Bila Misaki/Ayaka menjadi unggulan teratas lantas tidak berarti peluang juara terbuka lebar. Keduanya dikepung oleh pasangan kawakan Denmark Christina Pedersen/Kamilla Rytter Juhl (2) dan dua pasangan Korea Selatan, Jung Kyung-eun/Shin Seung-chan dan Chang Ye-na/Lee So-hee di lingkaran empat besar.
Nama-nama unggulan di belakang Misaki/Ayaka menunjukkan bahwa mereka adalah lawan potensial untuk merebut takhta juara yang musim lalu direbut wakil Negeri Matahari Terbit itu. Menariknya wakil-wakil Tiongkok tersisih dari daftar tersebut. Padahal mereka adalah penguasa sejak 2009.
Misaki/Ayaka menumbangkan juara bertahan Tan Yuanting/Bao Yixin di final tahun lalu. Kemenangan itu sekaligus meruntuhkan dominasi Negeri Tirai Bambu yang begitu superior di nomor ganda putri. Tiongkok total mengemas 23 gelar juara sejak 1992, termasuk enam gelar beruntun yang diraih Gao Ling/Huang Sui pada 2001-2006.
Tetapi kali ini Tiongkok hanya diwakili Chen Qingchen/Jia Yifan (5), Luo Ying/Luo Yu (6) dan Huang Dongping/Li Yinhui (7). Apakah dengan itu peluang Tiongkok merebut gelar menjadi kecil? Tentu saja tidak.
Dalam masa suramnya yang mulai terasa sejak Olimpiade Rio,Tiongkok justru mendapatkan berkah melalui Chen/Jia. Meski keduanya baru berusia 19 tahun, prestasi yang diraih sungguh fenomenal. Tahun lalu adalah tahun keempasan mereka. Keduanya berjaya di Prancis Open Super Series dan mencapai puncak di turnamen elit delapan pasangan pada penutup tahun, Dubai Super Series Finals.
Prestasi fenomen ini menunjukkan bahwa Chen/Jia siap menandingi kedigdayaan Misaki/Ayaka. Keduanya siap bersaing dengan para senior untuk merebut mahkota di turnamen tertua di dunia itu.
Selain modal hasil baik sepanjang tahun lalu, dalam rekor pertemuan dengan Misaki/Ayaka pun positif. Chen/Jia dan Misaki/Ayaka sudah tiga kali berhadapan, dua di antaranya dimenangkan Chen/Jia. Pasangan masa depan Tiongkok ini menjadi satu-satunya pasangan yang memiliki catatan bagus saat berhadapan dengan sang juara bertahan dibandingkan pasangan-pasangan lain yang menempati lima besar.
Apakah semua ini isyarat positif akan lahirnya juara baru, juara termuda dalam sejarah? Chen/Jia masih harus berjuang sejak pertandingan pertama menghadapi pasangan non unggulan dari Jepang Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto. Sementara Misaki/Ayaka akan diuji pasangan Indonesia di laga pertama.
Dalam daftar unggulan Misaki/Ayaka berada di pul atas, sementara Chen/Jia di pul bawah. Bila keduanya mampu menjaga tren positif maka pertemuan di final bukan sesuatu yang mustahil. Di sana kita akan melihat perang antara dua pasangan berbeda generasi dan negara. Tidak hanya gengsi pribadi, dan mahkota gelar prestisius, harga diri bangsa pun menyatu di sana.
Bila skenario demikian berjalan tanpa hambatan maka para pemain kita tidak lebih dari pelengkap penderita di antara pertarungan dua raksasa. Bila sebaliknya, harapan yang dihembuskan Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, Susy Susanto kita gantung setinggi langit. “Mudah-mudahan hasilnya bukan cuma satu (gelar), tahu-tahu bisa ada dua gelar, amin.”