Sejauh ini belum ada pemain muda yang benar-benar mencolok di Piala Dunia 2018 selain Kylian Mbappe. Ya, Kylian Mbappe Lottin dalam usia 19 tahun 6 bulan menahbiskan diri sebagai pemain muda kedua dalam sejarah sepak bola dunia yang mampu mencetak dua gol atau lebih dalam satu pertandingan Piala Dunia.
Belum ada pemain muda lain dalam rentang 60 tahun terakhir yang mampu "memecahkan" rekor Pele itu. Legenda hidup Brasil itu menorehkan sejarah pertama di Piala Dunia 1958 di Swedia saat berusia 17 tahun dan delapan bulan. Mbappe mencetak dua dari empat gol ke gawang Argentina di babak 16 besar, Sabtu (30/06/2018) malam lalu. Ditambah dua gol dari Antoine Griezmann dan Benjamin Pavard melengkapi kemenangan 4-3 atas Tim Tango.
Mbappe tidak hanya "memulangkan" Argentina dan membuat Lionel Messi, dalam mimpi terakhirnya di Piala Dunia, seakan tak ada. Ia pun mampu menyihir seisi Kazan Arena dengan sejumlah aksi ciamik yang berujung tiga gol Prancis, dua secara langsung dan satu melalui pancingan pelanggaran yang berakhir dengan eksekusi penalti yang sukses dilakukan Griezmann di menit ke-13.
Cepat dan cerdasÂ
Mbappe langsung mencuri perhatian sejak menit pertama. Sepanjang 25 menit awal, semua pasang mata tentu tertuju padanya. Diawali dengan serangan balik cepat, pemain kelahiran 20 Desember 1998 ini berlari kencang meninggalkan pengawalan tiga pemain Argentina. Javier Mascherano, Marcos Rojo dan Enzo Perez "megap-megap"mengejarnya.
Mendekati kotak penalti, Mbappe mengambil keputusan tepat. Ia menyodok bola melewati Rojo yang kemudian mengambil tindakan bodoh dengan menariknya sampai jatuh. Alireza Faghani asal Iran langsung menunjuk titik putih.
Mbappe menghukum kelambanan armada Jorge Sampaoli. Ia juga memberi pelajaran atas kegagapan mereka membaca setiap pergerakannya. Bila kita memutar rekaman pertandingan dan melihat gerak-gerik Mbappe sebelum gol pertama akan mendapatkan sesuatu yang berbeda.Â
Dalam usia yang muda ia sudah bisa berpikir untuk mencari celah lawan. Ia berpindah ke posisi yang semula ditempati Antoine Griezmann untuk menembus lini belakang La Albiceleste.
Tentu hal sederhana ini tidak bisa diharapkan serta merta kepada setiap pemain. Pemain senior sekalipun belum tentu memiliki kecerdasan spesial seperti itu. Kecepatan dan kecerdasan itulah yang membuka keran gol Prancis saat itu.
Sejak aksi ciamik itu di kalangan para pemain Prancis, Mbappe mendapat panggilan baru. Nama yang cukup aneh, "37." Ini merujuk pada kecepatan tertinggi yang dicapainya di pertandingan tersebut yakni 37 km/jam.
Statistik ini kemudian dikoreksi FIFA. Federasi tertinggi sepak bola dunia itu menyebut kecepatan Mbappe hanya berada di angka 32,4 km/jam. Meski begitu sebutan "37" sudah terlanjur dipakai oleh para pemain Prancis, terutama Florian Thauvian.
Nama Mbappe memang sudah sering disebut-sebut. Lesatan 30 gol bersama AS Monaco membuatnya Paris Saint-Germain (PSG) tergoda meminangnya. Ia pun pindah ke Parc des Princes dengan status pinjaman dan melihat sepak terjangnya sejauh ini hampir pasti PSG rela menebus hingga 166 juta euro untuk mendapatkannya secara permanen.
Tidak hanya PSG, klub besar lain pun tertarik mendapatkan tanda tangannya. Nilai jualnya pun melambung tinggi, hanya kalah dari Neymar saat dibeli dari Barcelona sebesar 222 juta euro.
Meski menjadi remaja sukses dan kaya raya, Mbappe tetap rendah hati. Rekan setim, Florian Thauvin dalam pernyataan yang dikutip L'Equipe bersaksi. Tidak ada sesuatu yang berbeda dalam perilaku Mbappe usai kemenangan atas Argentina.
Kesan yang sama keluar dari mulut Antonio Riccardi, pelatih tim muda AS Bondy, klub masa kecilnya. Meski telah menjadi pemain besar kecintaannya kepada klub tersebut tidak pernah luntur, sama seperti perhatiannya kepada keluarga dan kampung halamannya.Â
Bila menyempatkan diri bertandang ke klub tersebut, ia akan menyapa setiap orang yang ditemui, memberi pelukan kepada para pelatih, lantas mengambil bola dan mengajak para pemain muda lainnya bermain.
Sikap ini membuat Mbappe terlihat matang di usia yang masih muda. Ia menunjukkan pembawaan diri seperti pemain yang telah berusia kepala tiga atau lebih.
Mbappe mewarisi hampir seluruh yang terbaik dari keluarganya. Wilfried, keturunan Kamerun dan Fayza berdarah Aljazair-Prancis, tidak hanya mengajarkan nilai-nilai positif secara langsung, tetapi juga melalui sikap hidup.
Orang tua Mbappe adalah pencinta olahraga sejati. Wilfried begitu dekat dengan sepak bola. Ia merupakan pelatih sepak bola sekaligus orang pertama yang melatih Mbappe di  AS Bondy. Sementara sang ibu adalah atlet bola tangan.
Kedekatan dengan olahraga ini membuat mereka dengan sendirinya memberikan segala yang baik kepada sang anak. Mbappe jelas mewarisi bakat sepak bola dari sang ayah, sebagaimana kedua saudaranya. Namun bakat tersebut tidak ada artinya bila tidak dikembangkan.
Sejak kecil Mbappe sudah dekat dengan sepak bola. Ia tidak hanya berlatih di lapangan, tetapi juga menjadikan ruang tamu rumahnya sebagai arena berlatih. Ia meliuk-liuk di ruang yang sempit dan deretan meja dan sofa dijadikan sebagai tiang gawang.
Ia mengimbangi fisiknya yang ceking dengan kegigihan berlatih. Bakatnya yang begitu menonjol di antara rekan sebaya berpelukan dengan sikap tak pernah puas. Beberapa tahun tak bertemu, Riccardi kemudian takjub akan perkembangan dan pertumbuhan mantan anak asuhnya. Tinggi Mbappe sudah menyainginya plus fisik yang kekar. Kemudian ia mendapatkan satu nilai penting.
"Kylian selalu antusias. Anda harus bekerja keras ketika Anda memiliki bakat seperti dia karena jika tidak, orang lain yang kurang berbakat tetapi bekerja keras dapat mengejar ketinggalan," ungkapnya kepada BBC.com.
Tidak pada pesta
Mbappe tidak hanya menikmati sepak bola tetapi juga tahu bagaimana menjaga kecintaannya pada olahraga yang satu ini. Ia selalu gigih berlatih, tidak pernah merasa puas dengan pencapaian yang ada. Ketika pemain-pemain lain sudah merasa puas dan cukup dengan suatu pencapaian, tidak demikian dengan Mbappe.Â
Dalam ungkapan Riccardi, "Kylian akan selalu berpikir tentang sepak bola, selalu berbicara tentang sepak bola, selalu menonton sepak bola-dan bila dia tidak melakukan itu, dia akan bermain sepak bola di PlayStation."
Tidak hanya menjiwai sepak bola, Mbappe juga tahu bagaimana menunjukkan diri sebagai pesepak bola sejati. Dengan pencapaian dan kemewahan yang diperoleh tidak serta merta membuatnya takabur. Atmane Airouche, presiden AS Bondy memiliki bukti.
Airouche menjadi saksi mata sikap Mbappe usai mengantar Prancis menjuarai Piala Eropa U-19 pada 2016 lalu. Mereka menemui Mbappe di luar stadion di Jerman. Betapa terkejutnya ia mendengar penolakan Mbappe atas ajakan untuk berpesta bersama rekan-rekannya. Ia lebih memilih segera kembali ke rumah.
Masih banyak kisah lain yang mengirinya sepak terjang Mbappe sejauh ini. Kita belum bisa menebak seperti apa Mbappe di masa depan. Ada pemain yang bersinar di masa muda namun layu tak lama berselang. Namun dengan pembawaan dan perihidup seperti ini membuat banyak orang cukup yakin Mbappe akan menjadi bintang di masa depan.Â
Pesona yang telah ditunjukkannya saat ini bukan tidak mungkin membuatnya menjadi seperti idolanya sejak kecil, Cristiano Ronaldo dan para pemain besar lain yang dikaguminya.
Akhirnya, pesan Airouche sangat aktual untuk para pemain muda, termasuk di tanah air. Sekalipun kita memiliki banyak keterbatasan bila dibandingkan sepak bola di mancanegara, namun prasyarat dan kondisi tertentu berlaku sama di mana-mana, seperti yang telah dan sedang diejawantahkan Mbappe.
"Profesional lain harus belajar dari Kylian. Anda tidak akan pernah mencapai tujuan Anda. Bekerja lebih keras dan lebih keras setiap hari."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H