Bila Jepang memiliki pemain kunci yang konsisten menyumbang poin, tidak demikian dengan Indonesia. Meski secara materi tak kalah kelas, namun para pemain yang diandalkan kadang tampil kurang konsisten. Indonesia hanya memiliki Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya yang baru terlihat tajinya setelah kalah di laga kedua penyisihan Grup B menghadapi tuan rumah Thailand. Sekalipun harapan besar diberikan kepada The Minions tidak ada artinya bila tidak didukung yang lain. Ini bukan turnamen individu.
Sementara para pemain muda yang menjadi andalan di sektor tunggal belum bisa menunaikan tanggung jawab. Anthony Ginting yang secara kualitas baik, masih harus menyelesaikan urusan dengan dirinya sendiri. Konsistensi untuk menjaga keunggulan masih menjadi pekerjaan rumah utama. Begitu juga Jonathan Christie, Ihsan Maulana Mustofa dan Firman Abdul Kholik. Mereka masih harus banyak belajar dari pemain muda seperti Momota dan Shi Yuqi.
Tidak ada kesalahan yang patut dialamatkan kepada mereka. Mereka hanya menjalankan kepercayaan yang diberikan. Selain itu kita tidak bisa mengharapkan mereka tampil seperti saat masih berada di puncak performa. Usia tak bisa dibohongi, bukan?
Meski begitu kita tidak harus cepat melupakan keduanya. Selagi masih berada di Pelatnas, keduanya bisa berbagi ilmu kepada para pemain muda. Mereka bisa terus dipasangkan dengan para pemain muda agar bisa cepat berkembang dan naik kelas. Ilmu dari sang juara dunia masih sangat dibutuhkan.
Tuntunan keduanya sangat dibutuhkan para junior seperti yang pernah dilakukan China dengan Cai Yun dan Fu Haifeng yang dipasangkan dengan para pemain muda. Para pemain senior bisa berbagi pengalaman bertanding sementara yang muda mendukung dengan tenaga dan daya juang.
Ketiga, hal lain yang lebih penting adalah membangun kembali fondasi untuk meraih kejayaan di Piala Thomas dua tahun mendatang. Saatnya memberi kesempatan lebih kepada para pemain muda. Para pemain junior tidak harus selalu bergulat di kelas International Series atau International Challenge. Agar mereka bisa lekas bersaing di level atas, para junior dipasangkan dengan pemain senior untuk ambil bagian di turnamen level menengah ke atas dengan menggunakan "notional point."
Cara ini dipakai oleh negara-negara lain seperti Korea Selatan. Sebagai contoh, Baek Ha Na dan Lee Yu Rim. Para pemain muda Korea ini sudah langsung bisa tampil di tur Super Seris dan Super Series Premier, untuk mengatakan level Super750 dan Super1000 karena berpasangan dengan para pemain senior. Baek Ha Na berpasangan dengan Chae Yoo-jung, sementara Lee Yu Rim berpasangan dengan Shin Seung-chan, bermodalkan "notional point" bisa tampil di China Super Series Premier dan Hong Kong Super Series 2017. Â Dari pengalaman tersebut kini para pemain muda itu sudah bisa bersaing di papan atas.
Setelah Piala Thomas, masih ada beberapa event besar lainnya di tahun ini. Selain Kejuaraan Dunia, masih ada Asian Games yang akan berlangsung di tanah air. Indonesia sepertinya masih akan mengandalkan materi pemain yang sama di Asian Games nanti.Â
Namun setelah itu sudah saatnya para pemain muda dipersiapkan untuk mengambil peran, misalnya di SEA Games 2019. Tidak harus menunggu tahun depan untuk mempersiapkan mereka, tetapi sejak sekarang! Termasuk untuk Piala Thomas dua tahun lagi agar masa puasa 16 tahun berakhir sudah.