Orang mengatakan Argentina dalam tekanan besar. Messi mengalami stres hebat. Mantan rekan setim, Pablo Zabaleta mengafirmasi hal itu ketika berbicara kepada jurnalis olahraga BBC, Chris Bevan di Moscow. Dengan latar belakang yang sedikit banyak sudah diketahui publik situasi ini tak bisa dibohongi.
Penggemar kadang tidak mau tahu dengan hal ini. Seorang pemain yang tampil dengan beban yang besar di pundak tidak akan menikmati dan menjalani pertandingan dengan baik. Hal tersebut berlaku pula pada Messi dan timnas Argentina.
Zabaleta bersaksi raut Messi kali ini berbeda ketika ia bermain bersamanya di tahun 2012 silam. Saat itu Messi mencetak tiga gol ke gawang Brasil di New York. Messi bermain dengan penuh kebebasan dan senyum selalu tersungging di wajahnya.
Situasi yang bertolak belakang terjadi belakangan ini. Meski Messi adalah sosok yang tak banyak bicara, gestur yang ditunjukkan kemudian terbukti hasilnya. Hal yang terjadi pada Messi sedikit banyak mempengaruhi tim secara keseluruhan.
Di mata Zabaleta, ada tiga sosok penting yang memberi sesuatu yang berbeda pada tim. Bila Messi membawa ketenangan, Mascherano tampil sebagai pemimpin, sementara Sergio Aguero menghadirkan keceriaan. Mascherano akan banyak bicara kepada para pemain saat berada di ruang ganti. Pada waktu bersamaan Aguero akan memutar musik tradisional Argentina.
Kebahagiaan dan keceriaan pun dihadirkan sebelum pertandingan, meski tetap tidak bisa merubah Messi menjadi banyak bicara. Messi tetap tenang sebagaimana adanya. Para pemain yang melihat Messi justru kian percaya diri karena seorang pemain terbaik dunia berada di antara mereka. Itulah yang terjadi selama Piala Dunia 2014 di Brasil dengan pencapaian menjadi finalis.
Pertanyaan penting kini, apa yang harus Messi dan para pemain Argentina lakukan? Hal pertama dan utama tentu harus menyingkirkan beban tersebut. Disposisi batin yang baik akan membuat mereka bisa menampilkan permainan yang berbeda dengan dua pertandingan sebelumnya.
Tidak sampai di situ, Argentina harus kembali bersatu. Bersatu di antara para pemain, juga antara pemain dan pelatih. Bukan rahasia lagi, para pemain Argentina telah kehilangan kepercayaan kepada sang juru taktik, Jorge Sampaoli. Bahkan para pemain secara sepihak "mendepak" pria berkepala plontos itu. Mereka bahkan berencana menjadi pemain sekaligus "pelatih" untuk menyusun strategi dan menentukan formasi. Bagaimana bisa menang bila terjadi perpecahan internal, bukan?
Saatnya untuk kembali bersatu. Menyatukan tenaga dan harapan untuk menghadapi pertandingan krusial. Sampaoli harus berani terbuka terhadap masukan dari para pemain, begitu juga sebaliknya. Dugaan monopoli keputusan dan masukan harus dienyahkan.
Sepak bola adalah permainan kolektif, seperti kata Zabaleta di awal tulisan ini. Menaruh harapan pada Messi seorang tidaklah cukup. Apa artinya seorang Messi untuk menghadapi kekuatan sebelas pemain Nigeria? Ditambah lagi Messi sudah tidak muda lagi. Pemain yang baru saja berulang tahun ke-31 beberapa hari lalu tidak bisa menyembunyikan kodrat alamiah tersebut. Kemampuannya bisa saja semakin tergerus, begitu juga pengaruh psikologis. Rasa bosan, putus asa, dan stres bisa jadi membuatnya lebih cepat lelah.