Pada titik ini kehadiran Michael Essien di Persib Bandung menghadapkan kita pada kegundahan yang sama seperti pernah dialami Stevie. Memang, Liga Inggris jauh lebih dulu hidup dan berkembang. Tetapi kompetisi sepak bola Indonesia bukan baru berumur setahun jagung. Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan tradisi sepak bola terkuat, meski prestasinya kini tak lebih hebat dari Singapura, Filipina, Malaysia, apalagi Vietnam dan Thailand. Â
Kita tentu tidak ingin menolak berkembang walau terbilang telat. Menghidupkan kompetisi berjenjang dengan  banyak turnamen yang dikelola secara profesional adalah penting. Termasuk menarik perhatian dunia internasional agar para pemain top ikut ambil bagian. Hadirnya para pemain beken bisa meningkatkan gairah penonton, di samping ambil bagian dalam transfer ilmu dan teknik kepada para pemain lokal.
Tetapi menjadikan liga Indonesia sebagai primadona baru tidak harus mendatangkan pemain tua yang sedang dibayang-bayangi cedera  dengan harga selangit (untuk ukuran pemain Indonesia), meski masa lalunya bergelimang prestasi. Persib, dan Indonesia saat ini sedang mengejar prestasi melalui regenerasi yang tetata baik, bukan nostalgia masa lalu.
Saya tidak antipati terhadap Essien, dan nyinyir pada Persib. Toh ia adalah salah satu pemain idola saya, pernah berseragam salah satu klub pujaan, dan kini akan menjadi bagian dari klub besar di tanah air. Tetapi saya hanya membayangkan bagaimana bila Essien tidak bisa memenuhi segala yang kita harapkan. Dan apa yang pernah dikeluhkan Stevie dan kemudian hasilnya kita lihat saat ini, berpindah ke Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H