Tambahan gelar ini menjadikan koleksi gelar China menjadi 12 sejak 2002 silam. Hanya Malaysia yang mampu mencatatkan namanya dalam daftar negara peraih gelar juara dengan koleksi lima gelar. Pemain tunggal putra non China dan Malaysia terakhir yang menjadi juara adalah Pullela Gopichand asal India yang menjadi juara pada 2001.
Gelar dari Shi Yuqi menjadi satu-satunya yang dibawa pulang China kali ini. Selain gagal di nomor ganda campuran, kegagalan terburuk terjadi di nomor ganda putri. Untuk kali pertama China gagal mengirim wakil di final, bahkan di semi final.Â
Tahun-tahun sebelumnya para pemain China cukup digdaya. Mereka bahkan menciptakan "All Chinese final" sejak 2012 hingga 2015. Selanjutnya prestasi di ajang ini mulai menurun. Setahun kemudian Yu dan Yuanting hanya menjadi finalis. Tahun 2017 pasangan China, Yixing dan Xiaohan hanya bertahan hingga semi final.
Kali ini gelar ganda putri diboyong Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl ke Denmark. Pasangan senior ini mengalahkan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota asal Jepang. Unggulan tiga ini menang straight set 21-19 dan 21-18 sekaligus menebus kegagalan tahun lalu yang dikalahkan pasangan Korea Selatan, Chang YN/Lee SH.
Nomor ganda masih menjadi andalan Indonesia untuk berprestasi di turnamen tertua di dunia ini. Statistik mencatat, sektor ganda putra sudah mempersembahkan 20 gelar. Tunggal putra mengoleksi 15 gelar, disusul tunggal putri (4 gelar) dan ganda putri yang baru mengemas dua gelar. Ganda campuran telah mengemas lima gelar, empat di antaranya dalam beberapa tahun terakhir.
Setelah pasangan ganda campuran Tontowi dan Liliyana dan Praveen Jordan dan Debby Susanto, hanya Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya yang sanggup memikul beban. Ganda putra ini berhasil meraih gelar juara pada tahun lalu sekaligus mempertahankannya tahun ini.
Dari nomor-nomor lain Indonsia masih harus berjuang keras. Mendapatkan penerus Susi Susanti yang menjadi satu-satunya pemain tunggal putri Indonesia yang berjaya di All England masih butuh proses bertahun-tahun.Â
Jangankan mengulangi pencapaian peraih emas Olimpiade Barcelona 1992 yang menjadi juara All England empat kali (1990-1994), bersaing hingga babak semi final saja susah bukan kepalang. Butuh kerja ekstra keras bagi Fitriani dan kawan-kawan untuk mengejar ketertinggalan dari para pemain Jepang, Taiwan, India dan Thailand.
Perjuangan tak kalah berat juga harus dilakoni sektor tunggal putra bila ingin berbicara banyak di All England. Prestasi yang diukir Anthony Ginting dan kolega setahun belakangan sudah memberikan angin segar. Namun untuk bisa naik level dan bersaing di papan atas butuh waktu dan proses yang tidak mudah. Semoga saja gelar juara Shi Yuqi menginspirasi para pemain muda Indonesia untuk setidaknya bisa mengikuti jejak Budi Santoso sebagai pemain terakhir yang tampil di final All England.