Menilik rekor pertemuan dan sepak terjang di pertemuan terakhir sempat terbersit keraguan untuk menjogokan Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo di pertandingan kali ini. Mathias Boe dan Carsten Mogensen ibarat menara kembar dengan kekokohan yang telah teruji waktu. Lima kali  bertemua, Marcus dan Kevin hanya sekali menang. Tiga pertemuan terakhir selalu berakhir dengan kegagalan.
Pertandingan final Korea Open Super Series pekan lalu menjadi salah satu potret ketangguhan pasangan Denmark itu. Sekalipun secara usia tak muda lagi, namun Boe yang telah berusia 37 tahun dan Mogensen yang empat tahun lebih muda, masih seperti pasangan muda yang tengah berada di puncak performa. Dan memang sedikit membingungkang bagi pasangan ini yang tampil luar biasa di saat telah melewati periode puncak untuk kebanyakan atlet. Namun melihat sepak terjang sejumlah pemain bulu tangkis senior dari Denmark dan Malaysia, situasi ini bukan anomali. Usia bukan menjadi ukuran prestasi. Malah semakin tua mereka semakin bertaji, meski cepat atau lambat akan tergerus usia jua.
Hari ini Marcus/Kevin membuktikan bahwa tembok kokoh Boe/Mogensen bukan mustahil dirobohkan. Sebuah pengalaman yang jamak terjadi di dunia olahraga bahwa tidak ada kemenangan yang abadi. Meski untuk itu dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah.
Pertandingan di Tokyo Metropolitan Gymnasium, Sabtu (23/09/2017) hari ini berjalan laiknya pertemuan-pertemuan sebelumnya. Kematangan dan ketenangan Boe dan Mogensen seperti biasa. Pertahanan yang rapat dan smes-smes kencang tak juga berubah. Namun Marcus/Kevin tidak kehabisan akal. Duo Minions ini tahu bagaimana memancing Boe/Mogensen keluar dari pertahanan terbaik.
Pasangan liliput ini tampil garang dan tidak memberikan kesempatan kepada Boe/Mogensen untuk mengendalikan permainan. Pancingan-pancingan dilepaskan untuk membuat Boe/Mogensen bekerja lebih keras dengan permainan cepat dan pertahanan yang rapat. Trik-trik Kevin yang terkenal dengan pukulan tak terduga berjalan sempurna. Singkatnya ganda terbaik Indonesia sukses meminimalisir kesalahan, apalagi kesalahan yang tidak perlu.
Memang waktu berjalan begitu cepat tidak seperti laga-laga sebelumnya yang bisa berlangsung lebih dari satu jam. Laga ini tak lebih dari 37 menit. Game pertama berdurasi 17 menit, dan di game kedua hanya lebih lama tiga menit dari game pertama. Kemenangan straight set 21-15 dan 21-14 sepertinya bukan skor ideal untuk duel dua pasangan terbaik di dunia. Namun Boe/Mogensen bukan tanpa perlawanan. Sempat terjadi adu rally yang panjang, hingga 42 kali. Tidak mudah bagi Marcus dan Kevin untuk membuat lawannya kehilangan angka meski telah mengeluarkan segenap kemampuan.
Berbekal kecepatan dan memanfaatkan energi luar biasa secara maksimal, keduanya mampu menjinakkan pasangan veteran itu. Variasi serangan dan pukulan serta rotasi berjalan rapih. Pertandingan hari ini tetap menarik dan menghibur. Apresiasi untuk Boe dan Mogensen yang memberi pelajaran bagi Marcus dan Kevin untuk selalu belajar dari kesalahan dan mendapatkan kembali performa terbaik.
Performa Marcus dan Kevin hari ini begitu prima dan memukau. Sekali lagi, kecepatan dan penuh energi (fast and furious) yang membawa kita kembali ke masa-masa beberapa bulan silam, di awal tahun, saat mereka mengukir hattrick gelar juara.
"Kami belajar dari kekalahan kemarin di Korea, dan sebelumnya juga sudah beberapa kali bertemu. Kami lebih mempersiapkan segi non teknisnya. Harus siap mental dan lebih yakin. Kalau teknik kan mirip-mirip saja," evaluasi Kevin kepada badmintonindonesia.org.
Tersisa tangga terakhir menuju podium juara. Pasangan tuan rumah, Takuto Inoue/Yuki Kaneko yang mengalahkan menara raksasa dari Rusia dalam duel panjang lebih dari satu jam dengan skor akhir, 12-21 21-18 dan 21-19, siap menghadang. Marcus dan Kevin tak pernah kalah di dua laga sebelumnya, termasuk pertemuan terakhir di India Open tahun ini yang dimenangi dua game langsung 21-16 dan 21-18. Namun seperti disinggung sebelumnya tidak ada kemenangan yang abadi.
Pasangan Indonesia lainnya yang tampil di semi final, Praveen Jordan dan Debby Susanto adalah contoh paling kasat mata. Sekalipun menang di pertemuan sebelumnya, ganda campuran juara All England 2016 itu keok juga di hadapan utusan China, Wang Yilyu/Huang Dongping. Kekalahan dua game langsung, 14-21 dan 19-21 menjadi bukti bahwa segala sesuatu bisa saja terjadi di lapangan. Terutama ketika tiba-tiba dipeluk performa buruk seperti Praveen/Debby hari ini.
Meski jarak antara kemenangan dan kekalahan itu tipis, tidak ada alasan untuk lengah dan terlampau percaya diri. Marcus dan Kevin telah menemukan permainan terbaik. Saatnya menjadikan laga final sebagai klimaks, bukan antiklimaks. Menjaga karakter "fast and furious" yang telah ditemukan kembali. "Yang pasti kami harus tetap fokus, jaga konsentrasi dan tidak boleh overconfident." Â Semoga kata-kata Kevin itu terbukti esok hari.
N.B
Jadwal final #JapanSS Minggu, 24/09/2017:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H