Mayu dan Wakana menyingkirkan pasangan nomor satu dunia asal China, Chen Qingchen/Jia Yifan di semi final. Kemudian pasangan ini kalah dari "pembunuh" harapan Indonesia, Greysia dan Apriyani yakni Yuki/Hirota.
Dengan tanpa mengurangi rasa hormat atas perjuangan para pemain Indonesia, banyak hal yang masih harus dipelajari dari Jepang. Mereka tidak gampang dimatikan, kecuali melakukan kesalahan sendiri. Untuk itu menghadapi mereka tidak cukup mengandalkan fisik semata. Perlu kecerdasan mencari titik lemah dan kecepatan membaca pukulan lawan.
Ketiga, ganda putra. Mengharapkan The Minions sendiri di Asian Games tentu bukan sikap bijak. Indonesia punya cukup amunisi yang bisa diandalkan. Salah satu pasangan yang menonjol di Indonesia Open kali ini adalah Fajar Alfian/Rian Ardianto. Fajar/Rian meleset hingga semi final sebelum ditumbangkan rekan sepelatnas itu.
Sayang penampilan Fajar/Rian saat itu antiklimaks. Kekalahan dalam tempo 24 menit berbanding terbalik dengan heroisme saat menumbangkan juara dunia asal China, Zhang Nan/Liu Cheng, di babak sebelumnya.
Alih-alih memberi perlawanan kepada The Minions, Fajar/Rian terlihat gugup. Keduanya tak bisa mengembangkan permainan. Di sisi berbeda, Minions lebih tenang, tidak hanya unggul dalam kualitas. Kecepatan, akurasi pukulan dan variasi pukulan melengkapi kematangan The Minions di laga itu.
Seperti kata Fajar dan Rian setelah pertandingan. Meski sering berlatih bersama, situasi di lapangan menjadi pembeda. Mereka memetik banyak pelajaran untuk Asian Games. "Kami harus sering latihan lagi, kami kan sering latihan bersama, kami ingin belajar dari kelebihan yang mereka punya," tandas Rian kepada Badmintonindonesia.com.
Hal yang sudah memang seharusnya ini diharapkan membawa angin segar di Asian Games nanti. Selain mengharapkan konsistensi Owi/Butet, Ricky Karanda/Debby Susanto serta Hafiz/Gloria diharapkan terus meningkat. Hafiz/Gloria akan duduk di rangking 11 dunia mendapat pelajaran dari Owi/Butet di semi final. Pelajaran bagaiman menguasai lapangan dan pintar menempatkan bola termasuk saat beradu di depan net. Tidak hanya itu mental untuk menghadapi laga besar.
Chan Peng Soon/Goh Liu Ying kali ini tak bisa berbuat banyak di laga pamungkas meski sukses menjungkalkan rangking satu dunia dari China, Wang Yilyu/Huang Dongping dan Zheng Siwei/Huang Yaqiong sejak perempat final. Mereka tak bisa menaklukkan Owi/Butet dan seisi Istora. Namun pasangan ini telah menghibur dengan kecepatan di depan net dan pertahanan yang rapat.
Kelima, pekerjaan rumah terbesar bulu tangkis Indonesia masih di tunggal putri. Gregoria Mariska, Fitriani dan teman-teman belum menunjukkan hasil menggembirakan. Ada jurang yang begitu jauh antara mereka dan para pemain sekelas Rachanok Intanon, apalagi Tai Tzu Ying.
Menarik melihat para pemain muda China seperti He Bingjiao dan Chen Yufei. Para pemain segenerasi  Fitriani ini mampu melangkah hingga semi final dan final. He terhenti di semi final dari Tai. Pencapaian He dan Tai menunjukkan di level mana mereka berada sekarang. Berbeda dengan para pemain Indonesia yang masih terseok-seok.