli tiket, tidak sedikit yang serobot antrian seenaknya. Banyak alasan mengemuka. Sayang tidak sedikit yang terkesan dibuat-buat agar mendapat belas kasihan.
Itulah secuil pengalaman. Masing-masing kita tentu memiliki cerita berbeda saat menyaksikan pertandingan. Yang pasti antre masih belum benar-benar membudaya di tanah air.
Meski berat untuk berubah dalam sekejap, setidaknya ada sedikit perubahan saat Asian Games nanti. Mengantre secara teratur akan mencerimkan itikad mulia sebagai penonton dan tuan rumah yang baik. Jangan sampai kita ditertawakan para tamu karena perilaku tak terpuji. Apa susahnya sih mengantre?
Selain menggambarkan adab dan bangsa berbudaya, menerapkan budaya antre akan memberi banyak manfaat. Salah satunya seperti kicuauan di akun resmi Asian Games 2018 di bawah ini.
Bila tangan kita masih cukup berat memungut sampah orang lain, setidaknya pastikan sampah sendiri diamankan terlebih dahulu. Bila sempat, berilah teguran kepada sesama yang nekat membuang sampah sembarangan atau mengingatkan rekan terdekat yang kebetulan tak sadar meninggalkan bangku stadion atau venue pertandingan dengan sampah masih tergeletak.
Sebenarnya perilaku baik tersebut tidak hanya dibutuhkan penerapannya sebelum, selama dan setelah pertandingan. Sikap ramah dan santun juga dibutuhkan dalam keseluruhan relasi dengan para tamu dan sama saudara dari tempat lain, baik di dalam maupun di luar lapangan. Hangat, santun, dan ramah kepada siapa saja yang ditemui. Siap membantu sesama yang kesulitan.Â
Dengan menunjukkan itikad dan tabiat baik seperti ini, kita sudah ikut membantu penyelenggaraan Asian Games. Tidak perlu mengambil peran yang rumpil rumit. Menerapkan sejumlah formula di atas secara nyata, kita sudah memberikan banyak faedah. Tidak hanya untuk kesuksesan dan citra baik kita sebagai tuan rumah. Lebih dari itu untuk membentuk kita sebagai makhluk yang makin berbudaya.
Semoga kita sudah siap menonton Asian Games!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H