Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Semarak Itu Harus, tapi Jangan Norak!

22 Juli 2018   13:44 Diperbarui: 22 Juli 2018   17:28 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu gedung pencakar langit di kawasan Gatot Subroto menampilkan ornamen Asian Games 2018/foto dokpri

Kurang dari satu bulan Asian Games 2018 akan digelar. Jakarta dan Palembang, dua kota yang didaulat sebagai tuan rumah akan menjadi etalase mini Indonesia. Di dua tempat itulah, meski penyelenggaraan juga berlangsung di beberapa tempat lain, mata dunia internasional akan tertuju. Tempat-tempat itu akan menjadi fokus perhatian setidaknya selama nyaris sebulan sejak 18 Agustus hingga "closing ceremony" pada 2 September nanti.

Selain infrastruktur dan sarana pendukung terbaik, untuk menyemarakkan pesta olahraga empat tahunan ini berbagai rupa dekorasi dan promosi pun dibuat. Harapannya tentu tidak lain adalah perhelatan ini semakin dikenal luas dan meninggalkan kesan tersendiri. Dunia semakin membuka mata kepada Indonesia. Begitu juga warga Indonesia semakin merasa demam karena terpaan virus Asian Games. Tidak hanya warga di kota-kota penyelenggara, seluruh anak negeri juga merasakan atmosfer yang sama.

Saya terus mengamati dari waktu ke waktu bagaimana Jakarta bersiap. Entah secara langsung atau tidak langsung baik melalui kunjungan terencana atau karena rutinitas. Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno (GBK), Senayan sebagai salah satu sentra penyelenggaraan terlihat semakin molek. Meski di beberapa sisi masih terus dikebut, sebagian besar sarana olahraga dan falitias pendukung telah selesai dibangun, dipugar dan dipoles.

Istana Olahraga (Istora) misalnya. Tempat ini sudah selesai direnovasi dan mendapat pujian dari Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) seusai perhelatan Indonesia Open Super1000 beberapa waktu lalu. Selain perubahan mendasar di dalam Istora, lingkungan sekitar pun mendapat sentuhan perubahan. Toilet sudah terlihat bersih. Jalur pejalan kaki di sekitarnya juga terlihat lebih lebar dan tertata.

Pemandangan trotoar di kompleks GBK yang sudah diperluas dan dipercantik/Foto dokpri
Pemandangan trotoar di kompleks GBK yang sudah diperluas dan dipercantik/Foto dokpri
Di sisi lain, lingkungan di sekitar GBK juga dibenahi. Trotoar yang dulu terlihat sempit dan tak terawat kini berubah lebar dan diwarnai sehingga terlihat elok. Bahkan perubahan itu juga dilakukan di kawasan sekitar seperti di tikungan stasiun Palmerah hingga Gedung Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan terus memutar hingga gedung MPR/DPR RI di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan.

Itulah salah satu perubahan yang mencolok. Kita tentu patut mengapresiasi perubahan ini. Selain membuat lingkungan terlihat molek, perubahan itu juga memberi ruang lebih kepada pihak yang selama ini bahkan kerap masih menjadi anak tiri di jalanan yakni para pejalan kaki.

Selain sarana yang mendasar, perubahan lain juga menyasar pada aspek dekoratif. Di banyak titik membentang spanduk dalam berbagai ukuran. Ada yang dipasang di pagar pembatas, di bagian atas gerbang masuk kantor, ada pula yang berbagi ruang dengan reklame komersial. Tidak sedikit yang ditempatkan di jembatan penyebrangan. Ada juga yang diikat di dua pohon yang berdiri di sisi trotoar.

Salah satu gedung pencakar langit di kawasan Gatot Subroto menampilkan ornamen Asian Games 2018/foto dokpri
Salah satu gedung pencakar langit di kawasan Gatot Subroto menampilkan ornamen Asian Games 2018/foto dokpri
Hiasan juga menyasar fasilitas umum lainnya seperti bus dan halte transjakarta. Meski sepanjang pengamatan saya tidak semua bus dan halte mendapat sentuhan Asian Games. Namun sentuhan tersebut cukup memberikan gambaran kreativitas penyelenggara.

Tidak hanya dalam bentuk spanduk atau banner. Ornamen dan pernak-pernik Asian Games juga terpasang di sejumlah titik seperti di dekat balai Kartini. Terdapat sejumlah material yang membentuk konfigurasi mengacu pada Asian Games. Bila malam tiba, pendar cahaya membuat hiasan tersebut terlihat makin memikat.

Ada cara lain yang lebih artistik. Coba perhatikan di sepanjang ruas jalan Asia Afrika, Senayan hingga jalan Gelora 2. Tiang-tiang beton yang menjadi saksi sejarah sebuah proyek mangkrak sudah berubah rupa. Tak lagi terlihat wajah beton-beton hitam dengan besi-besi besar yang menyembul di permukaan.

Tulisan besar "energy of Asia" berbagi ruang dengan goresan "18.8.18" yang dipoles cantik di sekujur tubuh. Memandang tiang-tiang ini, kita bisa melupakan kisah kelam di baliknya. Berganti semarak menyambut ajang multievent yang sudah di depan mata.

Memanfaatkan bus transjakarta dan tiang-tiang beton tak terpakai untuk menyemarakkan Asian Games/foto dokpri
Memanfaatkan bus transjakarta dan tiang-tiang beton tak terpakai untuk menyemarakkan Asian Games/foto dokpri
Patut diakui hiasan semacam itu masih terbatas. Kehadiran ornamen dan pernak-pernik Asian Games di ibu kota masih bersifat parsial. Sebagian besar ruang masih hampa hiasan Asian Games. Jumlah hiasan di gedung pencakar langit dan kantor-kantor pemerintahan masih bisa dihitung dengan jari. Begitu juga di tempat-tempat umum lainnya.

Euforia Asian Games akan jauh lebih terasa bila kita bertandang ke Kantor Kelurahan Koja yang terletak di Jakarta Utara. Selain pernah pernik seperti umbul-umbul, baliho, dan spanduk yang tertata di halaman, akses masuk pun mendapat sentuhan serupa. Kehadiran mural Asian Games di Jalan Inspeksi Kali Sindang menambah kuat kesan semarak.

Pemandangan di Kantor Kelurahan Koja, Jakarta Utara/jakarta-utara.info
Pemandangan di Kantor Kelurahan Koja, Jakarta Utara/jakarta-utara.info
Kita tentu berharap virus positif dari Kelurahan Koja menjalar ke wilayah-wilayah lain di ibu kota. Tak terkecuali menyasar daerah-daerah sekitar ibu kota yang berpotensi dilalui para atlet dan tamu.

Dengan tanpa mengurangi jiwa kreativitas dan semangat inisiatif, patut diperhatikan aspek estetika. Jangan sampai upaya dekoratif itu justru mengganggu pandangan dan menjadi sampah visual. Beberapa kasus bisa dijadikan pertimbangan.

Pertama, bila melintas di depan kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pandangan mata kita akan bertumbukkan dengan deretan spanduk yang dipasang berjejer sepanjang pagar. Penataan yang kurang diperhatikan membuat pagar terlihat semrawut. Bila ditata secara baik, tidak harus dibentangkan dan diikat di pagar, akan lebih elok.

Pemandangan di depan Kantor Kemenpora. Apakah pemasangan spanduk cukup elok dilihat? Foto dokpri
Pemandangan di depan Kantor Kemenpora. Apakah pemasangan spanduk cukup elok dilihat? Foto dokpri
Kedua, publik Jakarta, Indonesia bahkan internasional sempat dihebohkan dengan apa yang terjadi di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara dan kawasan Kali Besar, Jakarta Barat beberapa waktu lalu.  Bukan kibaran bendera negara peserta Asian Games 2018 yang menjadi sebab. Melainkan tiang tempat bendera-bendera itu diikat.

Bukan pipa atau material lain, melain sebilah bambu yang dijadikan tiang. Tidak hanya bilah bambu yang menjadi sorotan, bendera yang terlihat usang dan mulai sobekpun semakin memperkeruh polemik.

Pantas tidaknya penggunaan bambu sebagai tiang bendera tentu bisa diperdebatkan. Di kampung-kampung terpencil saban 17 Agustus warga juga mengikat bendera Merah Putih di sebuah bambu atau jenis kayu lainnya. Pemandangan seperti itu masih terjadi di kampung saya. Bedanya, sebelum dipasang bendera, warga terlebih dahulu merapihkan bambu (yang tak dibelah) dan mewarnainya.

Tidak hanya di kampung, di negara lain seperti Jepang pun penggunaan bambu bukan suatu kehinaan. Warga yang memasang bendera-bendera itu di Penjaringan tentu punya alasan tersendiri, sama seperti pemerintah provinsi DKI Jakarta yang tidak mempersoalkannya.

Sejumlah bendera negara peserta Asian Games 2018 yang terpasang di tiang bamboo di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Selasa (17/7/2018) terlihat lusuh dan robek (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
Sejumlah bendera negara peserta Asian Games 2018 yang terpasang di tiang bamboo di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Selasa (17/7/2018) terlihat lusuh dan robek (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
Kita mengapresiasi inisiatif positif mereka yang diharapkan bisa menular ke tempat-tempat lain. Kita angkat topi atas perjuangan untuk menyambut perhelatan akbar ini. Namun alangkah baiknya, lebih selektif dalam menggunakan setiap material agar tak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.

Bila rakyat biasa sudah sedemikian berinisiatif mestinya di tingkat pemerintah baik daerah maupun provinsi semangat serupa bisa lebih tinggi. Patut diakui tidak semua kantor pemerintahan di ibu kota terpasang hiasan Asian Games. Dan ada pula pemasangan ornamen, seperti disinggung sebelumnya, yang bisa mengundang komentar.

Ketiga, fenomena Kali Item di Jakarta juga menarik dibicarakan. Pemerintah DKI Jakarta mengambil inisiatif untuk menutup pemandangan dan bau tidak sedap yang mengemuka dari kali tersebut dengan kain waring. Bila bukan karena berada di belakang Wisma Atlet, Kemayoran, tempat tinggal para olahragawan dan staf resmi dari 45 negara peserta, tentu tidak mungkin akan digelontorkan dana dan tenaga untuk itu.

Kain warna hitam berbentuk jaring-jaring selebar 20 meter kini telah terbentang sepanjang 689 meter dari Jembatan Mato hingga Jembatan Jubilee School. Pemadangan pun berubah di sepanjang ruas ini. Kali Item yang bernama asli Kali Sentiong itu tak lagi terlihat seperti namanya. Begitu juga menurut pengakuan sejumlah warga aroma busuk tak lagi sepengat sebelumnya.

Pemasangan jarring-jaring berwarna hitam untuk menutup aliran Kali Item yang terletak di belakang Wisma Atlet, Kemayoran, Kamis (19/7/2018).(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
Pemasangan jarring-jaring berwarna hitam untuk menutup aliran Kali Item yang terletak di belakang Wisma Atlet, Kemayoran, Kamis (19/7/2018).(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
Pemerintah DKI Jakarta sudah melakukan berbagai cara untuk membuat Kali Item tak hitam dan berbau. Mulai dari pemasangan aerator atau mesin penghasil gelembung udara dan nano bubble alias mesin penginjeksi gas ke dalam cairan di sekitar kali dan di Waduk Sunter sebagai salah satu sumber air Kali Item. Namun hasilnya tak sesuai harapan.

Pemerintah tidak mau menanggung malu gara-gara Kali Item. Jangan sampai mengganggu pemandangan dan aktivitas para peserta. Coba bayangkan para peserta makan sambil menghadapi ke Kali Item! Karena didesak waktu, cara pintas pun ditempuh. Dalam jangka pendek usaha ini tentu berhasil. Maksud agar pemandangan Wisma Atlet tak dinodai Kali Item dan tak ada gangguan pada indra penciuman para tamu, tercapai. Namun usaha tersebut tidak sepenuhnya berhasil, apalagi untuk jangka panjang.

Pemerintah harus selalu siaga untuk membersihkan kotoran dan sampah yang berpeluang tersangkut di jaring-jaring tersebut yang akan mengganggu pemandangan. Lebih dari itu, bila tidak dibarengi upaya mendasar aroma tak sedap akan terus tercium. Jangankan kain wuring, material lain yang lebih mumpuni tak akan berpengaruh bila sumber persoalan tak tersentuh. Justru akan merusak pemandangan.

Akhirnya, ada dua hal yang mengerucut dari berbagai pengamatan dan kasus di atas. Di satu sisi, semarak Asian Games harus terus diciptakan dan dikreasi. Upaya menggelorakan Asian Games menjadi tugas dan tanggung jawab bersama, tidak hanya diserahkan kepada pemerintah, panitia penyelenggara atau warga di kota-kota penyelenggara.

Di sisi lain, setiap usaha tersebut harus tetap memperhatikan aspek yang lebih mendalam. Kesadaran dan keindahan. Tujuannya, agar apa yang dilakukan tak menjadi bumerang bagi euforia yang tengah dibangun. Kesemarakan itu wajib, asalkan jangan sampai berlebihan dan kurang serasi. Semarak itu harus, tetapi jangan norak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun