Pasangan Indonesia ini berpotensi untuk terus menjadi lebih baik. Greysia perlu bermain lebih sabar dan menyelesaikan pekerjaan rumah dalam hal-hal mendasar seperti service dan penempatan bola. Sementara Apri masih harus disuntik dengan kepercayaan diri saat berada dalam tekanan.
Bagi Greysia hasil minor ini menegaskan dirinya sebagai spesialis runner-up Indonesia Masters. Ini ketiga kalinya menjadi juara kedua setelah dua tahun lalu bersama Nitya Krishinda Maheswari dan di edisi pertama bersama Meiliana Jauhari.
Pengalaman Greysia sekiranya melengkapi semangat muda dan talenta Apri untuk semakin bersaing di jajaran elite dunia. Keduanya akan berada di top 8 BWF pekan depan. Semoga makin bersinar seiring kerja keras dan ketekunan berlatih serta bertambahnya jam terbang di level atas.
Pekerjaan rumah juga menanti ganda campuran. Performa Owi dan Butet hari ini mengisyaratkan bahwa sektor ini perlu segera mendapat penerus yang sepadan. Meski bermain baik, terutama Owi yang pintar di depan net dan forehand silang yang ciamik, pasangan ini sudah mulai mendapat ancaman serius dari para pemain muda. Seperti terlihat hari ini pasangan masa depan China, Zheng Siwei dan Huang Yaqiong sukses merepotkan mereka.
Di balik kemenangan straight set, 14-21, 11-21 Siwei/Yaqiong tampil apik, cerdik dan enerjik. Permainan cepat pasangan yang berada di dua urutan teratas dunia dengan pasangan berbeda ini sulit diimbangi peraih emas Olimpiade Rio 2016 itu. Pelatih ganda campuran, Richard Mainaky perlu bekerja keras untuk mendapat pelapis tidak hanya untuk bersaing di beberapa turnamen mayor seperti All England, Kejuaraan Dunia hingga Asian Games.
Selain kontribusi pelatih, para pemain muda pun dituntut untuk bekerja lebih keras. Melecut dan menstimulus diri sendiri dengan berkaca pada performa Owi dan Butet. Owi dan Butet yang masih menjadi yang terbaik sekaligus andalan mesti memacu para pemain muda untuk dua kali lebih giat dan dua kali berlari lebih cepat.
Antiklimaks Nehwal
Bila pertandingan lain menyajikan hiburan memikat tidak demikian dengan tunggal putri. Pertandingan yang diharapkan berlangsung sengit dan menegangkan tidak terjadi saat Tai Tzu Ying dan Saina Nehwal bertemu. Saina bermain antiklimaks, tidak seperti saat menyingkirkan unggulan empat dari Thailand, Ratchanok Intanon di semi final.
Penampilan jauh dari performa terbaik Nehwal berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh tunggal nomor satu dunia. Backhand dan dropshot pemain Taiwan itu benar-benar mematikan. Sentuhan dan penempatan bola yang lembut namun tak terjangkau. Nehwal menyerah dalam waktu kurang dari setengah jam. Kekalahan 21-9 dan 21-13 memperpanjang catatan tak pernah menang dalam tujuh pertemuan terakhir.
Meski begitu pertandingan ini menjadi cemeti bagi tunggal putri Indonesia. Bila tunggal putra sudah memiliki juara, tidak demikian dengan sektor ini. Sektor ini masih terus menanti lahirnya sang juara. Sekiranya penampilan para pemain putri dunia melecut Fitriani dan kawan-kawan untuk bekerja ekstra keras. Mereka tidak hanya mengasah teknik dan mempertebal mental tetapi juga harus mendapatkan senjata yang bisa diandalkan seperti Tai Tzu Ying.