Belum genap setahun, tepatnya baru lewat setengah tahun, kasus “pencurian” umur mengemuka di bulu tangkis Indonesia. Seperti saya tulis di sini, pada 1 Oktber 2016, PBSI mengeluarkan Surat Keputusan (SK) nomor 047/0.3/IX/2016 yang menandai masa sanksi kepada tiga pemain putri, Della Apriya Anggraini, Imka Putrama Arlin, dan Tiara Ayuni Wulandari.
Kini kasus serupa terjadi lagi. Seperti dilansir badmintonindonesia.org, empat atlet harus diskors oleh PP PBSI. Mereka adalah Tabita Christian (PB Hiqua Wima Surabaya), Cahya Kristian Banjarnahor (PB Jayaraya Abadi Probolinggo), Muh. Farhan S dan Dhiva Ramadhan (PB Djarum Kudus).
Tabita Christian dan Cahya Kristian terbukti memalsukan dokumen kelahiran dan memudakan usia selama satu tahun. Keduanya pun disanksi tidak boleh ikut kejuaraan resmi PBSI selama 24. Durasi hukuman yang sama berlaku untuk M. Farhan. Farhan terbukti menggunakan dokumen kelahiran ilegal dan tidak tercatat pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tempat akta kelahiran diterbitkan.
Selanjutnya M.Farhan dan Dhiva berkewajiban menyerahkan dokumen kelahiran yang sah kepada PBSI sebelum masa skorsing berakhir.
Hukuman lebih berat diberikan kepada Dhiva Ramadhan. Ia harus menepi dari turnamen resmi induk organisasi bulu tangkis tanah air itu selama 36 bulan atau tiga tahun. Alasannya seperti dikemukakan Rachmat Setiyawan, Kepala Bidang Keabsahan dan Sistem Informasi PP PBS, pemain tersebut terbukti memanupulasi dokumen kelahiran dan menggunakan register kelahiran atas nama orang lain.
Serius berbenah
Kasus ini jelas mencoreng wajah bulu tangkis Indonesia. Pencurian umur merupakan tindakan yang tidak dibenarkan. Selain mencoreng sportivitas yang mengandung nilai kejujuran di dalamnya, aksi tersebut jelas mengganggu program pembinaan atlet.
Terganggunya program pembinaan karena pemalsuan umur seperti dijelaskan Rachmat sangat berpengaruh pada program latihan yang diberikan. Menurutnya bila usia atlet tidak teridentifikasi dengan benar maka program latihan yang diberikan juga tidak benar. “Ini sangat tidak baik untuk pembinaan bulutangkis Indonesia saat ini dan ke depan.”
Dengan alasan tersebut, dan demi kepentingan bulu tangkis Indonesia, pihaknya akan mengambil langkah tegas. Ketegasan itu untuk melindungi atlet yang jujur akan usianya sekaligus menindak berbagai perilaku tak terpuji yang mencederai nilai kejujuran dan keadilan.
Beberapa langkah preventif pun telah diambil. Pertama,mengoptimalkan penerapan Sistem Informasi PBSI dengan memperketat tahap verifikasi data kelahiran. Seorang atlet wajib menyerahkan tiga data primer yakni akte kelahiran, kartu keluarga dan ijazah. Bila diperlukan PBSI akan meminta data-data sekunder seperti NISN atau Nomor Induk Siswa Nasional, surat kenal lahir, dan dokumen terkait lainnya.
Kedua,terkait program pemutihan data/usia atlet. Mengutip sumber yang sama, “PBSI akan memberikan kesempatan terakhir kepada atlet atau pihak orangtua atlet untuk melaporkan diri atau membuat pengakuan jika telah melakukan pemalsuan umur.”