Menghadapi laga "hidup-mati" kontra Denmark, tim pelatih lantas memberi kepercayaan kepada Greysia/Apriyani. Keduanya turun di partai terakhir yang amat menentukan. Meski akhirnya Indonesia gagal keluar dari lubang jarum, setidaknya pasangan yang berbeda usia 11 tahun ini mampu membuat pasangan nomor dua dunia, Kamilla Rytter Juhl/Christinna Pedersen, bekerja keras tiga game. Greysia/Apriani menyerah dengan skor akhir 18-21, 21-13, 13-21.
Prestasi tersebut menunjukkan kualitas Apriyani yang baru berusia 19 tahun sekaligus keberhasilan Greysia yang dengan segala pengalaman yang dimiliki mampu menjadi mentor sekaligus penyeimbang bagi Apriyani. Keuletan dan kerja keras menjadi modal lain yang dimiliki keduanya hingga bisa mengakhiri tahun 2017 di peringkat 10 besar dunia.
Gelar juara super series pertama Apriyani dan Greysia di Prancis Open menjadi kado bagi ganda putri Indonesia. Telah lama Indonesia mendambakan gelar juara super series. Tak heran euforia kesuksesan mereka hampir menutup pencapaian Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang belum juga kehilangan taji dengan menjadi juara di ajang tersebut.
Hadi Santoso mencatat pencapaian kedua pasangan tersebut menjadi berita gembira bagi bulu tangkis Indonesia. Ia menguraikannya dalam tulisan berjudul "Ketika Bulutangkis Indonesia Mulai Mendominasi Tiongkok." Menurut kompasianer yang mulai bergabung sejak 2010 silam, pencapaian tersebut tidak hanya membuat Indonesia meraih gelar terbanyak di Prancis Terbuka (bersama Taiwan), pertama sejak tahun 1997 silam tetapi juga menghentikan dominasi China. Ia menulis, "data menyebutkan, sejak tahun 2007, selalu ada pemain Tiongkok yang berhasil meraih gelar di French Open. Bahkan, di tahun 2016 lalu, Tiongkok meraih empat gelar di tunggal putra/putri, ganda putri dan ganda campuran. Hanya ganda putra yang lepas."
Menurut kompasianer yang memilih tagline "menulis dan mengakrabi sepak bola", sejak 2007 atau dalam 10 tahun terakhir, China menguasai ganda putri dengan nyaris selalu juara: 9 kali! Hanya sekali Thailand "mencuri gelar" di tahun 2010. Namun tahun 2017 dominasi tersebut runtuh, giliran Indonesia yang berjaya.
Rekam jejak tersebut menunjukkan bahwa bulu tangkis Indonesia masih bergantung pada nomor ganda. Pertanyaan lanjutan, apa yang membuat sektor tersebut, terutama ganda putra begitu ciamik? Selain kualitas dan kegigihan Marcus dan Kevin, faktor lain yang tidak bisa diabaikan adalah kepiawaian sang pelatih, Herry Iman Pierngadi.
Kompasianer Gentur Adi Utama mengaku pelatih berusia 53 tahun itu bertangan dingin menangani sektor tersebut. Â Herry I.P, begitu ia biasa dipanggil, melatih di Cipayung pada periode 1993 sampai 2008 dan kemudian kembali lagi di tahun 2011 hingga sekarang. Setelah sukses dengan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan yang meraih berbagai gelar kini ia berhasil meneruskan kejayaan sektor tersebut melalui Marcus dan Kevin. Sebagaimana judul arikel kompasianer yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil itu "Meneladani Pelatih Ganda Putra, Herry Iman Pierngadi" ada sejumlah faktor yang perlu diikuti para pelatih lainnya.
Selain itu Herry IP tidak menunjukkan reaksi berlebihan di lapangan pertandingan. Ia tidak menunjukkan kemarahan bila performa anak asuhnya tak sesuai harapan. Ia benar-benar menunjukkan diri sebagai pelatih sekaligus ayah. Sifat kebapakannya membuat para pemain merasa dekat. Ia memberikan sentuhan personal yang menjadi pembeda dirinya dengan pelatih lain.
Kini bulu tangkis Indonesia menyongsong tahun baru. Berbagai pencapaian tahun 2017 menjadi pelajaran untuk menjadi lebih baik. Namun ada satu hal yang tak perlu diabaikan. Kesuksesan selalu butuh proses.