Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tempat Diam Ideal, Mengapa Harus di Alam Sutera?

18 Mei 2018   23:45 Diperbarui: 18 Mei 2018   23:45 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki hunian ideal adalah impian setiap orang. Tidak terkecuali saya. Nyaris satu dekade saya merantau dan menjadikan Jakarta dan sekitarnya sebagai rumah kedua. Namun hingga kini memiliki rumah pribadi masih menjadi cita-cita. Kini kebutuhan akan tempat tinggal menjadi kian mendesak seiring bertambahnya usia dan rencana untuk berkeluarga.

Berhadapan dengan hal itu, satu pertanyaan besar berkelebat. Seperti apa hunian ideal itu? Dengan kata lain, apa standar "ideal" itu? Apakah ideal yang dimaksud terkait harga, lokasi, lingkungan atau seperti apa?

Standar ideal tentu berbeda-beda untuk setiap orang. Apa yang ideal bagi saya belum tentu ideal bagi orang lain. Sebagai contoh, seorang yang berkantor di Jakarta Pusat tentu lebih memilih hunian yang letaknya tidak jauh dari tempat itu. Bila sulit mendapatkannya, setidaknya memilih tempat tinggal dengan akses yang mudah dijangkau. Di sini faktor lokasi menjadi pertimbangan.

Seorang dengan penghasilan ratusan juta per bulan tentu lebih memilih hunian berharga miliaran rupiah meski letaknya cukup jauh dari tempat kerja. Lain halnya orang dengan penghasilan pas-pasan. Ia akan lebih memilih kediaman dengan harga terjangkau yang sejauh dapat dekat dengan akses transportasi publik.

Mustahil mendapatkan hunian dengan harga bersahabat di daerah-daerah strategis. Jangankan di ibu kota, di daerah-daerah sekitarnya, termasuk di luar Pulau Jawa sekalipun, harga rumah sudah sedemikian melangit. Semakin strategis sebuah tempat maka harga rumah semakin tinggi sudah menjadi standar umum yang berlaku di mana-mana. Di sini  faktor harga menjadi patokan.

Menarik mencermati sejumlah hasil survei di antaranya dari "Asia Property Sentiment H1-2016" sebagaimana dirilis Kompas.com, 5/4/2016. Membeli rumah untuk pertama kali sudah menjadi tren umum. Tidak hanya kalangan usia 21-30 tahun tetapi juga kelompok usia 20 tahun ke bawah. Sebanyak 69 persen kalangan usia 21-30 tahun ingin membeli rumah untuk pertama kali. Prosentase tersebut hampir sama dengan kalangan usia 20 tahun ke bawah. Kaum muda ini lebih ingin memiliki rumah pertama ketimbang investasi (meski itu juga bagian dari investasi) dengan prosentase 16 persen serta sekadar menambah kepemilikan properti (14 persen).

Survei itu juga menunjukkan sejumlah aspek utama yang dipertimbangkan sebelum membeli rumah. Anasir lokasi, harga, dan akses menjadi pertimbangan utama.

Hal ini sejalan dengan survei lain yang dilaksanakan Rumah.com bersama lembaga riset Intuit Research dari Singapura yang berlangsung selama November-Desember 2016. Sebagaimana diberitakan Kompas.com, 14/2/2017 permintaan akan rumah di Indonesia sangat tinggi. Sebanyak 98 persen responden menempatkan lokasi sebagai faktor utama.

Seperti survei sebelumnya, di urutan ketiga dan selanjutnya, ditempati faktor akses menuju transportasi publik (81 persen), infrastruktur dan fasilitas sekitar (77 persen) serta harga (72 persen).

Menariknya, survei ini menempatkan alasan lingkungan di urutan kedua dengan jumlah responden mencapai 87 persen. Aspek lingkungan ini mengacu pada keamanan. Bebas dari aksi kriminal menjadi pertimbangan. Apalagi di tengah maraknya aksi kriminal yang kerap terjadi di daerah-daerah tertentu di Jakarta dan sekitarnya.

Meski begitu bukan hanya keamanan yang menjadi pertimbangan. Lingkungan yang bersih dan sehat juga menjadi faktor utama. Tentu tidak ada yang bercita-cita mendiami lingkungan yang gersang, tak punya ruang terbuka hijau, apalagi buruk dalam pengaturan limbah rumah tangga. Bahkan aspek yang satu ini bisa menduduki prioritas utama karena lingkungan yang sehat dengan udara yang segar tidak bisa dinilai dengan uang. Sementara aspek lain saling berkelindan yang bermuara pada harga jual. Properti merupakan sebuah paket utuh dari beragam unsur yang saling mempengaruhi. Bila ada satu unsur yang mengalami kenaikan harga, maka meningkatnya harga jual bangunan adalah konsekuensi lumrah.

Strategis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun