Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maukah Kau Jadi "Ibu"? (Tentang Tangsel di Selembar Batik)

9 April 2017   20:08 Diperbarui: 10 April 2017   06:00 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Ketapels, Pak Rifki bersama putrinya memamerkan hasil membatik. Tentu setelah melewati beberapa proses mulai dari penggambaran motif hingga pewarnaan/ Foto: Dzulfikar Alala

Pertama,di Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu ada sentra kacang sangrai. Di tempat yang berjarak sekitar setengah jam dari ibu kota Tangsel, menuju ke barat, sejumlah pelaku usaha tekun mengolah kacang tanah yang masih lengkap dengan kulitnya.

Kacang tersebut disangrai (baca: digoreng tanpa minyak) dengan memanfaatkan alat pembakar tradisional seperti tungku dan kuali baja berukuran besar. Produksi kacang tersebut telah menembus berbagai pasar dengan omset miliaran rupiah. Orang mengenalnya sebagai kacang Keranggan.

Bu Nelty mengangkat potensi ekonomi tersebut ke dalam gambar-gambar kacang. Ia memberi nama motif kacang-kacangan itu sesuai namanya yakni motif Kacang Sangrai Keranggan. Motif yang terinspirasi dari para pelaku ekonomi itu biasanya ditampil dalam kain batik Sekar Jagat.Sekar Jagat, dalam penjelasannya secara terpisah, mengacu pada perpaduan berbagai unsur lokal dan kultural yang ada di wilayah Tangsel khususnya dan Banten umumnya.

Beberapa motif batik etnik Tangsel/gambar: dokpri
Beberapa motif batik etnik Tangsel/gambar: dokpri
Kedua,selain motif kacang sangrai, Bu Nelty juga mengambil inspirasi dari anggrek ungu yang ramai dibudidayakan di sejumlah wilayah di Tangsel. Meski anggrek hampir tersebar di mana-mana, anggrek yang dibudidayakan di Tangsel berjenis van Douglas. Menurut Bu Nelty, anggrek ungu ini sedang dalam perjuangan oleh Wali Kota Tangsel, Airin Rachmi Diany sebagai ikon atau lambang wilayah yang ibu kotanya terletak di tenggara Serang, ibu kota provinsi.  

Ketiga,selain flora juga fauna seperti motif badak yang membawa kita ke Ujung Kulon, tempat hewan langka bernama “Rhinoceros sondaicus” atau badak bercula-satu berada. Di samping itu motif ayam wareng dan ikan bandeng yang mudah ditemui di Tangsel.

Badak menjadi salah satu kekayaan flora Provinsi Banten/foto: dokpri
Badak menjadi salah satu kekayaan flora Provinsi Banten/foto: dokpri
Keempat,Hal lain yang menjadi perhatian wanita kelahiran Cianjur, 8 September 1962 itu adalah budaya lokal. Secara administratif kepemerintahan, Tangsel baru menjadi daerah otonom sejak  26 November, delapan tahun silam.

Usia administratif tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan sejarah dan budaya masyarakat yang telah tumbuh dan hidup selama berpuluh bahkan beratus tahun. Tiga etnis besar yakni Sunda, Betawi dan Tionghoa menjadi bagian dari taman sari budaya dari wilayah yang semasa penjajahan Belanda masuk Karesidenan Batavia itu.

Motif Mahkota Kerajaan Banten pun diambil untuk mengabadikan masa lalu Banten sebagai salah satu wilayah kerajaan Islam yang cukup berpengaruh di Jawa. Peninggalan Kesultanan Banten yang semula menjadi bagian dari wilayah Demak coba dilestarikan dalam motif-motif batik.

Selain itu Bu Nelty ingin mengingatkan bahwa Banten memiliki tokoh besar bernama Syekh Al Bantani. Sosok bernama lengkap Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani merupakan ulam Indonesia yang masyur hingga ke luar negeri. Ia bergelar al-Bantani untuk mengingat asalnya dari Tanara, Serang, Banten. Motif geometris Al Bantani hadir untuk merawat kenangan akan sosok legendaris itu.

Keempat,Bu Nelty yang mulai membatik sejak 2002, juga mengangkat motif-motif kontemporer yang berkaitan dengan lokasi-lokasi penting dan menarik seperti Situ Gintung, Stasiun Sudimara, hingga gerbang Tigaraksa.

Tak lupa ia mengangkat juga sisi menarik dari keindahan alam yang bisa dinikmati dari wilayah Banten. Salah satu yang terkenal adalah Gunung Krakatau. Meski gunung yang pernah menciptakan kehebohan tingkat dunia  itu tidak menjadi “milik” Banten setidaknya pesona keindahannya bisa direkam dari pandang mata orang-orang Banten.

Ia tetap keukeuh menghadirkan motif Pesona Krakatau dengan caranya sendiri.  “Memang Krakatau tidak berada di Tangsel. Tetapi, dari wilayah perairan di Anyer, kita bisa memandang pesona Krakatau yang begitu luar biasa indah dan fenomenal.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun