Lebih mudah mana, mengejar atau mempertahankan peringkat satu? Pertanyaan ini yang sedang berusaha dijawab Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Setelah Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan yang kini sudah “bercerai” Indonesia kembali mengirim ganda putra ke rangking satu dunia. Marcus /Kevin resmi menyandang status sebagai ganda putra nomor satu berdasarkan daftar peringkat yang dirilis Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) pada Kamis, 16 Maret kemarin. Dengan total poin 73.051, pasangan yang sebelumnya berperingkat lima dunia, menggeser Goh V Shem/ Tan Wee Kiong asal Malaysia dari puncak rangking dunia.
Lonjakan peringkat ini tak lepas dari prestasi anyar keduanya menjuarai All England 2017 yang berlangsung pada 7-12 Maret lalu. Di partai final, Marcus/Kevin menggasak pasangan China, Liu Junhui/Liu Yuchen dua game langsung, 21-19 dan 21-14. Gelar juara yang direbut di BarclayCard Arena, Birmingham itu memastikan keduanya mendapat tambahan 11.000 poin.
Tambahan poin itu amat signifikan, memuluskan langkah Marcus/Kevin mendapat status mentereng itu. Namun patut diingat, posisi tersebut belum mutlak milik Marcus/Kevin. Kapan saja keduanya bisa digusur.
Goh/Tan masih menjadi ancaman terbesar. Dengan 72.467poin Goh/Tan hanya berjarak 584 poin dari Marcus/Kevin. Perbedaan poin itu sangat tipis yang bisa dijangkau hanya dengan menginjak babak kedua turnamen Grand Prix Gold dan Super Series/Primer.
Pasangan-pasangan lainnya, terutama yang berada di lingkaran lima besar dunia, tak bisa dipandang sebelah mata. Marcus/Kevin hanya berjarak 2.786 poin dari pasangan Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda yang harus turun satu tangga dengan 70.265 poin di tangan. Finalis All England 2017, Li Junhui/Liu Yuchen naik dua tangga ke peringkat keempat dengan 3.153 poin lebih sedikit dari Marcus/Kevin. Pasangan kawakan Denmark, Mathias Boe/Carsten Mogensen harus rela turun dua tingkat dengan selisih 3.868 dari peringkat teratas.
Konstelasi ini berpeluang berubah setidaknya hingga turnamen pertama yang diikui Marcus/Kevin setelah berada di peringkat satu dunia. Beberapa turnamen super series/premier tengah menanti. Marcus/Kevin tertantang untuk berprestasi, untuk mengatakan mempertahankan gelar juara yang diraih tahun sebelum. Seturut jadwal keduanya akan tampil lagi di India Open Super Series, 28 Maret-2 April. Mempertahkan gelar di India penting agar poin mereka tak dipangkas.
Selanjutnya ada Malaysia Super Series Premier dan Singapura Open Super Series. Tiga turnamen besar ini dihelat dalam rentang tiga minggu. Pekerjaan berat, tentunya. Tak pelak setelah euforia penyambutan dan guyuran bonus, di antaranya Rp 250 juta dari Menpora kepada masing-masing, Marcus/Kevin pun segera terjun ke lapangan untuk berlatih, berlatih dan terus berlatih. Dua hari setelah tiba dari Birmingham, keduanya kembali digembleng Herry Iman Pierngadi, sang pelatih.
Penuh perjuangan
Sepak terjang Marcus/Kevin menarik diangkat. Setidaknya melihat bagaimana proses perjalanan keduanya hingga ke puncak dunia. Dua tahun lalu keduanya berada di rangking 182 dunia. Menariknya lagi, debut pertama mereka sebagai pasangan terjadi di All England, 12 Maret 2015. Pencapaian pasangan dari PB Djarum dan PB Tangkas dalam debutnya itu cukup menggembirakan. Keduanya mampu menembus babak perempat final.
Setahun berselang peringkat dunia mereka melonjak drastis. Duduk di peringkat 10 dunia pada 2016. Bahkan keduanya sempat menyusup ke peringkat dua dunia pada pertengahan Desember tahun lalu. Hasil ini tak lepas dari pencapain yang diukir sepanjang tahun. Tiga gelar Super Series/Premier masing-masing di Australia, India dan China direngkuh. Ditambah lagi satu gelar grand prix gold, satu tingkat di bawah Super Series yang diraih di turnamen Malaysia Masters.
Dua tahun perjalanan Marcus/Kevin terasa seperti melintasi jalan tol. Tanpa hambatan merebut gelar demi gelar hingga menjadi nomor satu sejagad. Namun dua tahun tersebut mustahil berhasil baik bila mengenyahkan kenyataan bagaiaman perjuangan mereka sebelumnya.
Seperti atlet-atlet berprestasi lainnya yang memberi kesaksian bahwa tidak ada yang instan untuk meraih prestasi. Konklusi ini setidaknya menyata dalam beberapa titik perjalanan mereka. Pertama,bakat tidak cukup, meski bukan berarti diabaikan begitu saja. Kevin memiliki darah bulu tangkis, setidaknya mengacu pada hubungan darah dengan mantan pemain ganda putra Indonesia Alvent Yulianto Chandra.
Dari hubungan ini meski tidak linear kita bisa mendapatkan Kevin dengan talenta olah tepok bulu yang menonjol sebelum dikenal luas seperti sekarang. Saat masih bermain di level junior kemampuan “jump smash” dan pergelangan tangan yang begitu lentur sudah terlihat. Ia pernah mendapat julukan “Flying Kevin” karena loncatan dan gerakan smes yang mengundang decak kagum meski hanya bertinggi 170 cm. Begitu juga keterampilan memainkan raket untuk menghasilkan tipuan-tipuan yang mencengangkan.
Meski begitu Kevin mengawali semuanya dari belakang rumahnya di Bayuwangi, Jawa Timur. Mulai melihat orang bermain bulu tangkis, lantas tertarik mencoba. Berkat dukungan sang ayah bernama Sugiarto, Kevin dikirim ke klub. Itu pun ia masih harus berpindah-pindah sebelum mengantarnya mengikuti audisi PB Djarum pada 2006.
Pada percobaan pertama ia gagal. Meski begitu ia tak patah arang dan datang lagi ke Kudus, tempat klub itu berada, tahun berikutnya.
Kedua,bersedia berpetualang. Menjadi seorang pebulutangkis itu tidak hanya siap berkarib dengan perjalanan dari pertandingan ke pertandingan, juga menuntut kesediaan untuk siap dibongkar pasang. Jarang kita mendapatkan pemain bulu tangkis yang tetap dengan satu nomor sepanjang karier. Meski perubahan ini hampir menjadi sesuatu yang lumrah, tidak semua perubahan itu bisa diterima dengan mudah dan begitu saja oleh setiap pebulutangkis.
Hal tersebut dialami Kevin dan Marcus. Setelah diterima di PB Djarum, Kevin tidak lantas mendapat kemewahan. Ia masih harus berjuang dengan atlet-atlet lain yang notabene berpostur lebih meyakinkan. Turun di nomor tunggal putra, Kevin pernah gagal dan merasa dianaktirikan.
Ia kemudian diminta bermain di nomor ganda putra pada 2010. Meski sempat kecewa dan berat hati ia pun meninggalkan Kudus menuju Petamburan, Jakarta Barat sebagai pusat latihan nomor ganda PBS Djarum.
Kevin masih harus berganti nomor lagi.Berpasangan dengan Masita Mahmudin keduanya tampil di Kejuaraan Dunia Junior 2013. Meski tak juara, performa di turnamen itu mengantar keduanya ke Pelatnas PBSI di Cipayung.
Berkenalan dengan dua nomor itu membuatnya kerap berganti pasangan. Ia pernah berpasangan dengan Arya Maulana Aldiartama dan Selvanus Geh di ganda putra. Selanjutnya bertandem dengan pemain senior Greysia Polii di nomor ganda campuran. Bersama Grace, keduanya sempat mengukir sejarah di Indonesia Open Super Series Premier 2014. Di babak pertama, mereka sukses menumbangkan pasangan peringkat satu dunia asal China, Zhang Nan/Zhao Yunlei. Meski begitu jalan panggilan Kevin menuju puncak prestasi ditempuh melalui ganda putra bersama Marcus Gideon.
Tantangan yang sama dialami pula oleh Marcus. Lebih kental dari Kevin, darah bulu tangkis Marcus langsung berasal dari sang ayah, Kurniahu, pebulutangkis legendaris era 1970-1990-an. Ia ditempa langsung oleh sang ayah yang juga pendiri PB Tangkas, klub yang kemudian membesarkannya.
Seperti Kevin, Marcus semula menjadi pemain tungal. Lantas pemain kelahiran Jakarta 26 tahun lalu beralih ke ganda putra pada 2011. Bersama Agripina Prima Rahmanto keduanya menjadi juara di turnamen Singapura International Series.
Belum lama di Pelatnas ia memilih mundur pada 2013. Marcus kecewa karena ia dan Agripina tidak disertakan ke All England. Ganda putra yang dibawa ke Inggris justru berperingkat lebih rendah.
Keluar dari Pelatnas, Marcus berpasangan sebagai pemain profesional bersama Markis Kido. Gelar Prancis Terbuka 2013 menjadi bukti keandalan pasangan beda generasi ini. Tak tangung-tanggung pasangan Malaysia yang sedang menjadi buah bibir saat itu, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong ditumbangkan di laga final. Setahun kemudian pasangan yang sama berjaya di Indonesian Masters.
Marcus pun kembali ke pelatnas, bertepatan dengan mundurnya Selvanus Geh dari Pelatnas karena sakit. Kesempatan kedua ini kemudian membuka lembaran prestasi Marcus.
Ketiga,fisik tidak jadi halangan. Apakah fisik menentukan segalanya? Marcus/Kevin membuktikan bahwa pertanyaan tersebut tidak selalu dijawab dengan ya. Marcus lebih pendek dari Kevin. Tingginya hanya 167 cm. Coba bandingkan dengan Mads Pieler Kolding, tandem Mads Conrad-Petersen dari Denmark.
Kolding, lebih tinggi dari Petersen, yang menjulang 205 cm terbukti bisa dibekuk Marcus/Kevin di semi final All England 2017. Tentu perjuangan mengalahkan pemain jangkung, yang diasumsikan memiliki smes lebih kencang karena memiliki peluang untuk melancarkannya lebih besar serta daya jelajah yang lebih karena memiliki kaki yang lebih panjang, lebih besar.
Kevin/Marcus mampu membalikkan asumsi itu dengan mengerahkan seluruh kemampuan. Permainan yang rapi dan rotasi yang baik melengkapi teknik dan kualitas individual. Marcus yang dikenal sebagai pengawal lini belakang bisa bergerak cepat ke lini depan. Bobot pukulan Marcus bisa dilihat dari otot-ototnya yang menyembul.
Begitu pula Kevin dengan pukulan-pukulan ajaibnya, di samping smes melompat yang kencang. Bertubuh mungil justru mempermudah mobilitas Kevin baik dalam pergerakan horizontal maupun vertikal.
Semua itu tidak hadir dengan sendirinya. Tidak ada lakon Loro Jonggrang dalam perjalanan karir mereka. Malah hampir mirip kisah Sisifus yang sempat memakan rasa percaya diri dan semangat tetapi perjuangan pantang menyerah itu yang membuat mereka seperti sekarang. Tentu, pekerjaan mempertahankan gelar itu adalah babak baru yang tidak kalah menantang, jika tidak ingin mengatakan berat bagi pasangan mungil, The Minions ini.
Selamat menjadi yang terbaik, selamat berjuang Marcus/Kevin!
N.B
Daftar peringkat 100 besar ganda putra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H